Sabtu, 20 Mei 2017

MEMAHAMI ARTI PERTOBATAN


Matius 18:1-3
1 Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?"
2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka
3 lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Kata "Bertobat" dalam teks Yunani adalah "metanoia" yang berarti perubahan pikiran/pembaharuan pikiran.
Pembaharuan pikiran merupakan proses yang mutlak harus terjadi dalam pertobatan sejati. Pertobatan itu sendiri adalah pembaharuan pikiran (metanoia).
Pembaharuan pikiran ini membutuhkan saran Firman Tuhan yang ketat setiap hari.
Tuhan Yesus menyatakannya dengan jelas bahwa manusia hidup bukan hanya dari roti tetapi juga setiap Firman yang keluar dari mulut Allah (Matius 4:4).
Proses pertumbuhan manusia dapat terjadi bila tubuh diberi makanan, demikian pula dengan kehidupan rohani.
Pemberitaan kebenaran bagi jemaat Tuhan merupakan hal yang utama dan penting dalam pelayanan gereja Tuhan.
Hal ini diteguhkan oleh berita dalam Kisah Rasul 6:1-2, bahwa para rasul Tuhan perlu mengutamakan pelayanan pemberita Firman. Kita tidak boleh mengabaikan tanggung jawab untuk bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan atau kebenaran Firman Tuhan. Rasul-rasul menekankan pengajaran Firman Tuhan.

Alkitab berkata bahwa umat Tuhan binasa karena tidak mengenal Allah (Hosea 4:6).
Kalimat "umat Tuhan binasa karena tidak mengenal", dalam teks lain disebutkan “kekurangan dalam mengenal Tuhan” (lack of knowledge).
Mereka binasa bukan karena dosa-dosa fisik seperti yang dikenal secara umum, tetapi “tidak atau kurang mengenal Tuhan“.
Dari pernyataan Hosea ini jelaslah dapat ditemukan peran yang sangat besar pengenalan akan Tuhan dalam kehidupan umat. Ini berarti kemalasan belajar kebenaran Firman Tuhan, yang berdampak kebodohan dan merupakan dosa yang sangat membahayakan.
Pertobatan yang sejati adalah pembaharuan pikiran yang berdampak seseorang tidak serupa atau sama dengan dunia ini (Roma 12:2). Banyak orang tidak mengenal diri dengan benar sebab ia tidak peduli bagaimana dirinya di pemandangan Tuhan.
Ia lebih peduli bagaimana orang memandang dirinya; reputasi, nama baik, penampilan lahiriah yang penuh dengan perhiasan yang menempel di tubuh, baju yang dikenakan, kendaraan, sampai tindak-tanduk yang ditampilkan didepan umum.
Kalau mereka tidak berubah berarti tidak bertobat.

Tidak serupa dengan dunia ini harus dipahami dengan benar. Tidak serupa disini yang terutama bukan pada penampilan lahiriah, tetapi “pikiran” atau “budi”.
Dalam teks aslinya kata "budi" dalam Roma 12:2 adalah nous, yang diterjemahkan mind juga understanding (pengertian).
Bertalian dengan hal ini Tuhan Yesus menyatakan bahwa pikiran Petrus yang tidak sesuai dengan pikiran Allah adalah dari setan (Matius 16:21-23).
Petrus berkata demikian, sebab ia berpikir sama seperti orang-orang Yahudi berpikir. Petrus pikir mengikuti suara terbanyak, ia berpikir bahwa itulah yang terbaik. Dunia telah cemar, suara terbanyak atau gaya hidup kebanyakan manusia pada umumnya, bukanlah ukuran kebenaran.
Inilah yang terjadi dalam hidup banyak orang Kristen hari ini, mereka membiarkan pengertian yang tidak sesuai dengan kebenaran Allah menguasai mereka. Pengertian seperti ini merupakan kendaraan iblis membinasakan umat Tuhan.
Iblis adalah si pencuri yang datang untuk membunuh dan membinasakan, tetapi banyak orang mengira apa yang dipikirkan itu baik untuk dirinya. Kita harus mengenali hal ini dan berkata kepada Tuhan: “Selidikilah aku ya Tuhan.”

Tuhan menghendaki agar kita memiliki pikiran dan perasaan Kristus dalam hidup bersama, sebagai jemaat Tuhan.
Kata “pikiran” dan “perasaan” ini dalam teks aslinya phroneisto, yang didalam terjemahan lain diterjemahkan sikap/attitude.
Dalam hidup bersama atau dalam hidup bersekutu dengan manusia lain yang menjadi pola tindak kita adalah sikap Kristus.
Pikiran dan perasaan Kristus itu diterjemahkan dalam hidup secara kongkrit dalam bentuk ketaatan kepada Bapa dan kesetiaannya merendahkan diri untuk kepentingan orang lain.
Ini adalah hal yang sangat berbeda dengan kebiasaan hidup manusia pada umumnya. Manusia memiliki kecenderungan memerintah, berkuasa, dihormati, disanjung, dipuji (Lukas 22:24-30; Galitia 5:26).
Orang Kristen yang pola pikirnya diubah tidak akan memiliki sikap hidup yang salah.
Arah hidup ditujukan kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya. Ia selalu membenahi diri agar memiliki sikap Kristus, sikap anak Allah yang menyukakan hati Bapa (menyangkal diri).
Turut serta mengambil bagian dalam pelayanan dengan mempertaruhkan segenap hidup tanpa batas bagi kepentingan dan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus (memikul salib).

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar