Rabu, 04 Oktober 2017

HAMBA YANG MENEMPATKAN DIRI SECARA BENAR


Ibrani 13:5-6
5 Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."
6 Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: "Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?"

Sering kali Tuhan dipromosikan sebagai sumber mujizat, perlindungan, berkat yang sanggup mengatasi segala masalah kesehatan, rezeki, jodoh, keluarga.
Tuhan dipandang sebagai supermarket mahabesar yang menyediakan semua perlengkapan dan kesejahteraan hidup.
Sebenarnya tidak salah bahwa Tuhan sanggup melakukan semua itu, tetapi kelicikan hati manusia akan timbul jika ia berurusan dengan Tuhan hanya karena ingin memohon perlindungan dan berkat-berkat-Nya demi kepuasan diri, sementara ia tidak mau mengerti kehendak-Nya untuk dilakukan.

Sikap hati yang datang kepada Tuhan hanya karena ingin memohon mujizat, kesejahteraan hidup dan berkat-berkat-Nya maka menunjukkan bahwa manusia pada umumnya tidak menempatkan diri sebagai hamba yang melayani dan mengabdi kepada Tuhan.
Ini juga berarti manusia pada umumnya menempatkan Tuhan sebagai pelayan, atau menempatkan dirinya sebagai tuannya Tuhan. Mulut menyebut-Nya Tuhan (Tuan Besar), tetapi sikap seperti ini telah memperlakukan Tuhan sebagai serorang hamba untuk memenuhi permintaan tuannya.
Sungguh menyedihkan jika ada di kalangan orang percaya memiliki sikap hati seperti ini, mereka mudah mengaku dirinya hamba Tuhan, padahal ia sedang memperlakukan Tuhan secara tidak pantas.
Jemaat yang berurusan dengan Tuhan hanya karena membutuhkan pemenuhan kebutuhan jasmani, mereka adalah pribadi-pribadi yang tidak sungguh-sungguh bergumul untuk mengenal Tuhan, mengerti kehendak-Nya untuk dilakukan.
Mereka adalah orang orang mengaku Kristen namun berkualitas seperti anak-anak dunia yang telah menyerahkan gairah hidupnya untuk yang lain selain mengenal Tuhan dan kehendak-Nya. Sebenarnya ia sedang menanti-nantikan yang lain selain Tuhan sendiri yang harus dinantikan, dengan sikap hidup seperti ini ia sedang tidak menempatkan Tuhan dalam hidupnya secara terhormat.

Bila diteropong dengan jujur, apakah seseorang sungguh-sungguh menempatkan diri hamba Tuhan yang melayani-Nya?
Yudas Iskariot, yang mengikut Tuhan Yesus memiliki sikap hati yang tidak benar dalam pelayanannya kepada Tuhan, hatinya hanya mengejar keuntungan semata-mata.
Dari sedikit keuntungan ini sampai ia tega mengkhianati Majikan Agung-Nya.
Ia bukan hamba Tuhan tetapi hamba uang.
Semangat yang sama jahatnya dalam diri Yudas juga bisa merasuk kehidupan orang Kristen di zaman kita hari ini. Kita harus sadar akan bahaya hal ini, sehingga jika kita mengaku diri kita hamba Tuhan, seharusnya kita tidak lagi mempersoalkan berkat-berkat dan mujizat-Nya yang pasti akan Tuhan berikan menurut kerelaan dan kehendak-Nya, tetapi hendaknya kita hai-hari ini lebih serius mempersoalkan kepentingan-Nya dalam hidup kita untuk kita kerjakan, lebih mengenal Pribadi Agung Tuhan Yesus memiliki kehendak untuk dilakukan dan kita sebagai hamba-Nya harus menempatkan diri melayani dan mewujudkan kehendak dan rencana-Nya dalam hidup kita dan bagi dunia ini.

Hendaknya semua orang percaya datang untuk berurusan dengan Tuhan adalah mencari perkenanan hidup dihadapan-Nya dan membela kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya.
Kalau kita diijinkan berurusan dengan Tuhan dan mengambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, maka kita tidak boleh menjadikan sarana pekerjaan Tuhan untuk mendapatkan penghasilan nafkah atau finansial atau apapun.
Tuhan memanggil seseorang untuk melayani Dia tidak dimulai dengan suatu harapan agar dalam pelayanan tersebut seseorang dapat memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya.
Hal ini memang paradoks sebab manusia pada umumnya selalu ingin mendapat keuntungan maksimum secara jasmani dari setiap kegiatan yang dilakukannya.
Bagi umat perjanjian baru berkat pemenuhan kebutuhan jasmani bukanlah tujuan hidup dibumi ini, sebab orang percaya tidak perlu meragukan kasih setia pemelihaaan dan penyertaan Tuhan yang begitu besar kepada orang-orang mengasihi-Nya (1 Petrus 5:7).
Semua berkat jasmani maupun Rohani yang Tuhan sediakan harus dimaksimalkan untuk membela dan mengawal pekerjaan Tuhan sehingga Injil dapat di beritakan sampai ke ujung bumi.

Dengan demikian tujuan hidup orang percaya yang sesungguhnya adalah Tuhan Yesus sendiri, melakukan kehendak-Nya dan menyelesaikan pekerjaaan-Nya. Tuhan Yesus harus menjadi satu-satunya sukacita dan damai sejahtera kita.
Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Roma 14:17).
Pelayanan kita akan terlihat indah dihadapan Tuhan ketika kita rela melepaskan hak-hak kepentingan kita demi melayani kepentingan Tuhan Yesus dan kerajaan-Nya.
Percayalah janji pemeliharaan-Nya tidak akan pernah dilalaikan-Nya ketika kita taat melayani-Nya dengan hati yang bersih, penuh dengan sukacita dan segenap hati mempersembahkan hidup mengabdi kepada kerajaan-Nya.
Jadi bagi seorang hamba Tuhan yang memiliki sikap hati menempatkan Tuhan sebagai Tuhan dan Majikan Agung, maka kepentingan Tuhanlah yang diutamakan untuk dilakukan dengan segala pengorbanan baik waktu, tenaga, pikiran dan harta, bahkan sekalipun itu berarti mengorbankan kebutuhannya sendiri, inilah sikap hati seorang hamba Tuhan yang sejati yang dapat menempatkan dirinya secara benar sebagai seorang hamba yang melayani Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Majikan Agungnya.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar