Sabtu, 27 Mei 2017
CIRI HIDUP YANG MENGUTAMAKAN TUHAN
Filipi 2:6-8
6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Mengutamakan Tuhan artinya mengutamakan kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya.
Mengutamakan kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya berarti mengutamakan kepentingan keselamatan orang lain menyangkut jiwa mereka dari kebinasaan api kekal.
Seorang pelayan Tuhan pasti mengutamakan orang lain.
Yesus Kristus dalam hidup-Nya memiliki filosofi : “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Matius 20:28).
Seorang pemimpin yang melakukan apa yang Tuhan Yesus lakukan, tidak akan berpikir mengenai kebutuhan diri sendiri; mereka hanya berpikir bahwa diri mereka senantiasa harus berguna/menjadi berkat bagi sesamanya.
Memiliki teladan kehidupan seperti Tuhan Yesus menuntut sikap rendah hati untuk menerima siapapun yang dibebankan kepadanya (Matius 11:28).
Kristus telah memberikan contoh kerendahan hati yang paling sempurna ketika Ia disalibkan. Kerendahan hati (humility) seperti yang ditampilkan oleh Tuhan kita Yesus Kristus merupakan kerendahan hati yang paling ekstrem yang telah dibuat oleh-Nya selama mengenakan tubuh manusia daging dua ribu tahun yang lampau.
Semua itu dilakukan demi untuk kepentingan keselamatan manusia ciptaan-Nya sendiri.
Hal inilah yang benar-benar dikatakan dalam naskah Yunani, yaitu mengesampingkan kemuliaan, artinya bahwa Ia memiliki kemuliaan tetapi menanggalkannya (Yohanes 17:4), yaitu: kedudukan sebagai Allah (Yohanes 5:30; Ibrani 5:8), kekayaan yang tak terbatas (2 Korintus 8:9), segala hak surgawi sebagai Yang Mahatinggi (Lukas 22:27; Matius 20:28), dan penggunaan sifat-sifat Ilahi-Nya (Yohanes 5:19; 8:28; Yohanes 14:10).
“Pengosongan diri-Nya” ini tidak sekadar berarti secara sukarela menahan diri untuk menggunakan kemampuan dan hak istimewa Ilahi-Nya, tetapi juga dengan sangat rela menerima penderitaan, kesalahpahaman, perlakuan buruk, kebencian, dan kematian keji yang dianggap kutuk di kayu salib.
Berita-berita tentang ucapan, tindakan dan perbuatan Yesus yang ditulis pada paska kebangkitan Tuhan Yesus dengan konteks kehidupan zaman itu, tidak boleh dianggap sekadar sebagai laporan peristiwa, melainkan harus dipahami sebagai kesaksian iman dengan pesan-pesan misiologis yang diperuntukkan bagi sesama.
Pemahaman tentang kenyataan sikap rendah hati yang ditampilkan Tuhan Yesus, secara esensial dapat terus ditelaah melalui penggalian secara mendalam teks Filipi pasal 2 ini. Seorang yang mengutamakan orang lain, pasti akan terus berusaha bagaimana hidupnya menjadi berkat bagi sesama.
Ia tidak mempersoalkan apakah perbuatannya tersebut dilihat orang atau tidak.
Baginya, kedudukan bukanlah sesuatu yang penting, sebab baginya yang penting adalah kehadirannya berarti bagi semua orang dan dapat menjadi berkat.
Pelayan Tuhan seperti ini akan rela berkorban waktu, tenaga, pikiran, perasaan, dana dan segenap hidupnya demi kepentingan pekerjaan Tuhan.
Ia juga tidak akan bersikap diskriminatif dan nepotisme dalam pelayanan. Jabatan pelayan Tuhan tidak akan dipertahankan hanya karena ambisi untuk menyerahkan kekuasaan gerejani kepada keluarga sendiri.
Dalam Filipi 2:7 tertulis: melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Kata penting dalam teks ini untuk menunjukkan esensi pelayanan Yesus Kristus adalah "mengosongkan" dalam teks Yunani diterjemahkan etapeinosen (εταπεινωσεν).
Kata etapeinosen adalah kata kerja yang memiliki beberapa pengertian, antara lain to abase (merendahkan), humble (rendah hati). Kata tapeino (ταπεινω) dalam Filipi 2:7 hendak menunjukkan kesediaan-Nya merendahkan diri dengan kerelaan.
Hal ini ditegaskan dengan kata "diri-Nya sendiri" heauton (εαυτον), yang juga ada dalam ayat itu yang diterjemahkan “himself”.
Perendahan diri yang dilakukan Tuhan Yesus adalah perendahan diri yang dilakukan dengan sengaja, sadar dan penuh kerelaan.
Hal ini memberi indikasi yang jelas bahwa kesediaan-Nya merendahkan diri bukanlah sekadar kewajiban, tetapi inilah sikap hidup yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mau menjadi murid-Nya. Dan semua ini dilakukan Tuhan karena kasih-Nya yang besar kepada manusia. Dari tindakan pengosongan diri ini, ditunjukkan bahwa semua orang berharga di mata-Nya. Kerendahan hati Tuhan Yesus merupakan pintu terbuka, bahwa Ia menyambut setiap orang yang datang kepada-Nya.
Hal ini berarti bahwa Tuhan Yesus menghargai setiap individu dan tidak meremehkan orang lain.
Dengan demikian kerendahan hati berarti menyadari dan menekankan pentingnya keberadaan orang lain menyangkut keselamatan jiwanya.
Mengenakan kerendahan hati yang diajarkan oleh Tuhan Yesus akan mengangkat diri kita kepada kemuliaan bersama-sama dengan Tuhan Yesus didalam kerajaan-Nya.
Kerendahan hati yang diteladankan/diajarkan oleh Tuhan Yesus ini menuntut orang lain menjadi lebih penting dari diri sendiri.
Dengan demikian seorang pelayan Tuhan Yesus yang sejati adalah seorang yang memiliki kerendahan hati seperti sikap yang telah diteladankan oleh Tuhan Yesus, mengutamakan kepentingan keselamatan jiwa orang lain dan membawanya kepada jalan kebenaran yang ditunjukkan oleh Tuhan Yesus Kristus.
Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar