Kamis, 24 Agustus 2017

BERINTEGRITAS DALAM KEJUJURAN DAN KEBENARAN


Matius 5:33-37
33 Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.
34 Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,
35 maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar;
36 janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambut pun.
37 Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.

Kejujuran adalah bagian dari menjaga kekudusan diri dihadapan Allah.
Jujur didefinisikan sebagai Hati yang lurus; tidak berbohong atau berkata apa adanya, tidak curang atau mengikuti aturan yang berlaku, tulus iklas; tidak munafik atau bermuka dua.
Jadi, jujur adalah sikap moral yang sejati, yang berasal dari hati yang bersih, lalu diterjemahkan ke dalam tutur kata dan perbuatan. Kejujuran tidak datang dari luar, melainkan datang dari dalam hati manusia ketika seseorang mengakui kebenaran Allah.
Dalam Alkitab, Tuhan telah menetapkan dengan sangat jelas, bahwa berdusta, menipu, dan mencuri itu salah (Keluaran 20:15-16; Imamat 19:11-13).
Tuhan mengulangi ketetapanNya ini sepanjang sejarah. Tuhan menghukum mati Akhan yang tidak jujur (Yosua 7:11), Tuhan juga menghukum mati Ananias dan Safira yang berbohong (Kisah Para Rasul 5:3-4). Siapa saja yang tidak jujur melawan Tuhan karena hal itu melanggar ketetapan-Nya.
Kejujuran tidak akan berbohong.
Alkitab mengatakan, “Karena itu saudara-saudara semuanya, jangan lagi berdusta. Berkatalah benar yang satu dengan yang lainnya” (Efesus 4:25).
Berkata dusta adalah kekejian bagi Tuhan (Amsal 12:22).

Dalam Matius 5 yang isinya dikenal sebagai golden rule (undang-undang emas), Tuhan Yesus menyinggung mengenai sumpah. Dalam Matius 5:33-37 Tuhan Yesus mengajarkan agar orang percaya memiliki integritas dalam kejujuran.
Oleh sebab bersumpah adalah suatu perbuatan yang di dalamnya seseorang memanggil atau menggunakan nama Tuhan, di mana Tuhan sebagai saksi utama untuk meneguhkan atau menyuguhkan kebenaran atas apa yang seseorang nyatakan atau janjikan, maka orang percaya harus benar dalam hal ini. Sebenarnya ada dua macam sumpah, yaitu :
Pertama sumpah promissoir.
Ini adalah sumpah yang mengandung janji-janji, misalnya dalam sumpah yang dituntut dari seorang pegawai pemerintah pada waktu diangkat dalam jabatannya.
Dalam sumpah ini seseorang berjanji hendak melaksanakan kewajibannya sebaik-baiknya. Kedua, sumpah assertoir.
Ini adalah sumpah yang meneguhkan kebenaran suatu keterangan yang diberikan. Sumpah jenis ini dilakukan dalam hukum pidana, hukum proses, hukum sipil, hukum tentara dan lain-lain, yakni kalau seseorang dipanggil untuk memberi kesaksian.

Tuhan tidak menghendaki orang percaya mengangkat sumpah sebagai sarana untuk menipu atau mengelabui sesamanya.
Apa yang dikemukakan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 5:33-37 harus dipahami dengan benar. Untuk itu kita harus meneliti dengan benar maksud larangan sumpah dalam teks atau ayat tersebut. Sebenarnya konteks ayat tersebut adalah integritas kejujuran yang harus dimiliki orang percaya.
Yang hendak ditekankan dalam ayat tersebut adalah “sumpah dusta” atau upaya untuk menutupi kebenaran dengan mengangkat sumpah. Ada beberapa ayat dalam Perjanjian Baru yang berbicara mengenai sumpah.
Di mana Allah ditampilkan sebagai saksi (Matius 26:63-64; 2 Korintus 1:23; 1 Tesalonika 2:5).
Di dalam ayat-ayat ini tidak ada indikasi bahwa mengangkat sumpah di hadapan pemerintah itu salah. Yang penting dalam mengangkat sumpah adalah orang percaya tidak boleh berdusta. Dalam menjadikan Allah sebagai saksi ketika seseorang menyatakan suatu kesaksian, kesaksiannya harus benar. Dan dalam memberi kesaksian tersebut, ia harus hidup dalam kebenaran dan kesadaran dalam hati.

Orang percaya harus dapat membedakan mana yang benar dan yang tidak benar.
Dalam hal ini orang percaya tidak akan mengucapkan sumpah untuk membela suatu kejahatan atau demi kepentingan individu atau kelompok sehingga mengorbankan keadilan.
Dalam mengangkat sumpah, orang percaya harus menegakkan keadilan.
Dengan demikian orang percaya dapat tampil sebagai saksi keadilan.
Bila seseorang mengangkat sumpah, namun ternyata ia tidak memenuhi kewajibannya (sumpah promissoir) atau menyatakan suatu dusta (sumpah assertoir), maka berarti ia telah menyebut nama Tuhan dengan sia-sia. Selanjutnya kesetiaan kepada sumpah harus dibatasi dan ditentukan oleh kehendak Allah. Tuhan tidak menghendaki kita mentaati sumpah secara mekanis, otomatis, dan terpaksa. Tetapi ketaatan kepada kewajiban dan pengakuan kebenaran kita harus dibangun di atas kesadaran bahwa kita adalah hamba Tuhan yang harus mengabdi kepada Tuhan semata-mata dan menjadi hamba kebenaran.

Menjunjung tinggi kejujuran sama dengan menjunjung tinggi kebenaran Allah dan menghormati Allah, sebab Allah itu jujur. Kebenaran adalah bagian dari apa yang ada didalam diri-Nya dan sebagai anak-anak Allah, kita di tuntut untuk memiliki moral yang sama seperti yang Allah kehendaki, kudus seperti Dia kudus.
Dia adalah Allah yang tidak akan mungkin berdusta (Titus 1:2), dan “Allah tidak mungkin berdusta” (Ibrani 6:18).
Karena Tuhan itu benar, berdusta merupakan pelanggaran terhadap sifat-Nya.
Karena Tuhan itu benar, menipu merupakan perlawanan terhadap diri-Nya. Karena Tuhan itu benar, mencuri adalah penghinaan terhadap diri-Nya.
Karena Allah itu benar maka semua yang keluar dari dalam hati haruslah lurus dan penuh dengan kejujuran.
Dengan demikian maka merupakan sifat-Nya yang menetapkan kejujuran sebagai kebenaran-Nya, dan ketidakjujuran, penipuan, dan pencurian ditetapkan-Nya sebagai kejahatan dimata-Nya.
Kejujuran ditetapkan Tuhan agar manusia kembali memiliki moral ilahi sebagai anak-anak Allah yang sudah sepatutnya mengembangkan hidup yang berkodrat ilahi.
Batasan yang Tuhan buat untuk menjaga agar kita bahagia, sejahtera dan aman.
Tuhan tahu betapa bahayanya jika kita melanggar batasan yang Tuhan sudah tetapkan. Tuhan sangat tahu bahwa kita akan sengsara jika kita keluar dari ketetapan Allah.

Amsal 14:2
Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang yang sesat jalannya, menghina Dia.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar