Minggu, 06 November 2016
SIKAP HIDUP YANG MEMULIAKAN TUHAN
SIKAP HIDUP YANG MEMULIAKAN TUHAN
Matius 5:16 Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Sikap memuliakan Tuhan sejatinya tidak cukup dengan kata-kata menyembahan yang biasa kita lakukan di dalam kebaktian gerejani.
Sejatinya sikap memuliakan Tuhan adalah sikap hati yang benar di hadapan Tuhan setiap saat untuk selalu menampilkan keharuman terang Kristus lewat perilaku dihidupnya dimanapun ia berada, itulah sikap memuliakan Tuhan.
Sesungguhnya inilah sikap meninggikan dan memuliakan Allah yang benar.
Jadi memuliakan Tuhan didalam kehidupan kekristenan, bukanlah dengan musik dan syair lagu, tetapi sikap hati dan tindakan setiap hari yang selalu dapat memainkan irama penyembahan yang benar yang selalu menampilkan perilaku hidup seperti Kristus telah hidup.
Berkenaan dengan hal ini Paulus menegaskan dengan kalimat : Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu! (1 Korintus 6:20).
Didalam kehidupan orang percaya, cara bagaimana ia menggulirkan waktu dihidupnya adalah tolak ukur apakah ia sedang memuliakan Tuhan atau melecehkan-Nya.
Melecehkan-Nya disini maksudnya adalah ketika seseorang mengaku sebagai orang percaya namun didalam perilaku hidupnya tidak mencerminkan sebagaimana layaknya perilaku anak-anak Allah yang selalu dapat memuliakan Tuhan lewat sikap hidupnya yaitu mencari kehendak-Nya untuk dilakukan dengan setia.
Oleh sebab itu hendaknya seseorang tidak merasa sudah memuliakan Tuhan hanya karena bisa bernyanyi nyanyian rohani, berbahasa roh dan mengikuti liturgi gereja namun ternyata diluar gereja ia belum dapat menampilkan keharuman terang Kristus lewat cara hidup atau perilaku di hidupnya sehari-hari.
Nyanyian hidup orang percaya haruslah setiap waktu melalui sikap hati yang setiap saat selalu mempercayai Tuhan dengan segenap hati dan selalu membawa terang Kristus dimanapun ia berada sehingga lewat kehidupannya ia menjadi berkat bagi sesamanya.
Sikap memuliakan Tuhan Yesus juga bisa kita wujudkan dalam bentuk mempercayai Tuhan sebagai tempat mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Dia.
Ketika Tuhan membawa orang percaya kepada keadaan yang sulit, situasi yang bahaya dan terancam oleh sesuatu hal, maka sesungguhnya di saat itulah ia diberi kesempatan untuk dapat memuliakan Tuhan secara nyata.
Didalam Yohanes 11:1-44 kita menemukan peristiwa Lazarus dibangkitkan oleh Tuhan Yesus dari kematian.
Kasih Marta, Maria dan Lazarus kepada Tuhan Yesus terjalin karena mereka pernah mengalami kasih Tuhan yang besar.
Itulah sebabnya ketika Lazarus sakit keras, Marta dan Maria membagikan pergumulan hati mereka kepada Tuhan yang mengasihi dan yang berkuasa.
Bagi mereka, keyakinan akan kasih Tuhan merupakan sumber kekuatan hati.
Namun, mengapa Tuhan Yesus seolah-olah menunda pertolongan-Nya?
Bahkan timbul kesan bahwa Tuhan Yesus menunggu sampai Lazarus mati.
Dari peristiwa ini, ada pertanyaan yang harus kita jawab, bagaimanakah sikap dan tindakan kita pada saat mengalami masalah hidup yang belum kunjung selesai didalam hidup kita?
Lebih-lebih bila Tuhan seolah-olah menunda pertolongan-Nya dan mengizinkan masalah itu semakin menjadi-jadi?
Dalam peristiwa Lazarus yang dibangkitkan, Tuhan Yesus mengajar Marta, Maria beserta para murid-Nya untuk mengenali diri-Nya sebagai Tuhan yang berkuasa atas maut.
Ada beberapa pesan pengajaran penting yang Tuhan hendak sampaikan :
Pertama, Tuhan hendak mengajar mereka bahwa semua kejadian yang menimpa anak-anak-Nya, ada dalam kendali rencana mulia-Nya, yang semuanya adalah untuk menyatakan kemuliaan Allah (Yohanes 11:4).
Kedua, Dia hendak mengajar kepada para murid untuk selalu bersandar pada hikmat Tuhan dalam merencanakan sesuatu.
Itu sebabnya, ketika para murid mengingatkan-Nya akan bahaya yang akan dihadapi-Nya di Yudea.
Ia menjawab bahwa siapa berjalan di siang hari tidak akan terantuk kakinya (Yohanes 11:9-10).
Artinya, dengan mengikutsertakan Tuhan Yesus sebagai Terang Dunia (Yohanes 8:12) dalam perencanaan hidup dan pelaksanaannya, segala rintangan hidup bisa diatasi.
Ketiga, Tuhan Yesus mengajarkan untuk segala sesuatu ada waktu-Nya Tuhan dan orang percaya harus mempercayakan seluruh hidupnya dengan sepenuh hati percaya kepada-Nya walaupun pada situasi keadaan pada waktu itu belum terlihat tanda-tanda pemulihan.
Keempat Tuhan Yesus mengajarkan para murid-Nya bahwa Ia berkuasa atas kematian. Itu sebabnya, Tuhan menunda keberangkatan-Nya ke Yudea meski Ia mendengar berita tentang sakitnya Lazarus.
Tuhan Yesus sengaja datang setelah Lazarus mati empat hari (Yohanes11:17), untuk mendemonstrasikan kuasa-Nya atas maut.
Jadi kalau suatu saat, kita ada dalam keadaan “seakan-akan” Tuhan meninggalkan kita, kita harus tetap menaruh percaya kepada Tuhan.
Melalui pengalaman kesulitan hidup dan penderitaan, Tuhan mengajar anak-anak-Nya untuk lebih dekat kepada-Nya, lebih taat kepada pimpinan-Nya untuk hidup sebagai anak-anak Allah yang selalu melakukan kehendak Bapa, serta lebih mempercayakan hidup kepada kedaulatan-Nya atas segala sesuatu.
Dengan demikian kita baru bisa memuliakan Tuhan Yesus secara benar.
Demikian juga, dalam segala situasi sulit yang dihadapi dalam kehidupan kita sebagai orang-orang percaya yang hidup tinggal di Indonesia saat ini, dimana kita sering kali mengalami banyak sekali diskriminasi dalam hak kebebasan membangun tempat ibadah bersama/gedung gereja.
Mari kita semua tetap bersehati berdoa untuk pemulihan negara kita Indonesia, kita berserah penuh kepada Kepala Gereja kita Tuhan kita Yesus Kristus yang berdaulat atas hidup kita dan negara kita Indonesia, kita percaya bahwa Tuhan pasti membela umat-Nya yang rindu dan taat mengasihi dan memuliakan Tuhan dengan tanpa batas didalam seluruh wilayah hidupnya.
1 Korintus 10:31 Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.
Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar