Lukas 15:19-21
19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.
Pertobatan yang benar kepada Tuhan dalam ayat ini diawali oleh kesadaran betapa berbedanya keadaan orang yang dekat dengan bapa dan yang jauh dari bapanya (Lukas 15:17). Hal ini menjadi gambaran bagi kehidupan umat pilihan Tuhan, baik bangsa Israel maupun orang percaya.
Sering kali bangsa Israel meninggalkan Tuhan dan berbakti kepada Allah lain, kemudian Tuhan menghukum mereka dengan keadaan yang sulit.
Mereka disadarkan betapa sengsara keadaan hidup orang yang jauh dari Tuhan dan betapa nikmatnya keadaan hidup orang yang ada dalam ketaatan kepada Tuhan. Kemudian mereka bertobat karena keadaan yang sukar tersebut.
Di sini orang Israel berbalik kepada Tuhan karena kesulitan jasmani yang didatangkan Tuhan.
Berbeda dengan orang percaya, seharusnya orang percaya berbalik untuk bertobat kepada Tuhan karena masalah kerohanian atau soal keselamatan kekal.
Jadi, dalam konteks pertobatan hidup umat Perjanjian Baru perbedaan tersebut bukan pada berkat jasmani, tetapi menyadari bahwa mereka belum/sedang tidak hidup dalam kasih persekutuan dengan Tuhan Yesus Kristus dengan sepenuh hati dan segenap hidup.
Mereka belum bisa menempatkan Tuhan Yesus ditempat yang tertinggi didalam hidupnya.
Mereka masih memberi nilai tinggi terhadap hal hal yang ada didalam dunia ini, sukacita mereka masih tergantikan oleh barang fana, kesenangan, kehormatan, dan fasilitas hidup yang sediakan oleh dunia ini. Mereka merasa lebih lengkap dan merasa bahagia jika hidup dalam kelimpahan berkat jasmani.
Mereka merasa tidak menyakiti hati Tuhan sebab mereka berpikir berkat tersebut datangnya dari Tuhan untuk mereka nikmati seindah-indahnya dan sepuas puasnya.
Sejatinya umat perjanjian baru harusnya tidak tersukacitakan oleh karena berkat tersebut namun Pribadi Tuhanlah yang harus menjadi sukacitanya.
Demikianlah Tuhan Yesus berkata kepada mereka yang memiliki sikap hati yang tidak murni dihadapan Tuhan : Yohanes 6:26 Yesus menjawab mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang".
Harus diingat setiap berkat dari Tuhan memuat tanggung jawab didalamnya dan bukan untuk digunakan secara sembarangan.
Jika dalam berurusan dengan Tuhan kita masih memiliki sikap hati yang tidak murni selain karena mengasihi Tuhan dan ingin melakukan kehendak-Nya maka hidup kita di zaman ini tidak ubahnya/tidak ada bedanya dengan keadaan umat Israel yang hanya berurusan dengan Tuhan karena ada kepentingan kebutuhan pemenuhan berkat jasmani. Sikap seperti ini sudah cukup membuat hati Tuhan tersakiti oleh kita.
Tuhan menginginkan umat perjanjian baru harus memberi nilai tinggi Tuhan dari segala yang ada didalam dunia ini, taat kepada Tuhan dan hidup bagi Tuhan sepenuhnya.
Olehnya bukan hal yang tidak beralasan mengapa Firman Tuhan menasehati kita : "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu (Markus 12:30).
Dalam kehidupan umat Perjanjian Baru, kalau pertobatan hanya sekedar menyesal namun tidak disertai dengan sikap berusaha untuk hidup berkenan dan mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh untuk melakukan kehendak-Nya, maka pertobatannya belum terbilang layak dan bisa diterima dihadapan Tuhan.
Sejatinya pertobatan yang benar akan disertai dengan kesadaran penuh bahwa dirinya telah melukai hati Tuhan dan sesamanya sehingga merasa pedih hati (Lukas15:18), kemudian mau berbalik dan bertobat dengan sungguh-sungguh dihadapan Tuhan untuk berusaha hidup berkenan dan melakukan kehendak-Nya didalam hidup ini.
Hendaknya kita tidak merasa bahwa kita tidak melukai hati Tuhan dan orang lain hanya karena tidak melakukan pelanggaran umum dan nyata-nyata merugikan sesama.
Dalam kisah anak yang terhilang didalam Lukas 15:8-32, memang tidak secara langsung si sulung menyakiti hati bapa dan adiknya tetapi sebenarnya si sulung sangat melukai hati bapanya dan si bungsu, dengan sikap si sulung yang tidak suka adiknya pulang dan diperlakukan ayahnya begitu istimewa (Lukas 15:27). Penjelasan di atas ini membuka pengertian kita bahwa pertobatan orang percaya harus berangkat dari kesadaran diri sendiri, bahwa keadaannya jauh dari Tuhan sangat menyakitkan dan dirinya telah melukai hati Tuhan.
Kita harus menyadari betapa buruknya keadaan kita ini di hadapan Tuhan, sampai seharusnya kita merasa tidak layak menjadi anak Allah (Lukas 15:19,21). Harus disadari pula bahwa ketika kita tidak memiliki moral seperti Bapa, maka kita belumlah dikatakan layak menjadi anak-Nya.
Ketika moral kita belum seperti Bapa berarti kita masih belum menyerahkan hati sepenuhnya kepada Bapa kita Yesus Kristus.
Hendaknya kesadaran ini memicu kita untuk melakukan pertobatan yang sungguh sungguh, berjuang menyerahkan hati kita dan segenap hidup kita kepada Tuhan dan hidup bagi Tuhan sepenuhnya, memberi nilai tinggi terhadap Tuhan dari segala yang ada didunia ini, bertumbuh sempurna seperti Bapa kita Yesus Kristus yang adalah sempurna (Matius 5:48). Inilah sejatinya pertobatan orang percaya yang benar dihadapan Tuhan.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar