Kamis, 08 Juni 2017

PENTINGNYA MEMILIKI KEBENARAN DALAM BATIN


Matius 23:26-28
26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih.
27 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.
28 Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.

Banyak orang tidak mempersoalkan kebenaran di dalam batin dan merasa tidak perlu mengawasi diri sendiri secara serius, sebab dengan melakukan hukum moral secara umum seseorang sudah merasa diri benar.
Inilah yang dilakukan oleh ahli-ahli taurat dan orang-orang Farisi. Mereka membersihkan bagian luar tetapi bagian dalamnya penuh kotor, mereka seperti kuburan yang terlihat tertata bagus dan cantik dibagian luarnya tetapi dalamnya penuh tulang belulang (Matius 23:26-28).
Berkenaan dengan hal ini, Paulus menasihati anak rohaninya, Timotius untuk mengawasi bukan saja pengajarannya tetapi juga dirinya sendiri (1 Timotius 4:16  Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau).
Kata awasi dalam teks aslinya adalah Epecho (ἐπέχω). Kata ini juga bisa berarti memegang teguh, menjaga, memberi perhatian dan memperbaiki.

Seseorang bertekun sungguh-sungguh mengerjakan keselamatannya dengan takut dan gentar maka ciri utama yang dimunculkan adalah ia harus selalu memperbaiki dan membenahi sikap, watak, karakter didalam dirinya dihadapan Tuhan secara terus menerus.
Untuk itu ia harus mengawasi dirinya sendiri dengan sungguh-sungguh dimulai dari pikiran yang dimunculkan, perkataan yang hendak ia ucapkan dan tindakan atau keputusan yang hendak ia ambil apakah benar-benar Tuhan berkenan didalamnya.
Mereka yang tidak berjalan dalam kebenaran adalah orang yang memanjakan dirinya dengan menuruti apa yang diingininya tanpa memperdulikan apa yang diingini oleh Tuhan dan apa yang dirasakan Tuhan terhadap dirinya. Bagaimana seseorang bisa mengerti apa yang diingini oleh Tuhan kalau tidak memiliki kesediaan untuk melakukan apa yang diingini-Nya.
Orang yang tidak bergumul untuk mengerti apa yang diingini oleh Tuhan didalam hidupnya maka Tuhan pun tidak perlu memberitahukan kepadanya apa yang Dia ingini (Yesaya 57:17).
Orang-orang seperti ini berjalan dalam gelap.
Berjalan dalam gelap bukan hanya berarti hidup dalam pelanggaran moral tetapi tidak mengerti kehendak Tuhan untuk dilakukan (Matius 7:21-23).

Dalam Lukas 18:9-14 ditunjukkan suatu perumpamaan yang memuat sindiran yang ditujukan terhadap sikap hidup orang Farisi yang selama itu dipandang sebagai manusia suci yang berstandar moral tinggi.
Pemungut cukai dibenarkan, tetapi sebaliknya orang Farisi tidak. Di sini jelaslah bahwa Tuhan meneliti sikap hati seseorang lebih dari fakta lahiriahnya. Kesombongan yang bertakhta di hati orang Farisi telah menghapus segala kebaikan lahiriahnya.
Tetapi sebaliknya, kerendahan hati dan pertobatan pemungut cukai menghapus segala kebejatan yang nampak pada fakta lahiriahnya.
Sifat dosa secara batiniah tidak selalu mudah diketahui oleh manusia, tetapi Allah mengetahui dan menghakimi gerak batin itu sama seperti Ia mengetahui dan menghakimi perbuatan-perbuatan lahiriah.
Oleh karenanya dalam Alkitab berkali-kali ditulis bahwa Tuhan adalah Tuhan yang menguji batin atau hati manusia (Mazmur 139, Yeremia 17:10, 20:12, Wahyu 2:23).
Tuhan bukan saja memperhatikan apa yang kelihatan tetapi juga yang tidak kelihatan (1 Samuel 16:7).

Dalam Matius 5 Tuhan Yesus menguraikan tentang “golden foundation/pondasi emas” yang sama dengan kodrat ilahi yang diperuntukkan bagi warga Kerajaan Surga.
Dari beberapa contoh yang dikemukakan Tuhan Yesus, kita menemukan tekanan Tuhan padahal batiniah : Menurut dunia konsep membunuh kalau seseorang menghabisi nyawa orang lain, tetapi hukum yang diberlakukan bagi anak Tuhan adalah kalau seseorang membenci saudaranya ia adalah seorang pembunuh. Dalam Matius 5:21-22, kemarahan yang memuat kebencian dan kecaman yang bermuatan kebencian dikategorikan sejajar dengan pembunuhan.
Dalam 1 Yohanes 3:15 Firman Tuhan berkata: seorang yang membenci saudaranya adalah seorang pembunuh.
Larangan membunuh bukan saja berorientasi pada pembunuhan secara lahiriah atau badan. Pembunuhan bisa terjadi ketika seseorang membenci sesamanya.
Dalam hal ini penghakiman untuk orang percaya menggunakan ukuran yang berbeda.
Dan Tuhan akan menghakimi seseorang dimulai dari sikap batiniahnya (Roma 2:16
Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus).

Tuhan Yesus sendiri tegas mengatakan bahwa  sikap hati yang negatif terhadap sesama pun sudah berkategorial dosa di mata Allah (Matius 5:21-26; 1 Yohanes 3:15).
Tidak mengasihi sesama atau membenci sesama adalah tindakan pembunuhan di mata Allah.
Tuhan memberikan hukum ini untuk umat Perjanjian Baru, warga Kerajaan Surga yang memiliki Roh Kudus yang memungkinkan seesorang untuk melakukan hukum ini dengan benar dan sempurna. Harus diakui bahwa sebelum pembunuhan jasmaniah terjadi pada umumnya selalu diawali dengan sikap hati yang negatif terhadap sesamanya.
Kemarahan, dendam, sakit hati dan perasaan negatif lain adalah pemicu sebuah pembunuhan badan.
Tuhan memanggil kita untuk membuang segala perasaan negatif yang merupakan dosa di mata Allah, walau belum merupakan tindakan yang kelihatan di mata sesama (Efesus 4:26; Kolose 3:8).

Tuhan menguji batin, artinya Ia sangat mempersoalkan keadaan batiniah seseorang. Ia memperkarakan keadaan batiniah seseorang. Tentu Tuhan menghendaki agar sikap batiniah kita sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya.
Ia bukan saja mampu menangkap dosa-dosa lahiriah yang dilakukan manusia pada umumnya (secara lahiriah), tetapi Ia juga sanggup menangkap gerak perasaan yaitu sikap batin yang tidak lurus di mata-Nya.
Orang Kristen yang dewasa akan mempersoalkan bukan saja dosa-dosa umum yang dikenal orang beragama, tetapi sikap batinnya yang tidak menyukakan hati-Nya.
Mari kita berusaha untuk mengerti apa yang diinginkan Tuhan berkenaan dengan sikap hati kita yang masih bengkok di mata-Nya.
Jangan hanya berusaha untuk membenahi perbuatan lahiriah kita namun perbaiki juga sikap batiniah kita.

Mari kita bereskan sikap batin kita yang belum didapati berkenan dihadapan Tuhan sebab Tuhan menghendaki manusia batiniah kita bertumbuh dalam kedewasaan, senantiasa mengenakan kesucian dan kebenaran-Nya.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar