Rabu, 16 Agustus 2017

MEMBERI DIRI UNTUK DIMURIDKAN


Matius 11:29-30
29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.
30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan."

Dalam banyak bagian di dalam Alkitab Tuhan Yesus mengajarkan kepada orang percaya untuk memiliki hubungan pribadi yang sangat eksklusif dengan diri-Nya. Misalnya kalau Tuhan berfirman :” Belajarlah pada-Ku".
Ini berarti setiap orang percaya harus belajar langsung dari Tuhan.
Dalam kesaksiannya secara implisit nampak bagaimana Paulus belajar dari Tuhan mengenai banyak hal yang tidak dapat diajarkan manusia kepadanya (Galatia 1:15-19; 1 Korintus 11:23; 2 Korintus 12:1). Pengalaman pribadi seperti ini harus dialami setiap individu, barulah sungguh-sungguh menjadi murid Tuhan. Salah satu bukti atau ciri orang sungguh-sungguh menjadi murid Tuhan Yesus yaitu akan semakin seperti Tuhan. Untuk ini setiap orang percaya memiliki hak istimewa untuk dimuridkan langsung oleh Tuhan. Bagai seorang penjunan Tuhan akan menggarap setiap umat pilihan menjadi pribadi seperti yang dikehendaki-Nya.
Tanpa pertemuan dua pribadi yaitu Tuhan Yesus dengan masing-masing individu, maka tidak akan terbangun manusia Allah seperti yang dikehendaki-Nya.

Kalau Firman Tuhan mengatakan bahwa : “…manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Keluar dari mulut Allah berarti sesuatu yang keluar dari hati-Nya.
Ini bukanlah Firman dalam arti “pengetahuan didalam nalar saja” tetapi menjadi “rhema” (ῥῆμα).
Kalau Tuhan Yesus adalah Logos yang menjadi manusia, Rhema adalah suara Tuhan Yesus yang menuntun orang percaya untuk dapat menuju kedewasaan seperti Tuhan Yesus. Rhema lebih berarti perkataan (utterance or thing said ; pernyataan atau mengatakan sesuatu), pasti hal ini berkenaan dengan peristiwa atau pergumulan hidup yang sedang dialami seseorang.
Tentu saja rhema masing-masing orang sangat berbeda sesuai dengan pergumulan hidup masing-masing. Sesungguhnya inilah yang bisa mendewasakan karena menjadi makanan rohani.
Hal ini menjawab pertanyaan, mengapa mereka yang sudah belajar banyak Firman di Sekolah Alkitab, pendalaman Alkitab, seminar rohani, KKR dan lain sebagainya tetapi tidak menampilkan kehidupan Ilahi atau tidak dewasa, sebab mereka tidak mendengar suara Tuhan langsung dari hati-Nya (rhema) atau tidak sungguh-sungguh bergumul belajar kepada Tuhan secara langsung setiap hari dan menemukan kehendak-Nya untuk dipenuhi didalam hidupnya.
Dalam hal ini setiap orang tidak cukup hanya mendengar khotbah rohaniwan di mimbar gereja. Kebenaran Firman Tuhan yang didengarnya (logos) harus bersuara atau menjadi suara yang jelas menasihati dalam kehidupannya secara pribadi dalam konteks pergumulan yang dihadapinya. Seseorang harus peka bagian mana dalam hidupnya yang Tuhan mau ubahkan sehingga ia semakin dapat berjalan seiring dengan rencana Tuhan.
Untuk ini setiap orang percaya harus bergumul dengan serius guna menemukan Tuhan secara pribadi.

Dalam usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya semula, manusia harus memberi diri digarap oleh Tuhan sebagai responnya.
Tanpa respon yang memadai, maka proses dikembalikannya seseorang ke rancangan Allah semula tidak akan terwujud dalam kehidupan ini. Respon inilah yang dimaksud dengan iman. Iman bukan sekadar sebuah persetujuan pikiran atau pengaminan akali. Iman bukan hanya di wilayah pikiran, di mana seseorang hanya mengakui status Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Iman adalah tindakan, seperti yang dilakukan oleh Abraham. Abraham disebut sebagai bapa orang percaya sebab hidupnya menjadi pola dengan mana orang percaya membangun imannya kepada Tuhan.
Abraham menerjemahkan atau mewujudkan imannya dengan tindakan-tindakan, yaitu dimulai dari kesediaannya meninggalkan Urkasdim dan kaum keluarganya, untuk menemukan negeri yang memiliki dasar dan dibangun oleh Allah sendiri (Ibrani 11:8-10).

Orang yang mendengar dan menerima berita Injil harus memberi diri dimuridkan untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus, yang adalah prototipe manusia yang dikehendaki oleh Allah. Untuk layak menjadi murid Tuhan Yesus atau bisa diubah oleh Tuhan Yesus, seseorang harus meninggalkan segala sesuatu (Lukas 14:33).
Sama seperti Abraham meninggalkan Urkasdim dan kaum keluarganya, orang percaya juga harus meninggalkan dunia dengan segala kesenangannya.
Maksudnya bukan untuk mengasingkan diri, namun tidak menjadi serupa dengan dunia ini dalam hal tujuan hidup dan cara bagaimana menyelenggarakan hidup dihadapan Allah.
Proses pemuridan ini adalah proses untuk menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus, dan merupakan pergumulan sepanjang hidup. Hidup sebagai orang percaya hanya untuk perubahan ini.
Hal ini bukan suatu usaha yang berpusat pada manusia (anthroposentris).
Kesempurnaan dalam Tuhan atas diri seseorang adalah tindakan dan keadaan yang selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Ini adalah kehidupan yang berpusat pada Allah (Teosentris).
Justru di sini orang percaya menjadi Teosentris secara benar. Tuduhan bahwa pengajaran mengenai kesempurnaan membuat seseorang menjadi anthroposentris, menunjukkan ketidakpahamannya terhadap kebenaran ini.

Setiap orang percaya memiliki hak istimewa untuk dimuridkan langsung oleh Tuhan.
Dan mestinya memang setiap orang percaya harus memberi diri untuk dimuridkan oleh Tuhan secara langsung sehingga ia bukan hanya menjadi umat yang percaya, tetapi menjadi umat yang dipercayai oleh Tuhan dalam proyek penyelamatan jiwa-jiwa untuk dikembalikan kepada rancangan dan kehendak Allah yang semula dimana Allah menghendaki kita menjadi serupa seperti Tuhan kita Yesus Kristus.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar