Rabu, 31 Januari 2018
PERJUANGAN UNTUK HIDUP KUDUS
Ibrani 10:29
Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?
Perubahan status dari “pemberontak” menjadi “anak” harus berlanjut sampai orang yang dikuduskan tersebut benar-benar berkeadaan kudus seperti Bapa. Inilah yang menempatkan kita sebagai anak-anak Allah yang sah. Itulah sebabnya 1 Petrus 1:17 mengingatkan, bahwa kalau kita memanggil Allah sebagai Bapa hendaknya kita hidup dalam ketakutan selama menumpang di dunia.
Ketakutan di sini adalah takut kepada Bapa karena menghormati dan mengasihi-Nya. Sebagai anak, kita harus meneladani apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, karena proyeksi keselamatan adalah serupa dengan Tuhan Yesus (Roma 8:28-29).
Model Anak yang menyukakan hati-Nya adalah Tuhan Yesus Kristus. Oleh sebab itu, kalau seseorang tidak mau diproses untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus dan bahkan tidak mengasihi sesama, maka ia bukanlah bagian dari anggota tubuh Kristus dan tidak layak menerima pengampunan-Nya.
Sebab pengampunan diberikan untuk proses perubahan sampai dilayakkan, dipermuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Dalam 1 Korintus 1:2 tertulis: “kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus”.
Perhatikan kalimat “dikuduskan dalam Kristus Yesus” dan “yang dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus”.
Di sini kita dapat menemukan ada dua dimensi. Dimensi pertama adalah “dikuduskan dalam nama Tuhan Yesus”, artinya Tuhan mengubah status kita sebagai orang percaya, dari pemberontak menjadi anak-Nya oleh karya salib-Nya.
Ini adalah pengudusan secara pasif.
Kedua, “dipanggil untuk menjadi orang kudus”, artinya kita harus berjuang memiliki karakter atau mencapai kekudusan seperti yang dikehendaki-Nya.
Ini adalah pengudusan secara aktif.
Memerhatikan dua aspek pengudusan (pasif dan aktif), maka kita temukan kesejajaran dengan pengudusan oleh darah Tuhan Yesus dan oleh Firman yang dikerjakan oleh Roh Kudus.
Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus adalah pengudusan untuk mengubah status. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh Tuhan Yesus (Kisah Para Rasul 4:12).
Dikuduskan dengan darah Tuhan Yesus tidak melibatkan peran manusia sama sekali.
Manusia hanya menerima anugerah tersebut. Pengudusan oleh darah Tuhan Yesus ini tidak otomatis menghilangkan kodrat dosa (Ing. sinful nature) atau mengubah watak dosa dalam kehidupan manusia. Kodrat dosa hanya dapat dihilangkan melalui proses pendewasaan oleh Firman dan pembentukan Allah yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam diri umat pilihan.
Banyak orang Kristen puas hanya sampai pengudusan secara pasif. Pengudusan secara pasif dianggap sudah selesai atau sudah tuntas.
Biasanya mereka juga percaya bahwa sakramen sudah cukup menguduskan, padahal sakramen tidak bisa menguduskan kalau hanya dari segi teknisnya. Misalnya baptisan, yang menguduskan bukanlah air baptisan atau tindakan dibaptis itu sendiri, tetapi kesediaan meninggalkan manusia lama dan hidup dalam hidup yang baru, tentu melalui proses pembelajaran Firman Tuhan dan kehidupan setiap hari dalam segala peristiwa yang dialami.
Roma 1:7 mengisyaratkan bahwa dipanggil dan dijadikan orang kudus bukanlah proses sederhana yang terjadi oleh tindakan sepihak dari Allah, tetapi juga respon manusia dalam menerima pengudusan itu. Orang yang tidak mau selalu bertobat guna pembaharuan setiap hari adalah orang yang menolak pengudusan secara aktif oleh Roh Kudus dan Firman (Roma 2:5, Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan). Dalam hal ini, apakah seseorang menjadi orang kudus dan berkenan kepada Allah atau tidak, tergantung kepada masing-masing individu pula.
Allah tidak memaksa. Kalau seseorang mengeraskan hati tidak mau selalu bertobat, maka berarti ia tidak menerima anugerah pengudusan secara aktif.
Ini juga berarti ia membuang dan menginjak-injak darah korban Tuhan Yesus atau tidak menghargai pengorbanan-Nya. Dengan tindakan itu maka secara tidak langsung membuat pengudusan secara pasif menjadi sia-sia. Hal ini akan nampak ketika seseorang tidak mengalami pertumbuhan kepada kesempurnaan seperti Kristus, bahkan berbuat baik pun tidak dilakukan. Ironinya, banyak orang Kristen merasa sudah selamat dan merasa “sudah berkenan” di hadapan Tuhan hanya karena merasa sudah mempercayai karya salib Yesus, padahal keadaan diri mereka “tidak melakukan kehendak Bapa” (Matius 7:21-23).
Bersedia dikuduskan berarti bersedia mengalami kematian diri manusia lama (Galatia 2:20).
Meskipun mengalami kematian diri, kita tetap memiliki kehendak bebas, tetapi melalui penyangkalan diri terus-menerus, kita akan menyerahkan kehendak kita dan hak kita kepada Tuhan: hak dihormati, hak dihargai, hak memiliki diri sendiri, dan sebagainya.
Ini suatu keharusan, sebab bersedia dikuduskan juga berarti bersedia dipisahkan untuk tidak menjadi serupa dengan dunia ini.
Dengan pertumbuhan manusia baru yang mengikuti jejak hidup Tuhan Yesus, kita yang semakin dewasa rohani, karakter kita semakin terbentuk dalam kekudusan yang benar. Ini memungkinkan kita dipakai Tuhan secara benar, sebab hanya orang yang kuduslah yang dapat berjalan dengan-Nya dalam keharmonisan hubungan yang dikehendaki-Nya.
Rela dipakai Tuhan berarti rela dikuduskan, rela dipisahkan dari dunia ini untuk dipakai oleh Tuhan menjadi saksi-Nya di tengah-tengah dunia yang cemar ini dengan menggelar hidup didalam kasih dan kebenaran, didalam kekudusan dan yang semakin serupa dengan gambar Kristus.
Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar