Minggu, 23 April 2017
HIDUP DALAM MENYANGKALAN DIRI SECARA BENAR
Lukas 9:23-25
23 Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.
24 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.
25 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?
Agenda Tuhan dalam penciptaan awal manusia adalah manusia dapat memiliki hidup yang serupa dan segambar dengan-Nya dalam moral kesucian dan kebenaran-Nya.
Namun manusia yang hidup di akhir zaman ini sedang mengalami krisis gambar diri yang dikehendaki oleh Allah.
Hal ini bukan disebabkan oleh Allah namun disebabkan pilihan dari manusia itu sendiri, sebab manusia diberi kehendak bebas untuk menentukan pilihannya.
Konsep gambar diri setiap orang biasanya dibangun dari apa yang dilihat, didengar dan dialami sejak masa kanak-kanaknya.
Padahal yang dilihat, didengar dan dialami seseorang belum tentu membawanya kepada gambar diri yang dikehendaki Tuhan.
Ternyata bukan hanya pengalaman yang menyakitkan atau yang dianggap negatif yang dapat merusak gambar diri, tetapi pengalaman hidup yang serba nikmat dan nyaman pun (yang dianggap positif) dapat menjadi pemicu rusaknya gambar diri seseorang sehingga lupa dengan hal-hal yang benilai kekal yang harus diutamakan yang kelak akan dibawa dikemah abadi.
Untuk mengembalikan gambar diri, seseorang harus bersedia menyangkal diri (Matius 16:24). Menyangkal diri adalah kesediaan untuk membuang konsep dan segala asumsinya mengenai kehidupan ini; asumsi mengenai keberhasilan, kebahagiaan dan lain sebagainya. Seperti yang telah dijelaskan bahwa konsep mengenai kehidupan sangat memengaruhi seseorang membangun gambar dirinya. Hanya dengan penyangkalan diri maka gambar diri yang salah bisa diganti. Penyangkalan diri artinya bersedia menanggalkan gambar diri yang salah yang tertanam dalam benaknya. Gambar diri seseorang biasanya diperoleh dari apa yang didengar, dilihat dan diserap dari orang tua dan lingkungan. Semua itu membangun konsep gambar diri seseorang.
Selama ini yang dipahami sebagai penyangkalan diri adalah sikap yang menolak perbuatan salah yang dikategorikan sebagai pelanggaran moral, dan kesediaan melakukan hukum yang dianggap sebagai standar moral. Ini sebenarnya belum bisa dikatakan sebagai penyangkalan diri secara permanen.
Penyangkalan diri yang benar adalah sikap yang menolak semua filosofi hidup yang kita telah warisi dari nenek moyang dan lingkungan kita yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.
Bahkan terhadap filosofi yang kelihatannya baik, santun, beradab dan tidak menyalahi hukum secara umum yang berasal dari dunia. Kita harus memiliki prinsip bahwa kehidupan tidak seperti Yesus bukanlah gambar diri yang benar.
Filosofi hidup yang harus dimiliki sebagai filosofi hidup satu-satunya dalam hidup kita adalah "makananku ialah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya yang selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Kristus.
Filosofi hidup yang salah yang diwariskan kepada kita pada umumnya adalah filosofi dunia yang perjuangan arah hidupnya hanya untuk meraih keberhasilan melalui sekolah, kuliah, berkarir, berdagang, mencari nafkah dengan berbagai profesi, menikah, mempunyai anak, membesarkan anak, mencari menantu, ikut membesarkan cucu dan lain sebagainya.
Semua itu dilakukan untuk meraih apa yang disebut sebagai keberhasilan atau paling tidak sebuah kelayakan atau kewajaran hidup. Sesungguhnya, anak-anak Allah dipanggil hanya untuk menyediakan diri mengabdikan diri sepenuh-penuhnya melayani kehendak Tuhan (Lukas 4:8).
Dalam seluruhnya baik makan atau minum, atau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1 Korintus 10:31).
Anak Anak Allah memang harus sekolah, kuliah, berkarir, bisnis, menikah dan lain sebagainya, tetapi semua itu bukan lagi ditujukan untuk pemenuhan kepuasan diri sendiri atau untuk nilai diri namun semuanya itu harus dilakukan bagi Tuhan Yesus, demi bisa lebih efektif untuk pengabdian hidup kita sepenuhnya bagi Tuhan, bagi kemuliaan-Nya yang telah menebus kita dan membeli kita dengan darah-Nya. Inilah hidup dalam penyangkalan diri yang benar dihadapan Tuhan.
2 Korintus 5:15 Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar