Selasa, 11 Juli 2017

MEMAHAMI ARTI "KEINGINAN DAGING"


Roma 8:5-8
5 Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.
6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera.
7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.
8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.

Penting sekali untuk memahami apa yang dimaksud dengan keinginan daging.
Sebab dengan memahami apa yang dimaksud dengan keinginan daging maka kita dapat mengerti lebih tajam apa yang dimaksud hidup menurut roh. Sehingga dengan demikian pemahaman kita mengenai hukum roh kehidupan menjadi lebih lengkap.
Kata keinginan dalam teks aslinya adalah phroneo (φρονέω) yang artinya adalah way of thinking (cara berpikir) atau mindset (pola berpikir). Pada dasarnya phroneo adalah cara menerima sesuatu, memroses, menganalisa dan mempertimbangkan sesuatu tersebut untuk kemudian membuat keputusan.
Keinginan daging sebenarnya tidak hanya menunjuk kepada suatu gairah, hasrat dan keinginan, tetapi kepada cara bertindak yang berasal dari dorongan kebutuhan daging, kebutuhan jasmani atau hawa nafsunya.
Tentu hal ini berdasarkan pertimbangan yang bukan dari Allah. Sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak seseorang sudah membangun cara dan pola berpikir yang demikian.
Semua manusia telah membangun dirinya dengan keinginan daging. Hal inilah yang membuat manusia hidup menurut daging artinya dalam memilih, mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan cara berpikir daging. Dengan demikian mereka hidup dalam kodrat dosa, artinya selalu meleset dari kehendak Allah yang sempurna. Tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Hidup menurut daging pada dasarnya adalah hidup dengan cara berpikir yang tidak sesuai dengan cara berpikir roh.

Orang yang hidup menurut daging berarti tidak hidup dalam pimpinan Roh Kudus, dengan demikian ia tidak dapat disebut sebagai anak Allah (Roma 8:14). Ini bukan berarti orang tersebut pasti menjadi jahat atau berkarakter seperti hewan. Manusia masih bisa berbuat baik sesuai dengan norma yang diajarkan oleh keluarga, sekolah, pergaulan dan lingkungannya. Tetapi cara berpikir manusia tidak bisa sinkron dengan cara berpikir Allah. Dalam hal ini, manusia tidak bisa mencapai kesucian Allah, artinya tidak mampu bertindak selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Cara dan pola berpikir ini (daging) tidak dapat diubah secara mudah kalau sudah menetap lama dalam diri seseorang.
Bahkan pada titik level tertentu tidak bisa diperbaiki lagi.
Bisa dipahami, jika seseorang ada dalam keinginan daging maka segala sesuatu yang dilakukan bertentangan dengan pikiran dan perasaan Roh Kudus sehingga Roh Kudus didukakan. Walaupun tindakan atau perilaku seseorang baik dan tidak melanggar norma umum di mata manusia, tetapi tidak mencapai standar kesucian yang Allah kehendaki.
Tuhan menghendaki setiap orang percaya berperilaku segambar seperti Kristus hidup dan mengikuti jejak-Nya (Roma 8:29 ; 1 Petrus 2:21), proses ini bisa terwujud jika seseorang terus mengisi pikirannya dengan kebenaran Injil yang Tuhan Yesus ajarkan dan hidup dipimpin oleh Roh Kudus dan mentaati-Nya.
Allah tidak berkenan kepada mereka yang hidup menurut daging. Dalam hal ini kita menemukan bahwa Allah yang berdaulat, secara mutlak menghendaki kesucian orang percaya seperti kesucian-Nya. Itulah sebabnya Allah berkata: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus (1 Petrus 1:16). Allah menghendaki agar orang percaya mengenakan kodrat Ilahi atau mengambil bagian dalam kekudusan-Nya.
Di zaman Perjanjian Lama, hidup dalam daging masih bisa diterima, yang penting mereka tidak melanggar hukum Taurat. Tetapi di zaman Perjanjian Baru, standarnya adalah sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus.

Sebagai umat Perjanjian Baru, kita bersyukur sebab kepada kita Tuhan Yesus menganugerahkan kesempatan dan potensi untuk dapat memiliki kesempurnaan seperti Tuhan sendiri (Roma 8:29).
Hal ini tidak dapat diperoleh umat Perjanjian Lama, siapapun mereka. Tokoh-tokoh hebat dalam Perjanjian lama seperti Abraham, Musa, Daud dan lain sebagainya tidak memiliki anugerah seperti umat Perjanjian Baru.
Sehebat bagaimanapun mereka, tetap tidak akan dapat melebihi keunggulan umat Perjanjian Baru yang hidupnya diberi fasilitas keselamatan yaitu penebusan oleh darah Tuhan Yesus, diberikan Injil kebenaran kerajaan Allah, disertai Roh Kudus yang mengajar, memimpin dan menuntun kepada segala kebenaran yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus, dan melalui segala hal orang percaya digarap oleh Tuhan, dalam segala peristiwa dihidupnya Tuhan menyempurnakannya sehingga dapat menjadi anak-anak Allah yang mengenakan kodrat Ilahi.
Itulah sebabnya kepada umat Perjanjian Baru Tuhan Yesus memerintahkan agar mereka menjadi sempurna seperti Bapa di surga.
Umat Perjanjian Baru dapat memiliki kecerdasan atau cara berpikir seperti Tuhan sendiri, hal ini memang dikehendaki oleh Tuhan dan tentu bagi mereka yang mau mengasihi Tuhan, menghidupi kebenaran Injil dan hidup didalam pimpinan-Nya melalui Roh Kudus. Itulah sebabnya dalam Kekristenan tidak dibutuhkan syariat-syariat atau peraturan-peraturan agama pada umumnya, sebab dengan mengenal dan menghidupkan Injil yang diajarkan oleh Tuhan Yesus didalam hidupnya, hidup didalam kasih dan kesediaan hidup dipimpin oleh Roh Kudus dimana orang percaya selalu mengenakan pikiran dan perasaan Kristus maka kecerdasan roh atau spirit dari Roh Kudus membuat orang percaya dapat memahami kehendak Allah ; apa yang baik, berkenan kepada Allah dan yang sempurna untuk dilakukan sebagai irama hidup secara permanen.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar