Jumat, 24 Juni 2016

MAKNA DI BALIK TANGISAN TUHAN YESUS


Yohanes 11:32-35
32 Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati."
33 Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan berkata:
34 "Di manakah dia kamu baringkan?" Jawab mereka: "Tuhan, marilah dan lihatlah!"
35 Maka menangislah Yesus.

Pasti kita sudah akrab dengan kisah Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus di Yohanes 11:1-44.
Dalam kisah tersebut terdapat ayat yang dalam bahasa aslinya terpendek di seluruh Alkitab: “Maka menangislah Yesus” (ayat 35).
Dalam teks aslinya ditulis (Edakrüsen ho Yēsūs). Pertanyaannya mengapa Tuhan Yesus menangis?
Dengan pengertian yang benar, ayat yang terpendek ini akan menjadi ayat yang sangat memberkati kita semua.

Penting diketahui, kata yang digunakan dalam ayat ini berbeda dengan kata yang digunakan untuk menggambarkan tangisan Maria dan orang-orang Yahudi (ayat 33).
Di sana digunakan kata (klaiō) yang artinya “menangis meraung-raung”. Sementara Yesus hanya meneteskan air mata (edakrüsen, dari akar kata dakrüō), jauh dari kecengengan.
Tetapi perlu diakui bahwa setegar-tegarnya Tuhan Yesus, Ia pun mempunyai emosi yang bisa tersentuh dan sedih yang termanifestasi dalam tangisan. Tentunya Ia tidak sedih karena kehilangan sahabat-Nya, karena Ia sangat tahu bahwa Ia akan segera membangkitkan Lazarus.

Jadi mengapa Tuhan Yesus menangis?

Pertama, Tuhan Yesus menangis karena Ia melihat penderitaan dan kematian akan manusia akibat dari dosa.
Sebagai Allah yang Kudus, Ia sangat benci terhadap dosa. Menyaksikan bagaimana dosa bisa merusak dan membunuh manusia sangat menyedihkan bagi-Nya. Hendaknya hari-hari ini kita merasakan hal ini juga, bagaimana dosa bisa merusak, dan membuat orang lain mati, bahkan mati tanpa pengenalan akan Tuhan Yesus secara benar, mati dalam keadaan dirinya didapati tidak setia terhadap ketetapan Tuhan sehingga berakibat kebinasaan kekal.

Kedua, Ia melihat ketidakpercayaan pada orang-orang yang dikasihi-Nya. Ia telah mengatakan bahwa Lazarus akan bangkit, tetapi tidak ada yang percaya.
Bahkan Maria, orang terakhir yang diharapkan-Nya untuk percaya, ternyata juga tidak percaya.
Demikianlah, Tuhan Yesus sedih jika kita tidak percaya kepada-Nya dengan segenap hati dan hidup kita.
Hati-Nya sakit menyaksikan kita menyangsikan kebenaran Injil-Nya, seperti kebaikan-Nya dalam segala hal, termasuk dalam penderitaan (Roma 8:28).
Percaya kepada Tuhan Yesus berarti : bersedia melakukan apa saja yang diperintahkan-Nya dan dikehendaki-Nya.
Jadi ketika kita tidak bersedia melakukan apa yang sudah diperintahkan dan yang dikehendaki-Nya didalam hidup ini maka sebenarnya kita sedang tidak percaya kepada-Nya. Tentu hati Tuhan akan sedih melihat orang percaya hari-hari ini berperilaku yang hanya percaya dengan pengakuan di bibir saja dan menyembah-Nya hanya lewat kegiatan yang bersifat liturgi semata.
Menyembah Tuhan yang benar harus dibuktikan dengan memberi nilai tinggi Tuhan dari segala yang ada didalam hidupnya, memperagakan apa yang menjadi isi seluruh ketetapan dan kehendak-Nya.
Menghasilkan buah kehidupan yang sempurna dihadapan-Nya dan bersedia menjadi utusan-Nya untuk menjadi berkat bagi jiwa-jiwa.
Seseorang yang masih memberi nilai tinggi terhadap yang lain selain Tuhan Yesus, dimana hidupnya masih memberi nilai tinggi harta/barang branded, hobi, gelar/pangkat, kehormatan bahkan orang yang disayangi, maka ia belumlah layak disebut sudah menyembah Tuhan Yesus secara benar.

Ketiga, Tuhan Yesus menangis karena melihat kemunafikan orang-orang Yahudi yang menangis meraungraung (ayat 33).
Ini dibuktikan dengan penggunaan kata “masygul” (embrimaomai), artinya “marah terhadap kesalahan atau ketidakadilan”. Tuhan Yesus sedih melihat praktek keagamaan yang munafik, yang tidak menyembah Tuhan dalam roh dan kebenaran, tetapi dalam daging dan kepalsuan.
Roh di sini hendak menunjuk sikap batin atau sikap hati, yaitu komponen manusia yang tidak kelihatan. Dalam hal ini Tuhan Yesus ingin menunjuk orang yang mengaku percaya kepada-Nya yang penting bagi-Nya adalah sikap hati yang benar dan murni dihadapan-Nya.
Sedangkan kata kebenaran di sini adalah ibadah dengan mempersembahkan segenap wilayah hidup sebagai alat peraga bagi Tuhan yang memperagakan sikap hidup yang mengenakan pribadi Kristus yang senantiasa melakukan apa yang menjadi kehendak Tuhan apa yang baik, berkenan dan yang sempurna.
Tentu disini Tuhan menuntut orang percaya menghasilkan tindakan atau buah-buah kehidupan yang sesuai dengan selera dan kehendak-Nya.

Hari ini mari kita merenung sejenak masihkah kita melakukan hal-hal yang membuat Tuhan Yesus meneteskan air mataNya?
Masihkah kita terus mau berdosa? Masihkah kita tidak percaya kepada-Nya dan kepada seluruh isi ketetapan Injil-Nya?
Masihkah kita hanya menjadi Kristen agamawi, yang hanya sekedar menjalankan percayanya kepada kegiatan yang hanya bersifat liturgi semata seperti agama-agama lain pada umumnya?
Masihkah kita tidak bersedia untuk hidup bagi Tuhan sepenuhnya dan belum mau menyerahkan sepenuh hidup kita kepada-Nya?
Masihkan kita tetap hidup didalam kepentingan-kepentingan duniawi yang ditujukan kepada pemenuhan kesenangan hidup bagi diri sendiri?
Mari detik ini kita perbaiki semuanya dihadapan Tuhan, adakan pertobatan kepada Tuhan Yesus secara sungguh-sungguh supaya kelak kita tahan berdiri dihadapan Tuhan Yesus yang datang didalam kemuliaan-Nya untuk menghakimi semua manusia menurut perbuatannya baik ataupun jahat.

Lukas 21:34-36
34 "Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.
35 Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini.
36 Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia."

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar