Amsal 13:13
Siapa meremehkan firman, ia akan menanggung akibatnya, tetapi siapa taat kepada perintah, akan menerima balasan.
Menjadi seorang yang taat kepada Firman Tuhan adalah ciri dari anak-anak Allah yang mengasihi Tuhan.
Tuhan Yesus adalah role model teladan kehidupan orang percaya dalam hal ketaatan yang benar.
Dalam ketaatan yang dilakukan Tuhan Yesus, nampaklah ketaatan yang sangat tinggi mutunya, sebab dilakukan tanpa pamrih.
Tanpa pamrih di sini maksudnya melakukan sesuatu tanpa niat tersembunyi maupun terang-terangan untuk memperoleh imbalan balik, baik berupa barang maupun sekadar ucapan terima kasih.
Sesungguhnya pelayan Tuhan yang sejati mempunyai ketaatan mengenakan kodrat Ilahi tanpa pamrih, mentaati Firman Tuhan dan memenuhi rencana-Nya sebagai kesukaan dan kebahagiaan dihidupnya.
Ketaatan tanpa pamrih tersebut telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus Kristus, inilah kodrat Ilahi yang harus dikenakan dalam hidup orang percaya (Filipi 2:5-7).
Ketaatan yang benar sebagai orang percaya yang taat kepada Firman Tuhan adalah ketaatan yang tidak berasal dari sikap oportunis, konformisme dan hipokrisi.
OPORTUNIS berarti ketaatan yang berlatar belakang motif keuntungan. Ketaatan yang dilakukan agar hidupnya diberkati Tuhan, dilindungi dari malapetaka. Ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang nilainya sangat rendah.
Ia tidak menempatkan diri sebagai hamba di hadapan Majikan Agung, tetapi sebagai “pedagang” yang hendak mengeruk keuntungan bagi kesenangan pribadi.
Sesungguhnya ketaatan yang sejati tidak menuntut apapun dari Tuhan, sebab kita adalah orang yang berhutang keselamatan kepada Allah yang telah menebus kita dari kebinasaan kekal.
Kita adalah orang-orang yang berhutang kepada Tuhan untuk hidup menurut roh dan bukan menurut daging (Roma 8:12-14), taat kepada pimpinan Roh Kudus adalah hal yang mutlak dan harus tergelar didalam hidup kita sebagai anak-anak Allah.
Orang percaya tidak boleh meragukan pemeliharaan Tuhan yang dashyat mendandani kehidupan umat yang berlindung dan menaruh pengharapan sepenuhnya kepada-Nya.
Sebagai umat yang dewasa, yang harus selalu digumulkan setiap hari adalah agar Roh Tuhan memampukan setiap kita dapat selalu taat kepada pimpinan-Nya dalam segala hal.
Ketaatan secara absolut kepada Tuhan adalah nilai hidup yang kehendaki oleh Tuhan untuk menjadi kodrat yang harus terperagakan bagi orang yang menjadi umat pilihan Allah.
KONFORMISME adalah ketaatan yang tidak teguh, tidak tangguh dan tidak kuat.
Sebab di dalam ketaatan konformisme, masih terbuka peluang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan atau situasi.
Jika lingkungannya salah maka ia akan terpengaruh mengikuti cara hidup yang diserap dari lingkungannya tersebut.
Hal ini menciptakan etika situasi yang sangat kasuistik/situasional.
Konformisme akan melahirkan orang-orang yang tidak memiliki integritas sebagai anak-anak Allah yang dengan militan melakukan kehendak-Nya dan tidak memiliki ketaatan mutlak kepada Firman Allah.
Dalam ketaatan yang bersifat konformisme terdapat unsur permisif/memperbolehkan dosa-dosa yang dianggap kecil diperagakan didalam hidupnya.
Kalau merasa tidak sanggup atau kurang mampu mengatasi masalah dihidupnya, maka mereka masih membuka peluang untuk berkompromi dengan dosa demi dapat mengatasi masalahnya dan mendapat jalan keluar.
HIPOKRISI adalah ketaatan legalistik, artinya menaati hukum Tuhan hanya berdasarkan bunyinya. Melakukan hanya berdasarkan bunyinya. Menaati secara hurufiah dan mengabaikan inti dari hukum atau peraturan tersebut. Sudah barang tentu ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang hanya membenahi atau membereskan bagian “luar” saja (manusia lahiriah) seperti yang telah dilakukan oleh tua-tua Israel, ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi pada zamannya, tetapi tidak memperhatikan/membenahi apa yang ada di dalam yaitu manusia batiniah yang harus diubah dan terus harus diperbaharui oleh Roh dan Firman Allah.
Sesungguhnya ketaatan yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan dari dalam yaitu memperbaharui manusia batiniah dari hari ke sehari (2 Korintus 4:16), ini artinya seseorang dapat melakukan kehendak Tuhan, bukan karena faktor tekanan dari luar (baik dalam bentuk berkat positif maupun ancaman yang menakutkan), tetapi dari hati yang mengasihi Tuhan.
Selanjutnya ketaatan seseorang kepada Tuhan harus didasarkan pada kenyataan bahwa Tuhan memberi hukum-Nya untuk kebaikan.
Perintah Tuhan bukan untuk menyakiti, tetapi untuk menyembuhkan jiwa orang yang rusak, yaitu karakter dan watak atau kepribadian yang sudah rusak. Perintah diberikan untuk membentuk manusia yang berkualitas.
Perintah adalah cermin dari kehendak Tuhan yang kudus dan agung (Mazmur 119:98, 176), agar manusia dapat hidup sebagai manusia dengan segala keagungannya.
Dengan pengertian ini maka akan menggiring seseorang mentaati Tuhan dengan rela dan sukacita, sebab ketaatan tersebut akhirnya juga untuk kebaikan manusia itu sendiri.
Ketaatan kepada Tuhan harus didasarkan pada realita Tuhan memberi hukum-Nya untuk kebaikan, menertibkan kehidupan agar hubungan dengan Tuhan menjadi harmonis dan dengan sesama menjadi harmonis pula.
Ini adalah persiapan untuk masuk Kerajaan-Nya.
KONFORMISME adalah ketaatan yang tidak teguh, tidak tangguh dan tidak kuat.
Sebab di dalam ketaatan konformisme, masih terbuka peluang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan atau situasi.
Jika lingkungannya salah maka ia akan terpengaruh mengikuti cara hidup yang diserap dari lingkungannya tersebut.
Hal ini menciptakan etika situasi yang sangat kasuistik/situasional.
Konformisme akan melahirkan orang-orang yang tidak memiliki integritas sebagai anak-anak Allah yang dengan militan melakukan kehendak-Nya dan tidak memiliki ketaatan mutlak kepada Firman Allah.
Dalam ketaatan yang bersifat konformisme terdapat unsur permisif/memperbolehkan dosa-dosa yang dianggap kecil diperagakan didalam hidupnya.
Kalau merasa tidak sanggup atau kurang mampu mengatasi masalah dihidupnya, maka mereka masih membuka peluang untuk berkompromi dengan dosa demi dapat mengatasi masalahnya dan mendapat jalan keluar.
HIPOKRISI adalah ketaatan legalistik, artinya menaati hukum Tuhan hanya berdasarkan bunyinya. Melakukan hanya berdasarkan bunyinya. Menaati secara hurufiah dan mengabaikan inti dari hukum atau peraturan tersebut. Sudah barang tentu ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang hanya membenahi atau membereskan bagian “luar” saja (manusia lahiriah) seperti yang telah dilakukan oleh tua-tua Israel, ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi pada zamannya, tetapi tidak memperhatikan/membenahi apa yang ada di dalam yaitu manusia batiniah yang harus diubah dan terus harus diperbaharui oleh Roh dan Firman Allah.
Sesungguhnya ketaatan yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan dari dalam yaitu memperbaharui manusia batiniah dari hari ke sehari (2 Korintus 4:16), ini artinya seseorang dapat melakukan kehendak Tuhan, bukan karena faktor tekanan dari luar (baik dalam bentuk berkat positif maupun ancaman yang menakutkan), tetapi dari hati yang mengasihi Tuhan.
Selanjutnya ketaatan seseorang kepada Tuhan harus didasarkan pada kenyataan bahwa Tuhan memberi hukum-Nya untuk kebaikan.
Perintah Tuhan bukan untuk menyakiti, tetapi untuk menyembuhkan jiwa orang yang rusak, yaitu karakter dan watak atau kepribadian yang sudah rusak. Perintah diberikan untuk membentuk manusia yang berkualitas.
Perintah adalah cermin dari kehendak Tuhan yang kudus dan agung (Mazmur 119:98, 176), agar manusia dapat hidup sebagai manusia dengan segala keagungannya.
Dengan pengertian ini maka akan menggiring seseorang mentaati Tuhan dengan rela dan sukacita, sebab ketaatan tersebut akhirnya juga untuk kebaikan manusia itu sendiri.
Ketaatan kepada Tuhan harus didasarkan pada realita Tuhan memberi hukum-Nya untuk kebaikan, menertibkan kehidupan agar hubungan dengan Tuhan menjadi harmonis dan dengan sesama menjadi harmonis pula.
Ini adalah persiapan untuk masuk Kerajaan-Nya.
Ketaatan bukan hanya untuk meraih berkat hari ini, tetapi meraih berkat kekal di dalam Kerajaan-Nya nanti. Bukan untuk investasi dengan Tuhan hari ini, tetapi persiapan hari esok dan kehidupan kekal di kerajaan surga.
Dalam hal ini, Firman Tuhan berfungsi sebagai pelita kehidupan yang menerangi hidup kita kepada segala jalan kebenaran (Mazmur 119:105, 19; 19:9), kepada kehidupan yang berkualitas tinggi sebagai anak-anak Allah dan menuntun kita kepada kekekalan abadi didalam kerajaan-Nya.
Dengan pengertian ini maka seseorang akan rela melakukan Firman Tuhan dengan sukacita, seperti Pemazmur menyaksikan bahwa Firman Tuhan adalah kesukaannya (Mazmur 1).
Ketidaktaatan kepada Tuhan menyebabkan seseorang menjadi cacat dan cemar dihadapan Tuhan, dan kecemaran ini akan memisahkan diri seseorang dari Tuhan.
Kalau manusia mengakui Allah adalah Penguasanya dan Tuannya yang dijunjung tinggi dengan segala kehormatan, maka ia dengan rela dan sukacita melakukan segala kehendak-Nya.
Seperti seorang punggawa yang berusaha untuk melakukan kehendak tuannya.
Baginya, melakukan kehendak tuannya adalah kebahagiaan. Demikian juga sebagai umat Tuhan, melakukan kehendak Tuhan adalah sebuah kebahagiaan dan kehormatan sebagai anak-anak Allah.
Menuruti kehendak-Nya dengan setia secara berkesinambungan adalah ibadah yang sejati dan yang dikehendaki Allah (Amsal 3:13; Roma 12:1-2).
Dengan demikian melakukan kehendak Tuhan tidak lagi menjadi beban atau kewajiban yang menyakitkan, tetapi sebagai kebutuhan yang menyukakan hidup.
1 Petrus 1:14-16
14 Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
Ketidaktaatan kepada Tuhan menyebabkan seseorang menjadi cacat dan cemar dihadapan Tuhan, dan kecemaran ini akan memisahkan diri seseorang dari Tuhan.
Kalau manusia mengakui Allah adalah Penguasanya dan Tuannya yang dijunjung tinggi dengan segala kehormatan, maka ia dengan rela dan sukacita melakukan segala kehendak-Nya.
Seperti seorang punggawa yang berusaha untuk melakukan kehendak tuannya.
Baginya, melakukan kehendak tuannya adalah kebahagiaan. Demikian juga sebagai umat Tuhan, melakukan kehendak Tuhan adalah sebuah kebahagiaan dan kehormatan sebagai anak-anak Allah.
Menuruti kehendak-Nya dengan setia secara berkesinambungan adalah ibadah yang sejati dan yang dikehendaki Allah (Amsal 3:13; Roma 12:1-2).
Dengan demikian melakukan kehendak Tuhan tidak lagi menjadi beban atau kewajiban yang menyakitkan, tetapi sebagai kebutuhan yang menyukakan hidup.
1 Petrus 1:14-16
14 Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,
16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
Amin.