Sabtu, 16 September 2017
PANGGILAN MEWARISI LANGIT BARU BUMI BARU
Ibrani 11:8-10, 13
8 Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.
9 Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.
10 Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
13 Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.
Tuhan memilih orang-orang yang menerima anugerah-Nya untuk menempati bumi itu dan memerintah masyarakatnya (Lukas 22:28-30). Jadi pada intinya, panggilan sebagai umat pilihan adalah panggilan untuk menempati langit baru dan bumi yang baru. Panggilan ini pertama diterima oleh Abraham (Kejadian 12:1-9; Ibrani 11:8-16).
Kekristenan adalah perjalanan untuk belajar menjadi umat Tuhan yang layak bagi Dia agar dapat menerima warisan langit baru dan bumi yang baru tersebut yaitu menjadi anggota keluarga Kerajaan dan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Itulah sebabnya setiap orang percaya harus mengalami pemuridan (Matius 28:19-20).
Pemuridan ini sama dengan pendewasaan rohani yang membuat umat hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Oleh sebab itu betapa berharganya panggilan yang Tuhan berikan. Panggilan yang tidak dimiliki oleh orang-orang sebelum zaman Yesus, padahal mereka merindukannya (Lukas 10:23-24). Panggilan ini pasti bukan sesuatu yang sederhana. Pasti ini lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan jasmani, sebab kalau mengenai pemenuhan kebutuhan jasmani, umat Perjanjian Lama lebih makmur dari umat Perjanjian Baru.
Seseorang tidak pernah dapat melayani Tuhan tanpa mengerti apa tujuan pelayanan itu. Untuk mengerti inti tujuan pelayanan seseorang harus memahami inti rencana agung Tuhan.
Maksud rencana agung Tuhan adalah menciptakan dunia yang indah dan menempatkan manusia sebagai pengelolanya (Kejadian 1:28). Inilah sebenarnya kehendak Sang Khalik langit dan bumi, Tuhan semesta alam. Tuhan adalah seniman agung yang menikmati hasil karya-Nya, maka ia dapat menilai ciptaan-Nya sungguh amat baik (Kejadian 1:31). Ia tidak mungkin dapat mengatakan “baik”, kalau Ia tidak menikmatinya. Dalam hal ini ternyata Tuhan juga pribadi penikmat yang memiliki nilai-nilai estetika.
Kejatuhan manusia dalam dosa merusak rencana Tuhan dan keindahan ciptaan-Nya. Manusia terpisah dari Tuhan dan bumi terhukum (Kejadian 3:1-24; Roma 3:23). Manusia binasa dan bumi mengalami penurunan grafik kemakmuran, kenyamanan dan keindahan yang akhirnya nanti hancur (2 Petrus 3:10-11).
Bumi yang kita diami ini atau bahkan mungkin gugusan Bima Sakti, galaksi di mana planet Bumi berada, suatu hari pasti menjadi lautan api. Dalam hal ini bukan berarti rencana Allah gagal. Allah tidak pernah gagal dengan apa yang direncanakan (Ayub 42:2).
Tetapi rencana Allah tertunda. Tuhan tetap melaksanakan rencana dan kehendak-Nya tersebut. Tuhan bermaksud menciptakan bumi lain, yaitu langit baru dan bumi yang baru (Yohanes 14:1-3; Wahyu 21).
Inilah proyek akbar dan kekal yang dimiliki oleh Tuhan semesta alam yang harus dipahami oleh setiap umat pilihan.
Tidak memahami hal ini, seorang anak Allah, bahkan seorang rohaniwan besar manapun, tidak pernah menjadi manusia yang rohani.
Dunia dengan segala keindahannya diciptakan Tuhan untuk manusia.
Kita harus dapat menikmatinya tetapi tidak boleh diperbudak olehnya.
Untuk ini orang percaya harus menyangkal diri. Menyangkal diri artinya menolak semua filosofi hidup manusia pada umumnya dan selanjutnya hanya mengenakan filosofi kehidupan anak-anak Allah (1 Petrus 1:18-19).
Filosofi hidup manusia pada umumnya adalah hidup hanya untuk menikmati dunia ini sebagai hal yang utama.
Kalau orang sudah menjadikan kenikmatan hidup sebagai hal yang utama, justru ia tidak dapat menikmati keindahan dunia yang diciptakan Tuhan. Tetapi sebaliknya, ketika seseorang melepaskan diri dari belenggu “menjadikan kenikmatan dunia sebagai hal utama”, maka justru ia dapat menikmati dunia ini dengan benar. Sementara ia hidup, pikirannya hanya ditujukan untuk mewarisi langit baru dan bumi yang baru.
Inilah yang disebut seseorang sedang membangun jiwa kemusafiran, bumi yang sekarang ini adalah hanya tempat menumpang sementara untuk belajar menjadi pribadi anak-anak Allah yang terus disempurnakan sehingga bisa mengenakan gambar diri yang serupa seperti karakter Tuhan Yesus didalam dirinya.
Untuk panggilan mewarisi langit baru dan bumi yang baru, orang percaya harus belajar melepaskan diri dari segala ikatan.
Pertama ikatan dosa, hal ini menyangkut karakter kita yang belum seperti Tuhan kehendaki. Dalam hal ini orang percaya harus sempurna seperti Bapa.
Dan yang kedua adalah melepaskan diri dari belenggu keindahan dunia.
Belenggu keindahan dunia, sama dengan percintaan dunia. Inilah yang disebut oleh Yohanes sebagai keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup (1 Yohanes 2:15-17).
Semua ini bukan berasal dari Bapa, tetapi berasal dari kuasa jahat.
Menanggalkan semua beban ini membuat seseorang berjiwa musafir, inilah jiwa pelayanan yang benar kepada Tuhan.
Jika seseorang memiliki jiwa kemusafiran seperti ini, barulah dapat melayani Tuhan dengan membawa jiwa-jiwa kepada Tuhan. Jika tidak, maka ia menuntun dan membawa orang lain ke arah yang salah bahkan berujung menjadi binasa.
Matius 6:19-20
19 "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar