Jumat, 02 Desember 2016
MEMAHAMI PERINTAH MENGAMPUNI DAN MENGASIHI MUSUH
Matius 5:44-45
44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
45 Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.
Seringkali kita berkata kepada Tuhan bahwa kita telah melepaskan pengampunan kepada orang yang telah menyakiti hati kita.
Jangan anggap enteng perintah untuk mengasihi musuh, sebab banyak orang mengatahui hal ini namun pada peragaannya banyak dari orang percaya belum mampu mengasihi musuhnya dengan hati yang benar-benar murni mengasihi musuhnya.
Kita harus benar-benar memeriksa dengan jujur dihadapan Tuhan, jangan-jangan kita masih menaruh bagian terkecil kekesalan, kebencian, dendam, amarah terhadap seseorang yang telah menyakiti hati kita.
Hal ini harus segera dibereskan sampai benar-benar tidak ada lagi ganjalan didalam hati mengenai masalah tidak bisa mengampuni.
Sebab Firman Tuhan berkata sangat jelas bahwa : Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.
Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu (Matius 6:14-15)
Tuhan Yesus memberikan contoh agar para murid melihat dengan jelas bagaimana menjalani hidup yang benar yang sesuai dengan ajaran-Nya.
Tuhan Yesus mengutip penafsiran keliru para pemimpin agama Yahudi akan Taurat, dan memberikan penafsiran-Nya yang benar dan berotoritas.
Ia menegaskan motivasi di balik melakukan Taurat, yaitu etika hati/sikap hati.
Tuhan Yesus menentang penafsiran yang sempit dan yang membuka peluang untuk dosa.
Seperti halnya "membunuh" bukan semata-mata perbuatan fisik yang dipandang kejahatan dimata Tuhan, namun marah dan memfitnah terhadap sesama juga bisa dikatakan sebagai kejahatan dosa yang bisa berujung mendatangkan penghukuman kekal (Matius 5:21-26).
Adalah munafik bila melakukan ritual ibadah dengan hati mendendam.
Oleh sebab itu Tuhan mengajarkan orang percaya harus mengampuni musuhnya dan berdoa bagi mereka.
Salah satu ciri dari karakter Tuhan Yesus adalah sikap mengampuni dan mengasihi musuh dengan hati yang tulus kepada mereka yang memusuhi dan menyakiti-Nya.
Dalam banyak kesempatan ketika orang-orang Farisi, Saduki, imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan para pemimpin agama menyerang Tuhan Yesus dengan kata-kata, Tuhan Yesus selalu menanggapi dengan tenang, tanpa sikap perlawanan untuk menyerang mereka.
Tuhan Yesus diserang, tetapi tidak balik menyerang. Tuhan Yesus selalu memberi jawaban-jawaban yang bijaksana sebagai sarana pula untuk menyingkapkan kebenaran.
Peragaan kasih-Nya yang sempurna terhadap mereka yang memusuhi dan menyakiti-Nya, nyata sekali ketika Ia tergantung antara langit dan bumi, yaitu ketika ada di salib. Di atas salib, dari bibir-Nya meluncur doa yang pasti mengalir dari hati-Nya yang tulus: “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dan mereka membuang undi untuk membagi pakaian-Nya” (Lukas 23:34). Ajaran ini tidak terdapat dalam ajaran manapun. Tetapi inilah karakter agung yang harus dikenakan oleh orang yang mau memperagakan kehidupan Yesus di dalam dirinya.
Dalam sejarah kehidupan pengikut-Nya, seorang bernama Stefanus memperagakan kehidupan seperti yang pernah dijalani-Nya. Stefanus menyampaikan khotbahnya di depan anggota Mahkamah Agama, mereka menjadi marah dan menyambut khotbah Stefanus dengan gertakan gigi.
Mereka menyeret Stefanus keluar kota dan melemparinya dengan batu.
Ketika mereka melemparinya, Stefanus berdoa, katanya: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!”.
Dan dengan perkataan itu, Stefanus meninggal (Kisah Para Rasul 7).
Inilah peragaan yang nyata dari Stefanus yang taat menampilkan karakter Tuhan Yesus yang memerintahkan setiap individu orang percaya untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka.
Sikap yang diperagakan oleh Stafanus ini mengisyaratkan bahwa apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ketika mengenakan tubuh daging di Palestina dua ribu tahun tahun yang lalu juga dapat diperagakan oleh orang percaya di sepanjang zaman.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang percaya juga akan menghadapi berbagai perlakuan tidak adil, fitnah, hinaan, sikap menyakiti dan lain sebagainya dari orang-orang yang memusuhi atau berniat jahat. Dalam hal ini orang percaya diajar dan harus belajar untuk mengasihi musuh dan mengampuni mereka.
Keadaan-keadaan tersebut merupakan kesempatan untuk dapat memperagakan kehidupan Tuhan Yesus didalam diri orang percaya.
Ketika orang percaya menghadapi situasi tersebut, berarti orang percaya dipanggil untuk memperagakan kehidupan Yesus di dalam tindakan secara nyata.
Oleh sebab itu keadaan semacam itu hendaknya tidak dipandang sebagai suatu bencana, sehingga bersungut-sungut atau bahkan menjadi marah.
Tetapi kita mengucap syukur karena Tuhan memberi kasih karunia untuk dapat mengenakan karakter-Nya yang agung dalam diri kita melalui keadaan itu.
Olehnya di ayat terakhir di Matius 5, Tuhan Yesus memberikan alasan mengapa kita harus mengampuni dan mengasihi musuh, yaitu supaya orang percaya bisa mengenakan kekudusan hidup yang sempurna seperti Bapa yang di sorga adalah sempurna.
Matius 5:48
"karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."
Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar