Rabu, 28 Juni 2017

STANDAR HIDUP DALAM TERANG TUHAN


Yohanes 3:20-21
20 Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak;
21 tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah."

Kejahatan seseorang dimata Tuhan tidak hanya diukur dari perbuatan jahat yang melanggar moral secara umum seperti mencuri, berzinah, membunuh, bersaksi dusta, menyembah berhala dan lain sebagainya.
Tuhan Yesus menegaskan bahwa orang yang berbuat jahat adalah orang yang tidak melakukan kehendak Bapa di Surga (Matius 7:21-23). Inilah yang menjadi tolak ukur kejahatan manusia dimata Tuhan.
Dengan kebenaran ini kita harus menjadi sadar bahwa setiap membuka mata dipagi hari perjuangan hidup kita adalah dapat melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya dengan sempurna.
Untuk bisa mengerti kehendak Bapa, Firman Tuhan (rhema) harus mengisi jiwa.
Hal ini akan membentuk nuraninya, sehingga nurani dalam neshamah-nya dapat menjadi suara Tuhan. Itulah sebabnya pemazmur mengatakan bahwa Firman Tuhan pelita bagi kakinya dan terang bagi jalannya (Mazmur 119:105). Berkenaan dengan hal ini dalam ayat lain pemazmur mengatakan: Karena Engkaulah yang membuat pelitaku bercahaya; TUHAN, Allahku, menyinari kegelapanku (Mazmur 18:29).
Tentu saja kegelapan dalam ayat ini bukan kegelapan secara alam fisik, tetapi gambaran dari seorang yang tidak mengerti kehendak Allah. Alkitab mengatakan bahwa umat pilihan harus merenungkan Firman Tuhan siang dan malam (Mazmur 1:2). Hal ini dimaksudkan agar setiap hari orang percaya menerima Firman (baik logos maupun rhema). Bagi umat Perjanjian Baru kebenaran Injil yang diajarkan Tuhan Yesus membuat seseorang cerdas sehingga bisa mengerti kehendak Allah dengan sempurna.

Kejatuhan manusia ke dalam dosa mengakibatkan manusia berjalan dalam gelap. Berjalan dalam gelap bagi umat Perjanjian Lama berarti tidak hidup menurut hukum Taurat dan tidak menyembah Allah Israel.
Tetapi bagi umat Perjanjian Baru berbeda. Hidup dalam gelap artinya tidak mampu mengerti kehendak Tuhan dengan sempurna. Hal ini terjadi sebab neshamah manusia belum menjadi pelita Tuhan (Amsal 20:27), nuraninya belum terbentuk oleh Firman Tuhan (rhema)(Roma 10:17).
Seseorang tidak akan mendengar rhema kalau tidak belajar logos (Firman yang dimengerti dengan nalar atau kognitif pada waktu mendengar khotbah atau membaca).
Rhema inilah Firman yang keluar dari mulut Allah. Kalau keluar dari mulut Allah pasti keluar dari hati-Nya. Kalau hukum keluar dari dua loh batu yang diturunkan di gunung Sinai yang menjadi dasar semua hukum, peraturan dan perundang-undangan, tetapi firman Allah (rhema) keluar dari mulut Allah dan menjadi hukum kehidupan orang percaya.
Perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan melakukan kehendak atau keinginan Allah (bukan sekadar hukum-Nya, tetapi juga pikiran dan perasaan-Nya).
Jadi kalau dikatakan manusia hidup dalam gelap, untuk ukuran umat Perjanjian Baru artinya manusia tidak sanggup untuk mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya.

Kalau dalam Perjanjian Lama hidup dalam terang artinya hidup sesuai dengan hukum Taurat, tetapi dalam Perjanjian Baru berjalan dalam terang artinya melakukan segala sesuatu sesuai dengan suara yang sesuai dengan kehendak Tuhan dari hati nurani di dalam neshamahnya. Itulah sebabnya orang percaya harus terus menerus mengisi pikirannya dengan Firman Tuhan (logos), dari logos maka lahirlah rhema melalui pengalaman hidup konkret.
Rhema inilah yang mencerdaskan seseorang sehingga dapat memiliki pikiran dan perasaan Kristus yang dibaringkan di dalam dirinya. Sampai pada level ini neshamah seseorang bisa semakin menyuarakan suara Tuhan.
Dalam hal ini sinful nature/kodrat dosa diganti dengan divine nature/kodrat Ilahi.
Perubahan dari kodrat dosa (sinful nature) ke kodrat ilahi (divine nature) berporos pada manusia batiniahnya, yaitu perubahan cara berpikir di dalam nuraninya.
Orang-orang yang diselamatkan dalam Tuhan Yesus Kristus hendak dikembalikan kepada rancangan semula, yaitu menjadi makhluk yang dapat memiliki neshamah yang menjadi pelita Tuhan atau bisa menjadi suara Tuhan sehingga seseorang mengerti kehendak Tuhan untuk dilakukan secara sempurna.
Suara Tuhan di sini adalah suara dari hati Tuhan yang menjadi suara dalam hati nurani. Suara dari Tuhan ini mengarahkan seseorang hidup menurut standar kesucian-Nya dan menularkan kepada orang disekitarnya.

Dengan demikian kita bisa mengerti mengapa Firman Tuhan mengatakan bahwa dalam Tuhan Yesus ada terang manusia, artinya hanya melalui keselamatan dalam Tuhan Yesus seseorang bisa mengerti kehendak atau keinginan Allah dengan sempurna (Yohanes 1:4). Hal ini bisa terjadi sebab neshamah manusia bisa menjadi pelita Tuhan atau suara Tuhan. Dalam hal ini orang percaya harus berjuang untuk memperbarui pikirannya dengan Firman Tuhan (logos dan rhema) tiada henti sampai menutup mata.
Seiring dengan pembaharuan pikiran ini, maka hati nuraninya pun terbentuk menjadi nurani Ilahi. Kalau pikiran diisi dengan filosofi dunia yang porosnya adalah percintaan dunia, maka hati nurani menjadi rusak. Tetapi kalau pikiran selalu diperbaharui oleh Firman Tuhan yang porosnya adalah mengasihi Allah, maka hati nurani orang percaya menjadi hati nurani Ilahi yang peka terhadap kehendak-Nya untuk ditampilkan sebagai irama hidup didalam terang-Nya yang ajaib.

Lukas 11:35
Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar