Jumat, 21 Oktober 2016

MEMBUNUH POTENSI BERBUAT DOSA


1 Tesalonika 4:7-8
7 Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.
8 Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia, melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga Roh-Nya yang kudus kepada kamu.

Paulus menasehati jemaat Tesalonika agar mereka lebih bersungguh-sungguh lagi melaksanakan hidup yang kudus, berkenan kepada Tuhan, menolak panggilan ini berarti mereka menolak Tuhan.
Ketika setiap kali kita memohon ampun kepada Tuhan atas sesuatu yang dirasakan sebagai suatu kesalahan, maka yang harus dipersoalkan bukan hanya suatu kesalahan yang telah dilakukan tetapi juga keadaan diri yang masih bisa berbuat salah seperti (ketidaktulusan, iri hati, kesombongan terselubung, kebohongan kecil, keramahtamahan yang dibuat-buat, munafik dan lain sebagainya).
Jadi untuk mencapai hidup kudus dan berkenan dihadapan Tuhan kita harus bergumul dengan sangat serius, meminta pimpinan Roh Kudus setiap hari agar kita peka dan dimampukan membuang dan merobohkan potensi diri yang masih bisa untuk berbuat dosa. Memang hal ini adalah hal yang mustahil bagi manusia, tetapi bagi Allah tidak ada yang mustahil (Lukas 1:37).
Jika setiap anak Tuhan meresponi panggilan hidup kudus dihadapan Tuhan maka Roh Tuhan akan senantiasa membimbing mereka yang benar-benar serius mengasihi Tuhan dan memberi diri hidup sesuai dengan panggilan Tuhan ini.
Memang demikian seharusnya orang percaya harus hidup dihadapan Tuhan.

Kesucian hidup dihadapan Tuhan bukan hanya tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah, tetapi keberadaan atau level yang belum seperti yang Tuhan kehendaki. Level itu adalah semakin serupa dengan Tuhan Yesus, hidup seperti Dia hidup.
Kematian Tuhan Yesus di kayu salib menyelesaikan semua akibat dosa yang dilakukan seseorang, tetapi tidak menyelesaikan potensi dosa (hamartia, kemelesetan dari kehendak Allah).
Semua akibat dosa memang telah dipikul Tuhan Yesus.
Tuhan menyelesaikan dengan sempurna di kayu salib, tetapi untuk potensi berbuat dosa kembali dalam kehidupan orang percaya, itu merupakan pilihan dan tanggung jawab masing-masing individu.
Orang yang terpanggil untuk berusaha menyelenggarakan hidup kudus dihadapan Tuhan maka oleh pertolongan Roh Kudus, ia akan di tuntun oleh-Nya kepada segala jalan kebenaran-Nya.
Roh Kudus dihadirkan Tuhan untuk mendidik orang percaya menyelesaikan masalah potensi untuk berbuat dosa, mengikisnya dan membuang semua potensi dosa dalam diri setiap orang percaya untuk kemudian bisa berpikir dan berperasaan seperti Tuhan Yesus, kudus seperti Dia kudus, inilah yang disebut sebagai mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar (Filipi 2:12).
Berpikir dan berperasaan seperti Tuhan Yesus berarti tidak memberi celah sedikit pun terhadap suatu kesalahan baik dari dalam sikap hati maupun perkataan dan perbuatan.
Tuhan Yesus memiliki kesucian yang sangat kokoh, yang akhirnya terbukti ketika Ia taat sampai mati bahkan mati di kayu salib tanpa ada persungutan sedikitpun.
Kekokohan kesucian seperti inilah yang harus dicapai oleh setiap orang percaya. Kita harus merindukan hal ini lebih dari segala hal.
Dengan pengertian ini seseorang akan memahami apa artinya mengalami kehausan dan kelaparan akan kebenaran. Haus dan lapar akan kebenaran di sini maksudnya benar-benar merindukan suatu kehidupan yang mencapai level yang Tuhan Yesus kehendaki atau yang berkenan kepada Allah.
Orang percaya yang demikian ini tidak akan berusaha membangun alasan untuk tidak bisa membangun kehidupan yang kudus dan berkenan dihadapan Tuhan. Baginya kesalahan adalah kesalahan dan itu adalah dosa, tidak ada alasan untuk membelanya dan memakluminya.
Orang seperti ini tidak akan berusaha untuk memiliki nilai diri di hadapan manusia, tetapi ia berusaha untuk mendapat penilaian yang benar di mata Tuhan (2 Korintus 5:9-10).
Dari hal inilah seseorang membangun manusia batiniah yang cemerlang di hadapan Allah.
Inilah usaha untuk mengumpulkan harta di Sorga seperti yang dikemukakan Tuhan Yesus dalam Matius 6:19-20.

Tuhan Yesus akan menuntun kita agar kita menjadi anak-anak yang sah (huios) yang berkeadaan seperti diri-Nya (Ibrani 12:4-9), yang akhirnya kita bisa mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Ibrani 12:9).
Hal inilah yang dimaksudkan oleh Yohanes “supaya mereka menjadi anak-anak Allah”.
Seseorang tidak akan dapat disebut sebagai anak-anak Allah kalau tidak mengambil bagian dalam kekudusan Allah.
Petrus mengkalimatkan hal ini dengan kalimat “mengambil bagian dalam kodrat Ilahi” (2 Petrus1:3-4).
Seseorang dapat disebut sebagai anak-anak Allah kalau mengenakan kodrat Ilahi, luput dari hawa nafsu dunia yang membinasakan.
Setiap kali kita melakukan suatu kesalahan, kita disadarkan bahwa kita masih memiliki “kodrat manusia” yang memuat hawa nafsu dunia yang membinasakan.
Olehnya kita harus memiliki tekad yang kuat untuk masuk kedalam perlombaan yang diwajibkan yaitu membawa hidup semakin serupa dengan Tuhan Yesus.
Perlombaan ini haruslah menjadi satu-satunya kesibukan hidup yang menyita seluruh perhatian dan energi kita.
Hal inilah yang akan mengikis dan membunuh potensi dosa yang ada didalam diri kita.
Inilah persiapan kita masuk kedalam pesta perjamuan kawin Anak Domba, dimana kita sudah berpakaian pesta lengkap dan bersih tanpa bernoda.
Inilah proyek kehidupan yang bisa berdampak kepada kekekalan.
Perlombaan ini hanya dialami oleh orang-orang yang hidupnya memiliki gairah meresponi panggilan Tuhan untuk menyelenggarakan hidup kudus dan berkenan dihadapan-Nya serta dapat menularkannya kepada orang lain, tentu saja mereka kelak akan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus didalam kerajaan-Nya, yaitu kerajaan kekal yang tidak akan pernah berkesudahan.

1 Petrus 2:21-22
21 Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.
22 Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar