Senin, 08 Januari 2018

BAHAYA KESERAKAHAN HIDUP


Kolose 3:5-6
5 Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala,
6 semuanya itu mendatangkan murka Allah [atas orang-orang durhaka].

Sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Alkitab, bahwa pada akhir zaman manusia menjadi serakah atau tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimilikinya.
Sesungguhnya keserakahan sama dengan penyembahan berhala.
Kalau manusia sudah menjadi hamba uang, egois, dan lebih menuruti hawa nafsunya, maka manusia pasti menjadi serakah (2 Timotius 3:1-5). Mereka tidak dapat membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Semua yang dianggap sebagai kebutuhan adalah segala sesuatu yang diingininya. Padahal keinginan manusia tidak pernah dapat dipuaskan oleh apa pun juga, sebab di dalam rongga jiwa manusia ada ruangan kosong yang tidak dapat diisi oleh apa pun, selain oleh Tuhan sendiri. Dengan keadaan demikian manusia akan selalu mencari segala sesuatu yang dapat memuaskan dirinya.

Keadaan manusia seperti di atas ini juga ada pada kehidupan banyak orang Kristen. Orang-orang seperti ini akan menjadi serakah. Ia makin haus akan kekayaan dunia dan segala kesenangan-kesenangan dunia. Dengan demikian ia akan menjadi kejam dan sewenang-wenang terhadap sesamanya. Ia tidak akan dapat mempermuliakan Allah, sebab yang ia muliakan adalah harta. Ia tidak memiliki damai sejahtera yang sesungguhnya. Ia pun kehilangan sukacita hidup. Sekalipun hartanya berlimpah, kedudukannya dan jabatannya tinggi, ia tidak memiliki sukacita hidup (Lukas 12:15).
Ia tidak akan dapat melayani Tuhan secara benar. Sebab ia akan melayani dirinya sendiri dan menggunakan segala kesempatan, serta tenaga orang lain untuk keuntungannya sendiri.

Terkait dengan hal ini Tuhan Yesus mengajarkan suatu prinsip hidup yang dikalimatkan sebagai berikut: Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Lukas 9:58).
Prinsip hidup ini dimaksudkan agar kita tidak menjadi serakah. Tuhan Yesus tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya, menunjukkan bahwa Diri-Nya tidak memiliki apa-apa. Inilah ekspresi dari “pengosongan diri” yang Yesus lakukan, yang juga harus kita lakukan sebagai pengikut-Nya. Pengosongan diri ini sama dengan kerelaan melepaskan hak. Senada dengan hal ini, Paulus dalam suratnya mengatakan: Sebab kita tidak membawa sesuatu apa pun ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah (1 Timotius 6:7-8).

Kalau Firman Tuhan mengajarkan orang percaya agar merasa cukup, yaitu asal ada makanan dan pakaian, ini tidak dimaksudkan agar orang percaya menjadi orang miskin. Tetapi agar orang percaya tidak terbelenggu oleh berbagai keinginan untuk memiliki apa yang orang lain miliki atau yang dunia sediakan. Dengan demikian, orang percaya harus merasa cukup dan puas berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani, tetapi selalu merasa belum puas berkenaan dengan keberkenanannya di hadapan Tuhan. Ini adalah cara yang tepat untuk menanggulangi nafsu serakah yang bisa menguasai hidup ini.

Dalam kemiskinan secara materi, Tuhan Yesus melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Gaya hidup seperti ini harus dikenakan oleh setiap orang yang mengaku mengikut Tuhan Yesus Kristus. Dengan gaya hidup tersebut, seseorang tidak akan dapat diperbudak oleh dunia ini. Jika tidak bersedia mengenakan gaya hidup tersebut, berarti seorang Kristen menolak menjadikan Tuhan Yesus sebagai Tuhan. Orang yang tidak bersedia menundukkan diri kepada Tuhan guna mengikuti jejak-Nya, berarti menjadikan dirinya sendiri sebagai tuhan.

Bila seseorang masih selalu merasa belum cukup dengan jumlah uang atau harta yang dimilikinya untuk kepentingan dirinya, berarti ia belum sungguh-sungguh menemukan perhentian yang benar atau belum berlabuh pada Tuhan. Ini juga berarti tidak akan pernah mengalami proses dikembalikan ke rancangan semula Allah. Dari gaya hidup di atas ini, akan membangun gaya hidup konsumerisme tanpa batas. Gaya hidup konsumerisme seperti ini sudah menjadi gaya hidup yang wajar dalam kehidupan banyak orang Kristen hari ini, khususnya di kalangan masyarakat yang tinggal di kota.

Menjelang dunia berakhir, gaya hidup konsumerisme semakin kuat memengaruhi kehidupan banyak orang, termasuk di dalamnya orang-orang Kristen. Inilah yang digambarkan oleh kitab Wahyu 18, Babel kota besar.
Alkitab menunjukkan bahwa itulah percabulan rohani, di mana banyak manusia, termasuk sebagian orang Kristen, telah terperdaya oleh kecantikan dunia sehingga mereka menyembah iblis dan tidak mengingini Kerajaan Tuhan Yesus Kristus. Sebagai umat pilihan yang dicelikkan oleh kebenaran, kita harus berani membiasakan diri mengenakan pola hidup merasa “cukup” berkenaan pemenuhan kebutuhan jasmani untuk diri sendiri dan tidak merasa cukup bekerja memaksimalkan potensi sebagai sarana mengabdi kepada Tuhan dan kerajaan-Nya, tidak merasa cukup sebelum melakukan kehendak Tuhan secara bertekun dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Dengan demikian kita tidak dapat diperbudak oleh dunia ini dan dengan cara demikian kita menantang zaman yang semakin fasik ini.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar