Minggu, 25 Juni 2017

MEMBANGUN KEBENARAN DI DALAM HATI NURANI


Lukas 6:45 
Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya."
Orang yang tidak mencuri belum tentu hatinya adalah hati yang tidak suka mencuri. Orang yang tidak berzinah belum tentu memiliki hati yang tidak suka berzinah. Seorang anak yang melakukan suatu perbuatan yang menunjukkan hormatnya kepada orang tua bukan berarti sungguh-sungguh memiliki hati yang menghormati orang tua. Hal ini bisa terjadi sebab ketika seseorang berbuat baik dan menghindari perbuatan salah, ia memiliki seribu satu motivasi atau alasan.
Bisa saja karena faktor-faktor tertentu yang mendesak seseorang berbuat baik. Seperti misalnya seseorang tidak mencuri atau tidak berzinah karena takut dihukum atau tidak memiliki kesempatan dan berpeluang untuk bisa mencuri dan berzinah.
Seorang anak melakukan suatu perbuatan yang mengesankan ia menghormati orang tua, pada dasarnya ia berbuat demikian karena mau memperoleh sesuatu dari orang tuanya.

Seharusnya perbuatan baik dilakukan seseorang karena didorong oleh motivasi hati yang benar. Motivasi yang benar tersebut mestinya telah permanen berkuasa atas dirinya, yaitu di dalam hati nuraninya.
Dalam hal ini, hati nurani merupakan pusat dari motivasi seseorang melakukan segala sesuatu. Hati nurani adalah sumber penggerak dari segala tindakan yang dilakukan seseorang. Kalau seseorang berpura-pura baik, padahal motivasi hatinya tidak baik, cepat atau lambat pasti nyata di mata manusia lain bahwa ia seorang yang jahat. Hal ini tidak dapat disembunyikan terus menerus. Dengan demikian seorang anak Tuhan dituntut untuk selalu mengeluarkan sesuatu yang baik yang berangkat dari hati nurani yang tulus mengasihi sesamanya, dan bukan karena ada motif-motif tertentu yang tidak murni dibaliknya tindakannya.
Hati nurani yang mengasihi sesama inilah kebenaran yang Tuhan kehendaki untuk terus dibangun dan ditampilkan didalam kehidupan sebagai umat percaya kepada Tuhan Yesus.
Hati nurani yang telah terbangun atau terbentuk sesuai dengan kebenaran Tuhan yang murni dapat menjadi hati nurani seperti yang terdapat didalam Tuhan Yesus.
Di sini barulah bisa dikatakan bahwa roh (neshamah) manusia adalah pelita Tuhan. Orang seperti ini pasti dapat memancarkan pribadi Tuhan Yesus didalam kehidupan disekitarnya.

Hati nurani ini dibangun secara bertahap dalam kurun waktu yang pasti panjang yaitu melalui proses kehidupan setiap hari.
Untuk ini seorang anak Allah harus memiliki perjuangan yang konkret untuk membentuk hati nuraninya. Misalnya kalau seseorang mau memiliki hati nurani yang lemah lembut, tidak cukup membaca buku atau mendengar khotbah mengenai kerendahan hati.
Memang konsep mengenai kerendahan hati harus ditemukan dari Injil, tetapi setelah itu dalam kehidupan setiap hari melalui segala peristiwa, ia harus belajar dari Roh Kudus yang menuntunnya kepada segala kebenaran. Bapa memakai segala peristiwa untuk membawa orang percaya kepada “jiwa yang rendah hati” seperti yang dikehendaki-Nya, yang juga ada pada diri Tuhan Yesus.
Misalnya jika seseorang berdoa dan meminta kepada Tuhan agar Tuhan mengajarkan hidup-Nya dan kerendahan hati-Nya kepada dirinya, maka Tuhan akan menggarapnya melalui segala peristiwa dihidupnya, tidak heran jika seseorang diijinkan Tuhan mengalami kejadian yang tidak mengenakkan seperti dilukai dengan dimarahi oleh seseorang, mendapat caci maki atau hinaan dan lain sebagainya, sebab tidak mungkin seseorang dapat mengalami perubahan pendewasaan hati nurani tanpa diuji dalam situasi yang nyata yang dialaminya.
Ketika seseorang memilih untuk tidak membalas dengan marah, caci maki ataupun hinaan namun memilih taat kepada kehendak Tuhan untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menyakitinya maka disanalah seseorang dapat memuliakan Tuhan dengan perbuatannya tersebut dan belajar membangun kerendahan hati yang serupa seperti Tuhan Yesus.

Didalam Kekristenan terdapat proses panjang untuk mendewasakan hati nuraninya hingga memiliki hati nurani seperti hati nurani Kristus, hal ini harus di bangun secara ketat dari mendengar Firman Tuhan dalam bentuk logos (pengertian secara nalar atau kognitif), kemudian melalui pengalaman hidup menjadi rhema (logos yang diterjemahkan dalam situasi di kehidupan sehari-hari oleh Roh Kudus).
Roh Kudus berbicara tiada henti menunjukkan bagaimana memiliki sikap hati yang benar seperti Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus tidak mengajarkan sistem agama dengan peraturan dan berbagai macam syariatnya, tetapi Tuhan mengajarkan kepada ssseorang kepada hikmat dan pengertian-Nya untuk mengerti apa yang baik, berkenan dan yang sempurna untuk digelar diperagakan didalam hidup setiap individu anak Tuhan yang mengasihi-Nya.
Itulah sebabnya dalam Kekristenan tidak ada hukum atau peraturan semacam syariat (dilarang ini dilarang itu; jangan begini jangan begitu seperti yang terdapat dalam hukum Taurat). Tuhan Yesus mengajarkan kebenaran Tuhan harus tergores didalam hati nurani setiap orang yang menerima-Nya sehingga yang memahaminya dapat memiliki pengertian, hikmat, pewahyuan dan kecerdasan roh yang seirama dengan kehendak Tuhan.
Tuhan menghendaki nurani dan tindakan seseorang selalu sewarna dan seirama dengan Roh Kudus. Kecerdasan ini akan permanen jika hati nuraninya disediakan untuk selalu mau diajar kebenaran dengan terus diubahkan melalui Injil dan taat untuk dimurnikan oleh Roh Kudus yang memimpinnya didalam segala peristiwa dihidupnya.

Kebenaran yang dilakukan melalui pimpinan Roh Kudus dan diwarnai oleh Injil Kristus itulah yang memerdekakan seseorang. (Yohenas 8:31-32), maksudnya adalah dengan kebenaran itu seseorang mengerti apa yang dikehendaki oleh Bapa. Pengertian itulah kecerdasan roh di dalam hati nuraninya yang bersarang di neshamah-nya (roh-nya).
Jadi kehendak Bapa yang tertulis di dalam Injil harus di mengerti bukan terletak pada syariat dengan segala peraturan atau bentuk harafiahnya, tetapi terletak kepada makna esensinya/inti/hakekat Allah yang menghendaki umat memiliki irama hidup dengan gairah hati nurani Ilahi yang sama seperti diri-Nya. Dengan demikian Tuhan mengajarkan ukuran moral yang bertumpu pada kesucian Tuhan sendiri. Hal ini membuat Kekristenan memiliki kualitas nilai kehidupan yang sangat tinggi dari kehidupan beragama pada umumnya dengan segala peraturan dan syariatnya.

Dengan demikian, cap kebenaran pada hati nurani seseorang tidak mungkin tersembunyi, sebab segala sesuatu terbuka dan telanjang dihadapan Allah, jika seseorang tidak memiliki perjuangan untuk menggores kebenaran nurani hingga serupa seperti nurani Kristus, maka yang menggores nuraninya pasti cap yang berasal dari gairah duniawi yang tentu tidak seirama dan pasti bertentangan dengan kehendak Allah, dengan hal ini tentu nurani yang ada padanya menjadi gelap sehingga membuat kegelapan itu tetap menguasai hidupnya.

Matius 5:8
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar