Jumat, 30 Juni 2017
MEMPERSIAPKAN DIRI BERDIRI DI TAHKTA PENGADILAN TUHAN
Markus 13:33-37
33 "Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktunya tiba.
34 Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penunggu pintu supaya berjaga-jaga.
35 Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi buta,
36 supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur.
37 Apa yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!"
Kematian adalah realitas yang tidak pernah bisa diprediksi kapan terjadi, maka persiapannya harus dilakukan sejak dini.
Selalu sekarang. Untuk ini pertobatan harus dilakukan sekarang, setiap hari dan setiap saat ketika kita menyadari perbuatan salah kita. Sebenarnya inilah yang dimaksud dengan berjaga-jaga dan berdoa tiada berkeputusan. Suatu hubungan yang terus dibangun dengan Tuhan. Banyak hal yang bisa diabaikan dan dianggap tidak penting, apa pun harus bisa disingkirkan, tetapi persiapan menyongsong kematian tidak boleh ditunda. Hal ini harus dianggap selalu paling penting dan darurat, sehingga kita selalu mengutamakan hal mempersiapkan diri menyongsong kematian kita. Kita harus selalu berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir kita. Besok tidak ada kesempatan lagi. Jadi setiap kali disebut hari ini, berarti kesempatan yang sangat berharga untuk membenahi diri. Hendaknya kita tidak memberikan waktu berlalu tanpa ada pembenahan terus menerus. Hal ini dilakukan agar kita menjadi lebih berkenan di hadapan Tuhan.
Bila kita membiasakan diri memiliki sikap hidup seperti ini, maka barulah kita memahami dan dapat melakukan apa yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya (Matius 6:33).
Matius 6:33 ini dikemukakan oleh Tuhan Yesus berkenaan dengan panggilan Tuhan atas orang percaya di bumi ini untuk hanya mengumpulkan harta di surga (Matius 6:19-20).
Mengumpulkan harta di surga sama dengan usaha agar hati nurani kita menjadi hati nurani yang benar, yaitu memiliki pengertian-pengertian dari sudut pandang Tuhan atau versi Tuhan (Matius 6:22-23).
Hati nurani inilah harta yang tidak pernah bisa diambil oleh siapa pun. Harta dunia bisa dirusak oleh ngengat dan karat, pencuri bisa mencuri serta membongkarnya, tetapi harta berupa hati nurani yang sesuai dengan Allah ini tidak bisa diambil oleh siapa pun. Dengan hati nurani inilah seseorang dapat mengabdi hanya kepada Tuhan. Dengan demikian kita hanya mengabdi kepada Tuhan saja (Matius 6:24).
Banyak orang yang hati nuraninya tidak diasah oleh kebenaran sehingga ia tidak tahu bahwa sebenarnya di dalam kehidupannya ia masih mengabdi kepada dua tuan. Kalau jujur, kita (sebagai pelayan-pelayan jemaat) juga tidak menyadari, ternyata kita masih mengabdi kepada dua tuan. Setelah kita diasah oleh kebenaran Firman Tuhan, kita baru menyadarinya. Sebelumnya, kita merasa bahwa kita sudah benar-benar “full time” hidup buat Tuhan, ternyata belum. Nurani kitalah yang akan menerangi diri kita untuk melihat seberapa kita murni bagi Tuhan.
Di level seperti Paulus tersebut, barulah kita bisa berkata bahwa kita melayani Tuhan dengan hati nurani yang murni (Kisah Para Rasul 23:1; 24:16).
Maksud melayani Tuhan dengan hati nurani yang murni adalah bahwa dalam hidup ini, khususnya dalam pelayanan, kita tidak memiliki agenda kita sendiri. Semua yang kita kerjakan adalah kehendak dan rencana Tuhan.
Yang bisa mengerti bahwa dirinya memiliki agenda sendiri atau tidak adalah seorang yang hati nuraninya telah diterangi oleh Tuhan. Banyak orang merasa bahwa ia telah hidup untuk Tuhan sepenuh hati dan sepenuh waktu dan merasa memiliki hubungan dengan Tuhan dengan hanya berbicara mengenai Tuhan melalui pengetahuan Theologia yang ia miliki, padahal membicarakan keindahan berlian bukan berarti seseorang sudah memiliki berlian tersebut.
Hubungan dengan Tuhan harus dialami melalui penurutan kita kepada pimpinan-Nya setiap hari untuk melakukan seluruh keinginan-Nya, dan bukan hanya sekedar menjadi komsumsi pikiran belaka.
Orang yang hati nuraninya belum dewasa, selain tidak peka terhadap diri sendiri, ia juga tidak jujur terhadap diri sendiri.
Seharusnya orang yang sudah menjadi anak Allah hidup di dalam pemerintahan Kerajaan Allah yang dibuktikan dengan hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah setiap saat, melayani perasaan-Nya, itulah sebabnya Doa Bapa Kami berbunyi: Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga (Matius 6:10).
Jadi, kalau seseorang tidak memiliki gaya hidup mendahulukan Kerajaan Surga yaitu mencari kehendak Tuhan untuk dilayani dan dilakukan setiap hari, berarti ia hidup dalam kerajaan kuasa kegelapan. Hendaknya kita tidak berpikir kalau hari ini kita tidak melakukan suatu pelanggaran moral, juga telah mengambil bagian dalam pelayanan bahkan menjadi seorang pendeta, bukan berarti kita pasti sudah hidup dalam pemerintahan Allah. Belum tentu!, Hidup dalam pemerintahan Allah terselenggara ketika seseorang memalingkan diri dari kepentingan diri dan segala hawa nafsu dan kesenangan pribadi kemudian hidup hanya untuk kesenangan Tuhan semata-mata. Berjuang terus untuk mengerti apa yang Tuhan kehendaki dalam hidup ini dan melakukan dengan sungguh-sungguh serta melayani Tuhan tanpa batas. Inilah harga mahal hidup sebagai anak-anak Kerajaan yang harus sangat berbeda dengan dunia ini. Hal ini bisa terjadi atau berlangsung secara permanen dan tidak akan berubah, jika hati nuraninya sudah diubah menjadi hati nurani Ilahi.
2 Korintus 5:9-10
9 Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.
10 Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.
Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar