Gairah yang paling merusak hidup orang Kristen hari ini adalah matrealistis atau materialisme, sehingga mengondisi orang tidak menjadi satu roh. Jangan berpikir belum ada antikris, apalagi kalau konsep antikris nanti memaksa orang tidak beragama. Pasti bukan hanya orang Kristen yang melawan; orang beragama lain pun ramai-ramai melawan. Setan itu cerdas. Dia membuat orang Kristen tidak menyembah Allah lain, tidak menyembah dewa-dewa, tapi terikat dengan materi atau materialism itu. Hal ini sama juga dengan menyembah Iblis. Di Lukas 4:5-8, Iblis menunjukkan kepada Yesus keindahan dunia, lalu Iblis berkata: “kalau Kamu menyembah aku, kuberikan dunia ini kepada-Mu.” Jadi, Iblis mensubkan dirinya diwakili oleh keindahan dunia; siapa yang mengingini dunia—memiliki gairah menikmati dunia—berarti ia menyembah Iblis.
Sejatinya, gairah hidup kita rata-rata demikian; kita telah teracuni. Sekarang, bagaimana kita didetoks oleh Firman dan melakukan pertobatan setiap hari. Pada intinya, jika kita merasa ‘nyaman’ dengan barang, kedudukan, jumlah uang yang kita miliki, hal ini bisa diartikan bahwa kita menyembah Iblis. Namun, Tuhan dalam kesabaran-Nya yang tinggi masih memberi kesempatan kita untuk ‘pulang,’ seperti kisah anak terhilang. Banyak kita temukan, demi materi, orang bisa membunuh dan menghalalkan segala cara. Ini disebabkan oleh anggapan bahwa materi adalah nilai tertinggi. Bukan tidak boleh jadi seorang yang memiliki uang banyak, berkedudukan tinggi, atau punya gelar. Tapi untuk apa dan untuk siapa semua itu? Mestinya prinsip kita adalah, “Baik kau makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah,” karena nilai tertinggi kita adalah Tuhan. Namun, hampir-hampir tidak kita temukan orang yang seperti itu.
Semetara, Iblis menggelontori berkat materi untuk menyandera kita dalam pola hidup dan gaya hidup yang salah tersebut. Bukan tidak boleh menjadi kaya, tetapi jangan kita terikat oleh kekayaan tersebut. Siapa mengikatkan dirinya dengan Allah, menjadi satu roh. Sesuai dengan doa Tuhan Yesus di dalam Yohanes 17:20-21, “Engkau dalam Aku, Aku dalam Engkau, ya Bapa. Ya Bapa,” kata Tuhan Yesus, “dan mereka dalam Kita.” Kita membutuhkan materi, benar. Karenanya kita studi, kuliah, kerja, cari nafkah. Tapi jangan kemudian kita menjadikan materi sebagai tujuan. Paulus sudah mengingatkan kita dalam 1 Korintus 6:12, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.” Apa salahnya buat ini atau itu? Tidak salah, tapi: pertama, apakah itu berguna? Pertimbangkan, berguna untuk apa dan untuk siapa? Kedua, apakah kita diperhamba tidak oleh hal tersebut?
Ironis, jarang orang sampai taraf berani menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan. Belum sampai, karena tidak berani all-out untuk Tuhan. Selain Tuhan tidak kelihatan, kita juga punya citarasa yang sudah terlanjur salah. Kalau kita mau menjadi warga Kerajaan Surga, “citarasa” kita harus diubah. Kita harus mengalami proses perubahan; didetoks oleh Firman. Mengikatkan diri dengan Allah, menjadi satu roh, kalau selera kita sama dengan Allah. Kalau firman Tuhan mengatakan dalam Filipi 2:5-7, “hendaknya dalam hidupmu kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus,” supaya kita memiliki selera yang sama. Biar kita tidak cantik di mata dunia, tapi kita harus punya citarasa rohani, sebab itu yang membuat Tuhan senang. Sebaliknya, walaupun kita cantik seperti Miss Universe, tapi kalau tidak punya selera seperti Tuhan, kita akan dibuang ke neraka.
Rata-rata, kita belum memiliki selera Tuhan karena sudah terpapar oleh dunia, sehingga terlanjur menjadi rusak. Mari mulai hari ini kita bertobat, mengikatkan diri dengan Allah. Kita buang semua gairah yang bukan dari Allah. Kalau kita tidak mau bertobat dan menyia-nyiakan kesempatan ini, maka ketika kita nanti melihat keagungan Tuhan, kita akan sangat menyesal. Jangan heran, ada banyak orang memandang ini kebodohan, karena mereka memandang kewajaran hidup sebagai nilai tertinggi. Kita mau mengembalikan kekristenan ke jalur yang benar. Dulu, orang-orang Kristen teraniaya, tapi mereka rela kehilangan harta, keluarga, bahkan nyawa mereka. Kekristenan menjadi murni, mereka menjadi mempelai-mempelai kudus seperti perawan suci bagi Kristus. Iblis tidak ingin orang Kristen menjadi perawan suci bagi Kristus. Orang-orang Kristen dicemari dalam hidup percabulan. Bukan percabulan seks, melainkan percabulan dengan materi.
Alkitab mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), maka pasti ada ruang Mahakudus di dalamnya. Kita harus melihat ini sebagai kesempatan yang luar biasa, yaitu ketika kita menjadi bait Allah dan ada ruang Mahakudus di batin kita yang terdalam. Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan. Ketika kita menyadari bahwa kita kurang mendengar suara-Nya, itu karena kita sering mendengar apa yang tidak perlu kita dengar. Bercakap-cakap dengan orang-orang yang tidak perlu kita bercakap-cakap, melihat apa yang tidak perlu kita lihat. Kelihatannya tidak masalah, namun sebenarnya ada ‘virus’ di situ. Filsafat dunia yang materialistis telah masuk dalam pikiran kita. Kalau kita teguk, maka kita menjadi terpapar. Jangan seperti istri Lot yang kelihatannya lari keluar dari Sodom, namun ternyata hatinya masih tertinggal di sana. Kelihatannya ke gereja jadi orang Kristen, jadi aktivis, atau bahkan jadi pendeta, tapi hati kita masih tertinggal. Kita bangun ruang Mahakudus Allah di dalam hati kita. Kita bertobat dari dosa materialisme yang membelenggu kita.
Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan