Selasa, 25 Juli 2017

POLA KEHIDUPAN KEKRISTENAN YANG SEJATI


Matius 6:19-21
19 "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
21 Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.

Umat Perjanjian Baru adalah umat yang akan mewarisi Kerajaan Surga, yang pikirannya harus tertuju kepada perkara-perkara yang “di atas” bukan yang di bumi. Panggilan umat Tuhan hanya satu, yaitu mengumpulkan harta di surga bukan di bumi. Pemenuhan kebutuhan jasmani harus diajarkan sebagai hal yang tidak rumit. Solusinya harus ditemukan sendiri dalam kehidupan dengan kerja keras dan sikap bertanggung jawab (Tuhan pasti berkati), bukan diselesaikan dengan berdoa meminta mujizat Tuhan.
Kalau kita membaca banyak kejadian ditulis didalam Alkitab bahwa Tuhan Yesus banyak sekali mengadakan tanda mujizat, itu semua dilakukan Tuhan dengan maksud untuk memberitakan Firman Allah/Injil Kerajaan Surga bisa diberitakan kepada orang-orang yang belum percaya, kepada orang-orang yang belum mengenal kebenaran dan mempertegas bahwa Ia adalah Mesias yang datang yang dijanjikan oleh Allah bagi bangsa Israel.
Kita harus menempatkan dengan benar bahwa doa adalah dialog kita dengan Tuhan, mencari, mengenal, menemukan kehendak-Nya untuk dilakukan, semakin melekatkan diri dengan erat menjadi sahabat-Nya yang memberi diri melakukan apa saja yang Ia inginkan.
Doa dan pelayanan pelayan Tuhan tidak ada artinya kalau jemaat tidak bertobat, kerja keras dan bertanggung jawab.
Apa yang ditabur masing-masing pribadi akan dituainya. Di sini yang sangat penting adalah jemaat diajar bagaimana menabur dengan baik. Bukan menabur uang, tetapi menabur dalam roh, yaitu perbuatan sesuai dengan Roh Kudus (Galatia 6:8).
Prinsip tabur tuai ini tidak boleh diisi dengan isi yang berbeda dengan konteks Alkitab, atau apa yang dimaksud oleh Alkitab.
Pengajaran yang mengajarkan bahwa jemaat kalau memberi mendapat imbalan, bahkan berkali lipat, merupakan ajaran yang tidak membangun sikap hati yang benar di hadapan Tuhan karena bisa mengarahkan jemaat untuk memakai Tuhan sebagai sarana mewujudkan segala keinginan dan ambisi dan hawa nafsunya, padahal umatlah yang harus memberi diri dipakai oleh Tuhan sebagai sarana-Nya, alat-Nya untuk melakukan kehendak dan rencana-Nya atas dunia ini.

Gereja tidak boleh merangsang jemaat untuk memperoleh sebanyak-banyaknya dari apa yang disediakan dunia ini dan memberi kesan bahwa ingin kaya bagi kepentingan diri sendiri itu diperbolehkan. Kenyataan ini tidak dapat dibantah dengan bukti nyata seperti yang kita saksikan di banyak gereja. Mereka mengajarkan doa Yabes agar Tuhan meluaskan tanah dan daerahnya, memberkati umat dengan berkat yang berlimpah.
Dalam hal ini kita harus membedakan panggilan umat perjanjian lama dan umat perjanjian baru sangatlah berbeda.
Doa Yabes akan sangat efektif pada zamannya, yaitu jaman Perjanjian lama di mana pola pikir bangsa Israel atau umat Perjanjian Lama terfokus pada pemenuhan kebutuhan jasmani. Yang dipahami oleh mereka adalah mengenai berkat akan tanah dunia yang berlimpah susu dan madu sebab selama bertahun-tahun lamanya kehidupan bangsa Israel diperbudak oleh bangsa mesir.
Dan memang Allah perlu memberkati dan memelihara mereka dengan memberi hukum-hukum-Nya serta berkat jasmani bagi yang taat kepada-Nya supaya bangsa itu tidak punah sebab dari bangsa Israel harus keluar seorang Mesias yang menyelamatkan dunia dari kebinasaan dosa (Yohanes 4:22).
Tetapi anak-anak Allah di zaman Perjanjian Baru dipanggil untuk mewarisi langit baru dan bumi yang baru. Oleh sebab itu doa yang diajarkan adalah Doa Bapa Kami : Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya (Matius 6:11).
Di sini kita menemukan prinsip bahwa “makan untuk hidup supaya dapat menggenapkan rencana Allah, dan bukan hidup untuk makan supaya bisa memuaskan keinginan daging”.

Jemaat harus puas berkenaan dengan kebutuhan jasmani, tetapi selalu haus dan lapar akan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.
Tanpa merasa puas dan cukup dengan apa yang ada, maka jemaat tidak akan mencari Tuhan dengan benar.
Ingatlah Ibadah harus disertai rasa cukup (1 Timotius 6:6).
Mengikut Tuhan Yesus harus berani seperti Tuhan Yesus, yaitu tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Lukas 9:58).
Ini bukan berarti membuat orang percaya menjadi miskin.
Justru ketika seseorang tidak melekatkan hatinya kepada kekayaan dunia ini, maka Tuhan dapat memercayakan hal-hal yang besar dari Dia untuk kemuliaan-Nya.
Orang percaya yang memiliki sikap hati yang benar pasti rajin bekerja, jujur, dan produktif, sehingga tidak menjadi beban bagi orang lain atau tidak menjadi benalu bagi sesamanya, tetapi menjadi berkat bagi banyak orang.
Dengan kehausan dan kelaparan akan kebenaran, jemaat terpacu atau terdorong untuk bertumbuh dalam mengenal kebenaran dan mengenakan kebenaran sebagai bagian dari proses “kloning”.
Proses kloning di sini adalah pelatihan yang Tuhan lakukan agar anak-anak-Nya bisa berkata : hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus yang hidup di dalam aku (Galatia 2:19-20) dengan kata lain umat percaya menyediakan diri dengan rela dan sukacita memberikan pikirannya, tenaganya, hartanya dan seluruh potensi hidupnya untuk hidup bagi Tuhan, melakukan apa yang berkenan kepada Allah dan mengasihi sesamanya.
Inilah sebenarnya tujuan inti pelayanan, setiap individu dikuasai oleh Kristus, sehingga kehidupan Kristus nyata dalam hidup mereka. Dengan demikian gereja memproduksi manusia-manusia seperti Kristus. Dalam hal ini keberhasilan gereja adalah melahirkan orang-orang yang berkarakter Kristus.

Gereja menjadi “Sekolah Alkitab” yang mendidik jemaat menjadi pelayan-pelayan Tuhan hasil dari pendewasan dan peragaan pribadi Kristus dan bukan umat-umat yang manja yang berkelas peminta-minta berkat, mencari Tuhan karena mengingini dompetnya Tuhan. 
Seluruh kegiatan gereja harus memiliki esensi pelayanan dimana umat dibentuk menjadi pelayan-pelayan Tuhan/murid-murid Tuhan yang memberikan hidupnya untuk melayani kehendak Tuhan didalam hidupnya dan bagi sesamanya.
Untuk menyelenggarakan hal ini hamba/pelayan Tuhan harus masuk proses cloning terlebih dahulu, dengan demikian seorang pelayan Tuhan bisa meng”impact” atau mengimpartasi “jiwa atau semangat hamba Kristus” kepada jemaat yang dilayani.
Inilah sukarnya mengiring Tuhan dan sukarnya menjadi pelayan Tuhan, bukan hanya pada penderitaan fisik, tetapi seluruh kehidupan yang diserahkan kepada Tuhan sehingga seseorang tidak bermilik sama sekali, sebab seluruh miliknya dipersembahkan bagi Tuhan demi kepentingan Kerajaan Surga.
Hanya demikian seorang pelayan jemaat dapat menampilkan kehidupan Yesus, sehingga kehidupannya menjadi pola dimana jemaat juga membangun diri mereka untuk mengikuti teladan Kristus.

Kolose 3:2-3
2 Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.
3 Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar