Selasa, 08 Agustus 2017

PERUMPAAAN "BENIH YANG JATUH DI TANAH BERBATU"


Matius 13:5-6, 20-21
"Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.
Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.
Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.
Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad".

Dalam perumpamaan tentang penabur, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu ialah yang mendengar firman, menerima dengan gembira, namun kemudian murtad ketika ada penindasan dan penganiayaan karena firman itu. Di dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Firman Tuhan jatuh di tanah yang bercampur dengan batu. Masalahnya sebenarnya bukan pada batunya, melainkan karena tanahnya tidak banyak (ayat 5). Jadi benih bertunas, namun karena tidak cukup dalam masuk ke tanah, pada saat kena terik matahari, benihnya mati.

Ini merupakan fenomena orang Kristen baru, yang percaya Injil tetapi tidak memiliki motif yang benar sehingga tidak berakar kuat dan tahan sebentar saja, hal ini dikarenakan berbagai sebab seperti mengikut Tuhan Yesus hanya sekedar mencari kesembuhan dan hanya ingin mencari penyelesaian masalah ekonomi, dan lain sebagainya tanpa bergumul untuk menjadi pribadi seperti yang Tuhan ingini atau yang dikehendaki oleh Tuhan (Yohanes 2:23-25). Mereka tidak peduli dengan Pribadi Tuhan yang memiliki kehendak dan rencana yang harus diketahui dan dipenuhi sebagai orang percaya atau anak-anak Allah.
Ia menerima Injil sebagai kabar baik yang hanya dapat menyelesaikan masalah-masalah lahiriahnya belaka.
Namun ketika berusaha mendalaminya, ia baru menyadari bahwa Injil yang benar itu mengharuskannya memikul salib dan menyangkal dirinya yang siap ikut menderita bersama dengan Kristus apapun keadaannya. Ketika ia menghadapi aniaya kecil seperti hinaan atau celaan, atau penindasan seperti kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan akibat status Kristennya, ia merasa Kekristenan ternyata terlalu berat untuk dijalaninya. Maka ia pun meninggalkan Kristus.

Untuk mencegah diri kita menjadi tanah yang berbatu, kita harus belajar beberapa hal.
Pertama, menyadari bahwa Kekristenan bukan sekadar status di KTP, melainkan menjadi murid Kristus yang mau diubahkan terus menerus hingga semakin serupa seperti Kristus, apa pun risikonya.
Kedua, menerima Kekristenan sebagai jalan hidup dan bukan agama semata atau bahkan sambilan.
Kekristenan mengharuskan kita mengikuti jejak Tuhan Yesus menjadi saksi-Nya yang hidup didalam kebenaran, mencari jiwa yang terhilang untuk diselamatkan, memikul salib dan menyangkal diri hidup sebagai murid-murid yang tidak lagi serupa dengan dunia ini.
Ketiga, memperbanyak penggalian Alkitab setiap hari agar Firman Tuhan itu dapat berakar dalam diri kita.
Penggalian kebenaran Alkitab tidak bisa menjadi sambilan, sebab seperti akar tanaman yang tidak pernah absen menyuplai nutrisi, maka kebenaran itu menyita seluruh hidup kita. Dengan kebenaran yang berakar, ketika panas terik penindasan datang, kita tetap teguh berdiri di pihak Tuhan kita Yesus Kristus.

Matius 5:10-12 Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar