Sabtu, 30 September 2017

MEMPERLAKUKAN ALLAH SEBAGAI PRIBADI YANG HIDUP


Zefanya 2:1-3
1 Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh,
2 sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN.
3 Carilah TUHAN, hai semua orang yang rendah hati di negeri, yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan TUHAN.

"Bersemangatlah dan berkumpullah, hai bangsa yang acuh tak acuh, sebelum kamu dihalau seperti sekam yang tertiup, sebelum datang ke atasmu murka TUHAN yang bernyala-nyala itu, sebelum datang ke atasmu hari kemurkaan TUHAN". Demikianlah seruan Sang Nabi kepada penduduk Yerusalem. "Acuh tak acuh" berarti tidak menaruh perhatian atau tidak mau tahu. Mereka tidak memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup. Inilah masalah dosa umat pilihan sampai zaman ini. Penduduk Yerusalem cuek terhadap semua nasihat, seruan, kritikan para nabi.
Mereka menganggap sepi nasihat para nabi. Padahal para nabi itu tidak memberikan seruan nasihat atas inisiatif sendiri, melainkan diperintah oleh Allah. Itu berarti mereka juga telah menganggap remeh Allah, yang telah mengutus para nabi itu. Padahal bangsa Israel adalah umat kepunyaan Allah, namun sikap yang dimunculkan adalah sikap yang acuh tak acuh atau tidak memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup.
Padahal, semua nasihat yang ada merupakan bukti kasih sayang Allah terhadap umat-Nya, seperti kasih orangtua kepada anaknya. Ketika anaknya berbuat nakal, tentu orangtua akan menegurnya.
Mengapa? Karena anak itu adalah anaknya sendiri. Itu sudah merupakan kewajiban moral orangtua untuk mengajar, mendidik anak-anaknya agar memiliki sikap yang benar dalam seluruh perilakunya.

Karena itulah, Zefanya menasihati umat untuk mencari Tuhan, mencari keadilan, dan mencari kerendahan hati.
Kata "keadilan" dalam teks aslinya adalah : צדק (tsedeq) yang berarti righteousness (kebenaran).
Tuhan menghendaki umat Israel dengan penuh kerendahan hati mencari Tuhan, mencari kebenaran-Nya yang harus dikenakan, mentaati hukum-Nya, dan hidup dalam penghormatan kepada Allah secara penuh yang dibuktikan dalam ketaatan mereka sebagai bangsa umat pilihan Allah.
Mencari merupakan bentuk kepedulian dan menghormati Allah yang hidup.
Dan kepedulian merupakan kebalikan dari sikap "acuh tak acuh".
Mencari Tuhan berarti berbalik kepada Tuhan, bertobat, dan menghargai Tuhan.
Sebab Tuhan telah menghargai umat-Nya.
Nasihat meski bernada teguran merupakan bentuk penghargaan Tuhan kepada umat-Nya. Karena menghargai umat, maka Tuhan menegur. Sang Nabi mengajak umat untuk menghargai Tuhan.
Caranya dengan menaati kehendak Tuhan dengan melakukan kebenaran-Nya, Untuk itu diperlukan sikap rendah hati.
Mencari Tuhan berarti menganggap Tuhan lebih tinggi, dan menempatkan diri kita dalam posisi lebih rendah. Itu jugalah yang meski kita lakukan selaku umat percaya masa kini.

Seperti yang terjadi zaman Zefanya sejajar dengan zaman sekarang ini, bertapa sukarnya memercayai eksistensi Allah di dunia modern sekarang ini. Hal ini disebabkan oleh karena manusia telah hanyut dengan pengaruh dunia sekitar dengan segala filsafat nihilisme.
Mereka hanya mengangap Allah hanya hadir disaat diruang Ibadah dan di waktu pertemuan doa-doa khusus.
Mereka bebas melakukan hal yang mereka sukai tanpa mempertimbangkan perasaan Allah.
Mereka tidak mempertimbangkan apakah yang mereka lakukan menyenangkan hati Allah atau melukai-Nya.
Keyakinan akan Allah tidak cukup sebuah pengakuan bibir saja. Pengakuan ini haruslah diekspresikan secara konkret dalam kehidupan. Dalam hal ini Yakobus berkata bahwa iman tanpa perbuatan pada hakikatnya adalah mati. Perbuatan seseoranglah yang menghidupi imannya. Seharusnya orang yang percaya kepada Tuhan merealisasikan kepercayaannya semakin jelas dalam perilakunya secara konkret. Tetapi pada kenyataannya, seringkali kita tidak memperlakukan Tuhan sebagai Pribadi yang hidup. Dari mulut bisa saja seseorang mengaku percaya adanya Tuhan, tetapi dalam hidup dan kelakuan sehari- hari tidak menunjukkan bahwa ia mengakui adanya Tuhan. Inilah yang disebut ateis praktis.
Mereka adalah kelompok orang yang tidak menganggap Allah sebagai Pribadi yang patut dihormati. Hal ini terlihat ketika mereka bersikap tidak peduli, acuh tak acuh terhadap perasaan Tuhan dalam mengambil setiap tindakan.
Dalam hal apa dan bagaimana seseorang tidak memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup? Dalam hal ketika mereka hidup tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Mereka tidak memedulikan perasaan Tuhan.
Selain itu, mereka merasa khawatir, takut, cemas dalam menghadapi segala persoalan hidup. Sebab kekhawatiran, ketakutan, kecemasan adalah bahasa orang yang tidak percaya. Seolah-olah Tuhan tidak ada atau kalau percaya Allah itu ada mereka menilai bahwa Allah hadir hanya diwaktu-waktu atau situasi tertentu.
Kalau seseorang menganggap Allah tidak mau tahu dengan kesulitannya, maka sebagai akibatnya seringkali ia lebih bersandar dan bergantung kepada obyek lain dan mulai membelakangi Tuhan. Seseorang dikatakan membelakangi Tuhan adalah ketika ia dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan, tidak melibatkan Tuhan di dalamnya. Sebagai orang percaya kita harus percaya bahwa kuasa Tuhan tetap nyata dan tidak terbatas. Tidak ada perkara yang mustahil bagi-Nya.
Ia adalah Allah yang tidak berubah, dahulu sekarang sampai selama-lamanya. Namun demikian perlu ditambahkan di sini bahwa melibatkan Tuhan bukan berarti mengurangi tanggung jawab dan kerja keras kita, kita harus tetap melakukan tanggung jawab kita melakukan bagian yang Allah percayakan kepada kita.
Oleh sebab itu segala sesuatu yang ada pada kita adalah milik Tuhan dan harus dipergunakan untuk kepentingan Tuhan dan kerajaan-Nya.

Apa yang pernah Allah lakukan dalam sejarah dan sebagian ditulis oleh Alkitab juga Allah kerjakan pada zaman kita di abad komputer ini. Ini berarti manusia modern bisa mengalami Allah secara riil. Ia tidak berubah. Dia adalah Penguasa yang tidak kelihatan yang menentukan segala sesuatu. Pemerintahan dan kuasa-Nya tidak terbatas, di bumi dan di surga. Dia adalah Allah yang hidup, nyata, riil dan yang telah ada dari kekal sampai kepada kekekalan. Dia adalah sahabat yang dapat dan mau dimintai pertimbangan.
Ia adalah Pribadi yang berperasaan. Itulah sebabnya kita harus menjaga dan menghormati perasaan-Nya. Kita harus memperlakukan Allah sebagai pribadi yang hidup.
Dia juga adalah Bapa yang dapat dan mau mencukupi kebutuhan anak-anak-Nya, menghibur, menguatkan, menyembuhkan. Dia adalah pemelihara sempurna, Juru Selamat atas setiap pergumulan hidup ini. Oleh sebab itu harus ditegaskan bahwa hendaknya kita memperlakukan Dia sebagai Allah yang hidup. Orang yang memperlakukan Allah sebagai Allah yang hidup, pasti berusaha untuk bisa melayani Dia dengan segala kekuatan dan kekayaan serta potensi yang ada padanya, tanpa batas.
Ia menyadari segala tindakannya menimbulkan reaksi perasaan Allah sehingga ia selalu memilih tindakan-tindakan yang menyenangkan hati-Nya, berkenan dan sesuai dengan pikiran dan perasaan-Nya.
Orang-orang seperti ini tidak mungkin tidak ekstrim terhadap Tuhan, kerinduannya hanyalah menyenangkan hati Tuhan, melakukan kehendak-Nya dan menyelesaikannya dengan sempurna.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar