Jumat, 05 Agustus 2022

AUTOREFLEKS

Dalam Matius 9:12-13 dikatakan, “Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Pasti semua kita pernah meminta sesuatu kepada Tuhan; baik itu menyangkut masalah kesehatan, keuangan, rumah tangga dan lain sebagainya. Tetapi pernahkah kita sungguh-sungguh memohon belas kasihan Tuhan untuk kesembuhan jiwa kita?  

Mengatakan hal ini, bukan berarti kita sakit jiwa seperti orang gila, yang sekarang dirawat di rumah sakit gila. Tetapi sejatinya, jiwa kita belum utuh, karakter kita belum sesuai dengan kehendak Allah, dan patut kita mempersoalkan hal ini dengan sungguh-sungguh. Bagaimana tahu bahwa kita masih sakit jiwa? Coba teliti, ada autorefleks yang kita miliki, yang memang tidak dipersiapkan tetapi sudah menjadi karakter yang mendarah daging. Auto berarti otomatis dari diri sendiri; refleks berarti tidak disengaja. 

Misalnya dalam percakapankita mau menunjukkan keberhasilan dalam bisnis, kekayaan, merek arloji, pengalaman pernah pergi ke mana-mana. Saat berkendaraan, mobil kita dipotong, maka secara autorefleks marah. Ketika mendengar sesuatu tentang kita atau orang mengucapkan kalimat yang melukai kita, autorefleks tersinggung, sakit hati. Masing-masing kita berbeda, karena kelemahan masing-masing orang juga berbeda. Tetapi kita harus menyadari keberadaan tersebut. Sehingga, autorefleks dari hal yang negatif berubah menjadi hal yang positif. 

Saat ditabrak orang, kita tidak marah lagi, melainkan bertanya, “Ada apa ya? Mungkin perlu ditolong?” autorefleksnya positif. Ketika dilukai orang, autorefleksnya adalah “Tuhan mendewasakan aku. Terimakasih Tuhan.” Kita harus menyadari, bahwa inilah yang harus dibereskan lebih dari masalah ekonomi, masalah kesehatan fisik bahkan lebih dari segala sesuatu.

Maka, sejak sekarang kita harus mulai menggumuli hal ini. Mengapa Tuhan izinkan kita mengalami berbagai persoalan-persoalan hidup? Supaya autorefleks bisa kita kenali; kalau tidak ada masalah, kita tidak tahu di mana kelemahan kita. Dan kalau jiwa kita masih belum utuh, kita tidak layak menjadi mempelai Tuhan. Kita memiliki cacat karakter yang kita miliki dari: yang pertama, gen. Kalau orangtuanya memang orang yang suka tersinggung, mudah sakit hati anaknya juga. Kalau dalam ilmu kedokteran dikenal dengan istilah ‘kromosom,’ yang memberi watak karakter kita. 

Yang kedua, lingkungan. Jika waktu kecil sering diperlakukan tidak adil, maka ketika seseorang membuang muka, kita merasa direndahkan. Padahal belum tentu dia merendahkan, mungkin saja dia tidak melihat keberadaan kita. 

Iblis melihat di mana cacat karakter kita, maka Iblis akan menyediakan umpan sesuai dengan kelemahan kita supaya sakit jiwa kita bertambah, cacat karakter kita semakin akut, semakin parah sampai tidak bisa diperbaiki, dan tidak pernah merindukan Kerajaan Surga. Contoh sederhana, kalau kita disakiti orang, autorefleks kita marah. Tetapi kita berkata, “Tidak apa-apa,” walau masih terpaksa, masih belum tulus. Namun lambat-laun temperamen gampang marah, gampang tersinggung akan makin pudar sampai akhirnya mati. Allah mengizinkan. Bagi Iblis umpan itu membuat sesorang tambah rusak, tetapi Tuhan pakai untuk menyembuhkan. Jadi, kesempatan berbuat dosa sebenarnya juga kesempatan untuk menyenangkan Tuhan, kalau kita tidak melakukan dosa itu. Kita bahkan bisa dibawa kepada satu situasi yang sulit sekali, tidak ada jalan keluar, tetapi itu sebenarnya menyembuhkan sakit jiwa kita.

Menjadi Kristen itu sekolah, dalam persoalan hidup itulah proses belajar dan sekaligus proses perubahan.  Kita harus mengerti dan menjadi cerdas. Semakin besar masalah yang kita hadapi, sebenarnya sebuah proses pemulihan yang diharapkan lebih cepat, supaya kita juga cepat dipulihkan. Ketika kita punya masalah ekonomi, pasti Tuhan tolong, pasti ada jalan keluarnya, pasti nanti akan dipulihkan. Jangan mencari dan memaksa buru-buru memperoleh jalan keluar dari masalah ekonomi. Tetapi cari tahu apa yang Tuhan mau kerjakan dalam hidup kita melalui masalah ekonomi itu.

Tuhan itu kaya, Tuhan punya segala kuasa, Tuhan sanggup menyembuhkan segala penyakit dengan sangat mudah, memberi jalan keluar dengan sangat mudah. Tetapi yang tidak bisa dikerjakan oleh Tuhan tanpa kerelaan kita adalah cacat karakter kita yang harus diubah. Tuhan tidak bisa mengotak-atik, karena ini di luar tatanan Tuhan. Masing-masing orang diberi kebebasan, mau jadi baik atau jadi jahat. Kalau Tuhan bisa mengotak-atik orang masuk surga karena Tuhan, orang masuk neraka pun karena Tuhan, maka ini berarti Tuhan tidak adil. 

Dalam keadilan-Nya, Tuhan memberi kebebasan kepada kita; mau jadi orang baik atau orang jahat, jiwa kita mau sembuh atau tetap sakit, karakter kita mau diperbaiki utuh atau tetap rusak. Masalahnya, banyak orang sibuk dengan banyak kesibukan sampai dia lupa menggarap dirinya, yang hanya memiliki 70 tahun kesempatan. Jangan sampai kita kehabisan kesempatan! Jadi kalau kita datang berurusan dengan Tuhan, kita harus menyadari bahwa kita adalah orang sakit. 

Kita harus menyadari keberadaan kita yang belum utuh, sehingga, autorefleks kita yang negatif berubah menjadi positif.

Selasa, 02 Agustus 2022

TERSERET UMPAN IBLIS

Dunia dan pengaruhnya yang begitu jahat telah menarik banyak orang masuk dalam persekutuan dengan kuasa gelap. Namun sayangnya, banyak orang tidak menyadari keadaan tersebut. Hal yang dijadikan umpan oleh kuasa gelap untuk menyeret manusia adalah materi, kehormatan, sanjungan, kepuasan daging, sehingga mereka terjebak dan terlena dalam keindahan, kenikmatan dunia, serta keinginan daging yang menuntut untuk selalu dipuaskan. Sebagai hasilnya, mereka menjadi terhilang. Hal ini terjadi pada sebagian besar manusia, atau dapat dikatakan bahwa hampir semua manusia berkeadaan demikian. 

Umpan yang digunakan oleh kuasa gelap memang memiliki daya tarik yang begitu kuat sampai-sampai bisa menyeret kita juga, umat pilihan, yang sebenarnya mau sungguh-sungguh mencari Tuhan. Kalau kita tidak militan, tidak ekstrem dan fanatik positif kepada Tuhan, kita akan terbawa dan menjadi bagian dari manusia yang terhilang. Kita tidak bisa dalam keadaan netral. Kita harus menentukan posisi (positioning) kepada satu hal saja: memilih Tuhan. Kita harus berkomitmen untuk tidak mengharapkan kebahagiaan dari apa pun dan siapa pun, selain Tuhan. Sukacita kita hanya Tuhan. Dengan demikian, gairah hidup kita adalah gairah untuk menyenangkan hati Allah. Jika kita memilih dan berkomitmen seperti ini, Allah akan menjadi hidup dan nyata. 

Sebaliknya, orang yang tidak punya komitmen sungguh-sungguh untuk hidup menyukakan hati Allah, maka baginya Allah seakan-akan mati dan tidak nyata, sehingga mereka tidak sanggup menghayati kehadiran Allah dalam kehidupan ini. Benar-benar celaka keadaan orang-orang seperti itu. Kita tidak mau celaka seperti mereka. Kalau kita tidak militan, tidak ekstrem dan fanatik positif kepada Tuhan, kita akan terseret umpan Iblis. Kalau menggunakan istilah yang agak kasar, kita harus “gila-gilaan” untuk Tuhan; hidup sepenuhnya untuk Tuhan. Kita harus addict; kecanduan berat terhadap Tuhan, sehingga kita tidak memiliki kebahagiaan apa pun kecuali Tuhan. Tuhan menjadi kesukaan, kebahagiaan, dan tujuan hidup kita.  

Hendaknya, kita jangan tertarik lagi pada dunia dan segala keindahannya. Kita bisa memiliki pakaian, kendaraan, rumah, fasilitas, dan lainnya, namun semua itu hanya sarana bagi kita dalam menjalani hidup, bukan sebagai kesukaan, kebahagiaan, apalagi sebagai tujuan hidup. Kita mau bertumbuh dewasa, sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Tidak ada pilihan lain dalam hidup ini jika kita mau diterima dalam kekekalan bersama dengan Tuhan. Pilihan kita hanya: Tuhan, Tuhan dan Tuhan! 

Memang, akan lebih sulit bagi orang-orang muda untuk memiliki prinsip ini, karena dunia telah meracuni pikiran dan jiwa mereka. Sulit, tetapi bukan berarti tidak bisa. Anak muda harus berani menentukan dan memilih Tuhan saja, artinya meninggalkan dunia; lari sejauh-jauhnya dari dunia. Pilihlah teman yang baik, yang membawa kita mendekat dengan Tuhan dalam bergaul. Hindari berbagi perasaan, mengakrabkan diri dengan orang yang tidak seiman agar kita tidak tergarami dengan penggaraman yang menuju kebinasaan. Terbataslah dalam berteman, arahkan pikiran hanya kepada Tuhan, dan carilah kehendak serta rencana-Nya. Hendaknya dalam keseharian, jangan tenggelam dengan bermain game, sehingga waktu terbuang dengan sia-sia. Manfaatkanlah waktu lebih baik dengan mencari Tuhan. Jangan lupa membaca Alkitab, mendengarkan khotbah, menyediakan waktu untuk duduk diam di kaki Tuhan, memuji dan menyembah Tuhan. 

Kita harus menentukan positioning kita sejak sekarang. Positioning artinya kita memilih lokasi untuk menempatkan diri. Positioning yang benar adalah kita menempatkan diri di dalam Tuhan. Mari, kita berjuang untuk memiliki kehidupan yang benar-benar tak bercacat, tak bercela, serta berjuang untuk dapat hidup kudus. Selanjutnya, kita benar-benar mau memperkarakan apa kehendak Tuhan dalam hidup kita yang menjadi tugas dan pekerjaan kita. Apa rencana Tuhan yang Ia bebankan, yang dipercayakan kepada kita untuk kita penuhi sehingga hidup kita benar-benar hanya menjadi milik Tuhan. Itulah maksud Doa Bapa kami yang berkata, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Sangat sedikit orang-orang yang mengambil keputusan seperti ini. Tetapi kalau kita berani mengambil keputusan ini, kita pasti menjadi orang yang terberkati, terlindungi, terjaga, dan mulia. 

Bagi yang sudah mulai memasuki usia senja, hendaknya tidak lagi memikirkan hal-hal lain selain kekekalan, dan jangan mengingini apa pun lagi selain berkenan di hadapan-Nya. Mari, kita mengingini Tuhan dan Kerajaan-Nya saja. Semakin hari, hati kita akan makin diarahkan kepada Tuhan dan semakin tidak berselera terhadap apa pun, sebab selera kita hanya ditujukan kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya. Kita hanya punya satu kali kesempatan hidup, dan ini satu-satunya kesempatan dari kekekalan yang Tuhan berikan kepada kita. Kita juga tidak tahu kapan kesempatan ini berakhir. Yang pasti, ada akhir atau ujungnya. Tetapi sebelum kita sampai pada ujung atau akhir perjalanan hidup kita, hendaknya kita sudah memilih Tuhan, dan hidup di dalam persekutuan dengan Dia.

 

Kalau kita tidak ekstrem dan fanatik positif kepada Tuhan, kita akan terseret umpan Iblis.

MANUSIA UNTUK ALLAH

Filipi 2:5-7 mengatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba.” Ia melepaskan hak. Sekecil apa pun, Dia tidak minta. Makanya, Yang Mulia Tuhan kita, Yesus Kristus, bisa mengatakan: “makanan-Ku melakukan kehendak Bapa.” Mari kita menghayati siapa diri kita. 

Di mata manusia pada umumnya, kita seperti orang konyol. Sangat konservatif atau sangat fundamentalis. Tapi memang inilah yang benar, bahwa Allah menciptakan manusia itu untuk diri-Nya, bukan untuk diri manusia itu. Tetapi ketika manusia hidup untuk Allah, bukan untuk dirinya sendiri, maka semua yang Allah sediakan bagi manusia, bisa dimiliki dan dinikmati. Sekarang kita ada di dunia yang sudah jatuh. Kuasa gelap merajalela, daging kita juga sudah mewarisi kodrat dosa, ini berbahaya. Hanya bisa kita lawan dengan satu langkah: melepaskan hak. Yang bisa membuat kita menang hanya melepaskan hak. 

Kita kembali kepada kebenaran yang mungkin dianggap sangat fundamental, konservatif, dan itu ditinggalkan. Mari kita kembali kepada basic: Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, untuk Allah. Segala sesuatu dari Dia, oleh Dia, dan bagi Dia. Ini kalimat mudah diucapkan, tetapi kalau dilakukan, itu merenggut hidup kita tanpa batas; habis. Tapi di situlah keindahan hidup itu. Di situ keelokannya. Jadi, jangan berbantah-bantah, jangan banyak bicara, jangan banyak berteori, jangan berfantasi. Ayo, kita menerima kebenaran ini dengan rendah hati. Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, bukan untuk manusia itu sendiri. Tetapi ketika manusia mempersembahkan hidupnya untuk Tuhan, maka ia akan menikmati segala sesuatu yang Allah sediakan, sebab Allah tidak butuh apa-apa. 

Ketika manusia menempatkan diri di tempat yang benar di mata Allah, maka manusia memiliki dan menikmati segala sesuatu yang Allah ciptakan untuk manusia itu. Mudah sekali mengucapkan kalimat ini, dan betapa sulit melakukannya karena hidup kita akan direnggut. Alkitab sebenarnya sudah jelas mengatakan itu di 2 Korintus 5:14 dan 15, “sebab kasih Kristus yang menguasai kami,” jadi mengerti kasih Kristus yang begitu besar, yang menembus diri kita, “karena kami telah mengerti bahwa jika satu orang;” Yesus maksudnya, “sudah mati untuk semua orangmaka mereka semua sudah mati.” 

Dan Kristus telah mati untuk semua orangsupaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” Praktis, tidak perlu ditafsirkan atau dijabarkan macam-macam. Sudah jelas. Kalau kita mencintai Tuhan secara benar, kita akan mengikut jejak-Nya. Prinsip hidup kita sama dengan prinsip hidup Tuhan Yesus: “makanan-Ku melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” Maka, kita bersedia menjadi peraga Tuhan. “Hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku. Jadikan tanganku sebagai tangan-Mu, jadikan mataku sebagai mata-Mu.” 

Tetapi kalau orang masih merasa memiliki hak, tidak bisa. Pasti ada korupsinya, pasti ada yang dicuri. Kita harus benar-benar jujur memperkarakan ini di hadapan Tuhan. Kalau masih ada sesuatu yang kita anggap besar, apakah itu masalah, kesenangan atau apa pun, selain melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, ada yang salah dalam hidup kita. Lihat prinsip hidup Rasul Paulus yang berkata di dalam suratnya, “Ikutilah teladanku. Ikut aku seperti aku ikut Kristus. Bagiku hidup adalah Kristus.” Kalimat itu biasa diucapkan, dan kita juga sudah sering mendengar. Tapi bagaimana menerapkan, mengamalkan kalimat itu dalam hidup kita? “Bagiku hidup adalah Kristus,” bukan “sebagian hidupku.” Kalau “bagiku hidup adalah Kristus,” berarti memang tidak ada bagian untuk yang lain. 

Dan kalau Paulus berkata, “bagiku hidup adalah Kristus,” patut ia berkata, “hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Kalau seorang pelayan Tuhan tidak sampai pada taraf ini, pasti tidak akan membawa orang ke langit baru bumi baru untuk menjadikan jemaat yang dilayani sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah. Kita ini sebenarnya sudah nyaris terlambat, tapi belum terlambat sama sekali. Memang harus lewat proses. 

Kita pasti punya banyak masalah, tapi masalah itu bisa menjadi batu ujian untuk kita, apakah kita benar-benar memandang bahwa yang menjadi masalah satu-satunya dalam hidup kita itu melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya atau memenuhi rencana-Nya di dalam hidup kita. Sehingga, kita bisa memiliki perasaan krisis. Kita merasa terancam gara-gara ini. Bukan terancam karena sudah punya cukup umur belum menikah, belum punya rumah, dan lain sebagainya. Ini ancaman mengerikan; kekekalan. Lalu kita juga merasa terancam kalau suatu hari kita menghadap Tuhan, ternyata belum memenuhi apa yang Allah kehendaki untuk kita penuhi. Ada rencana Allah yang bukan saja kita harus tahu, tapi penuhi. Maka, tidak ada masalah besar, bahkan tidak ada masalah lain dalam hidup ini kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. 

 

Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, bukan untuk manusia itu sendiri.

LEGALITAS WARGA KERAJAAN SURGA

Kalau suatu saat Tuhan datang kembali, dunia kiamat, atau kita meninggal dunia, baru kita menyadari pentingnya berwarganegara Kerajaan Surga. Sederhana saja, kalau kita pergi ke luar negeri lalu paspor terselip entah di mana, kita pasti merasa panik, karena tanpa identitas, kita akan mengalami kesulitan dan masalah. Terlebih lagi, betapa mengerikan keadaan seseorang yang tidak memiliki legalitas warga Kerajaan Surga. Hari ini, orang tidak peduli dan cenderung meremehkan, serta tidak sungguh-sungguh mempersoalkan apakah dirinya warga Kerajaan Surga atau tidak. Karena hal ini dianggap tidak penting. Ini adalah penyesatan yang berhasil dilakukan oleh kuasa gelap kepada banyak orang yang prinsipnya: “Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati.”

Rasul Paulus mengatakan, “Kalau berdasar pertimbangan manusia, aku sudah melakukan banyak hal, yang seperti dilakukan orang lain.” Orang yang tidak menyadari bahwa manusia itu adalah makhluk kekal yang membutuhkan domisili kekal atau domisili abadi, pasti akan terbawa dengan suasana atau kebiasaan orang-orang di sekitarnya. Tuhan sangat peduli akan hal ini. Itulah sebabnya, Yesus berkata di dalam Yohanes 14:1-3, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Ayat ini berlaku bagi kita yang gelisah. Yang tidak gelisah, maaf, tidak berhak punya ayat ini dan tidak perlu memperhatikannya. Ini hanya untuk orang yang gelisah; orang yang memperkarakan nasib kekalnya. 

Sayangnya, banyak orang tidak gelisah untuk hal ini. Yang digelisahkan adalah hal-hal lain yang tidak pokok; gelisah belum menikah, belum punya anak, belum punya rumah pribadi, penghasilannya kurang banyak, dalam ancaman, dan karena berbagai penyebab lainnya. Mereka gelisah karena penghidupan, tetapi tidak peduli dengan realitas kekekalan. Dan jika Tuhan berkenan memberikan kita kasih karunia-Nya, kiranya Tuhan memberikan kita kegelisahan ini. Ini kegelisahan yang kudus, kegelisahan yang positif. 

“Apa yang akan terjadi dalam hidupku ketika aku menutup mata?” Kalau dunia mengatakan, “Berpikirlah realistis. Kamu masih menginjak bumi. Jadi jangan pikirkan soal nanti. Kamu belum di surga, kamu masih di bumi. Jangan berpikir tentang surga, sebab itu kehidupan yang akan datang nanti,” justru itu tidak realistis. Yang realistis adalah orang yang memikirkan nasib kekalnya. Sebab, kita bukan monyet, kucing, babi, kodok, sapi, anjing, kucing; kita bukan hewan. Kita adalah manusia yang memiliki keberadaan kekal, dan ini harus disuarakan. Jangan sampai kita menjadi orang yang tidak peduli lagi. Terutama mereka yang hidup nyaman, ekonomi baik, memiliki berbagai fasilitas, relasi dengan pejabat, sehingga ia menjadi sombong sampai tidak memikirkan lagi kekekalan dan menganggap bahwa kekekalan itu hanya dipikirkan oleh orang-orang konyol yang tidak memiliki kesibukan hidup, serta dianggap tidak wajar. 

Maka, kita harus mempersoalkan apakah kita benar-benar sudah memiliki legalitas sebagai warga Kerajaan Surga. Kita bisa berkata, “Aku percaya aku anak Allah, dan jika mati masuk surga,” boleh, silakan. Tetapi nanti bisa berbeda keadaannya atau kenyataannya. Sebab di Alkitab, ada orang-orang yang yakin dikenal Allah dan mengenal Allah, namun Tuhan berkata kepada orang-orang ini, “Aku tidak kenal kamu,” ini mengerikan. Itulah sebabnya kita semua harus bisa diungsikan, migrasi ke rumah kita. Bukan rumah kedua, melainkan rumah kita satu-satunya. Di bumi ini, kita hanya musafir.

Kalau kita membaca ayat-ayat berikutnya, ini adalah kegelisahan yang dirasakan murid-murid yang hendak ditinggalkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menyatakan diri akan mati, tetapi bangkit dan naik ke surga. Murid-murid-Nya pun gelisah dan bertanya-tanya: “Lalu, bagaimana nasib kita nanti?” Yesus menenangkan dengan berkata, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Selanjutnya, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal.” Artinya luas, dan memang jagat raya inilah sebenarnya wilayah Allah kita. Jadi kalau kita berkata, “… Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga,” Shamayim (surga) itu tempat yang luas, yang tak terbatas, dan Roh Allah mendiami jagat raya ini. Tidak ada wilayah sejengkal pun yang lolos dari kehadiran Allah. 

Tentu Tuhan Yesus bicara kepada murid-murid dengan konteks berpikir murid-murid yang waktu itu yang “masih sempit,” naif, picik, dan agak primitif. Tuhan Yesus meyakinkan bahwa ada tempat di sana. “Jika tidak demikian, …” Kata Tuhan Yesus, “…tentu Aku mengatakannya kepadamu,” artinya, “kamu harus memercayainya. Kalau kamu tidak memercayainya, kamu menghina Aku, seakan-akan Aku bohong.” Dan jujur saja, hari ini banyak orang Kristen yang tidak menghormati Tuhan. Buktinya apa? Mereka tidak menaruh pengharapan kepada Tuhan yang berjanji bahwa ada Rumah Bapa. Kalimat “Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu” ini seharusnya menarik perhatian kita dan mestinya kita berani menaruh pengharapan kita di sana. 

 

Kita harus mempersoalkan apakah kita benar-benar sudah memiliki legalitas sebagai warga Kerajaan Surga

VISI PELAYANAN

Banyak orang—termasuk mereka yang aktif dalam pelayanan atau kegiatan gereja—yang tidak bisa membedakan dan juga tidak menyadari bahwa apa yang dikerjakan itu tidak memuat visi Tuhan. Jika tidak memuat visi Tuhan, maka kegiatan pelayanan atau kegiatan gereja tersebut pasti menguntungkan individu manusia atau institusi; lembaga gereja. Yang dirugikan, tentu diri mereka sendiri yang melayani atau yang melakukan kegiatan pelayanan itu, sebab pada akhirnya mereka pasti ditolak oleh Tuhan. Kepada mereka Tuhan akan berkata, “Aku tidak kenal kamu.” Dan yang dirugikan lainnya adalah jemaat, orang Kristen atau orang percaya yang menaruh kepercayaan kepada lembaga gereja secara institusi dan individu-individu pelayanan. 

Kita jangan terjebak melakukan aktivitas pelayanan atau kegiatan gereja ini hanya secara teknis, tetapi tidak memiliki visi, spirit atau gairah Tuhan. pasti semua itu dikerjakan tidak di dalam pimpinan Roh Kudus. Yang kita harus mengerti, Roh Kudus itu lembut. Ia pasti berbicara dan menegur. Tetapi kalau pelayan Tuhan atau aktivis tidak peka, maka akan dibiarkan. Saatnya nanti Tuhan akan berkata, “Aku tidak kenal kamu.” Jadi kalau kita tidak sungguh-sungguh peka dengan suara Roh Kudus, tidak membuka diri untuk dikoreksi Tuhan, tidak sungguh-sungguh berinteraksi dan berdialog dengan Allah, kita tidak akan pernah mengenali dengan benar apakah aktivitas pelayanan kita benar-benar memuat visi Tuhan atau tidak. 

Hati manusia itu licik. Kita sering tanpa sadar meliciki diri sendiri. Dalam kegiatan pelayanan kita meliciki diri sendiri, dan tanpa sadar, kita meliciki Tuhan. Menggunakan kegiatan pelayanan sebenarnya untuk kepentingan pribadi. Kalau bukan karena uang, mereka membuka pelayanan, persekutuan doa, misi penginjilan atau apa pun, tapi tidak digerakkan oleh api Roh Kudus. Perlu kita ketahui bahwa Tuhan tidak mencari pahlawan, Tuhan mencari orang yang rendah hati, yang mau mengalir dengan Tuhan setiap hari, dengar-dengaran kepada Tuhan, dan menyenangkan hati Bapa dalam segala hal, barulah kemudian melakukan kegiatan pelayanan. 

Makanya, walaupun kita memberi persembahan uang sebanyak apa pun, tapi kalau hati kita bengkok, itu tidak menyenangkan hati Tuhan. Dan jangan terburu-buru membuat pelayanan A, pelayanan B, membuka jemaat, dll. Bukan tidak boleh. Bagus, jika memang bisa demikian. Tetapi yang pertama yang kita harus lakukan adalah bagaimana kita berjalan dengan Tuhan setiap hari, menyenangkan hati Tuhan, melakukan kehendak-Nya dari hal kecil sampai hal besar, benar-benar tune dengan Tuhan, hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Kita bisa mendengar suara Tuhan dan mengerti kehendak-Nya, supaya kegiatan gereja atau aktivitas pelayanan jangan jadi ‘permainan’ kita. Dalam menyelenggarakan pelayanan, kita sharus membawa visi Tuhan. Dan visi Tuhan itu terfokus pada manusia, yaitu bagaimana manusia itu diubah. 

Jadi, kita bisa mengerti kalau Paulus mengatakan bahwa “baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tapi dengan keyakinan kekuatan Roh. Supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tapi pada kekuatan Allah” (1Kor. 2:4-5). Aktivitas pelayanan dan kegiatan gereja harus punya visi mengubah manusia, supaya iman manusia bergantung pada kekuatan Allah. Dalam kegiatan gereja atau aktivitas pelayanan, harus memuat misi Tuhan, rencana Tuhan, dan sekali lagi, visi Tuhan adalah mengubah manusia. Kalau hanya secara teknis, manusia tidak akan berubah sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Maka, pemberitaan Firman Tuhan harus disampaikan dengan keyakinan akan kekuatan Roh. Dan untuk kekuatan Roh ini, seorang hamba Tuhan harus hidup di dalam pengurapan Tuhan setiap hari. Ia tidak boleh hanya penuh Roh Kudus pada waktu mau berkhotbah. Dia harus penuh Roh Kudus setiap hari, dan hidup di dalam pengurapan.  “Oleh kekuatan Roh,” dan ini tidak boleh dilakukan setengah-setengah. Jadi, sementara dunia sedang menarik orang sebanyak-banyaknya menjadi rusak dan serupa dengan dunia, gereja pun harus aktif menarik orang untuk dibawa ke Kerajaan Allah. Jika tidak, maka banyak yang akan terhilang

Dalam menyelenggarakan pelayanan, harus membawa visi Tuhan.

UMAT PILIHAN YANG LUAR BIASA

Kalau kita membaca Efesus 1:4, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, …” Jadi kita itu ditentukan: terlahir jadi orang Kristen, entah menikah dengan orang Kristen, entah karena satu dan lain hal menjadi Kristen. Itu ditentukan Tuhan. Tapi jangan berpikir ‘ditentukan’ ini berarti pasti masuk surga. “… Supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Yang ditentukan itu bukan manusianya, yang ditetapkan itu standarnya. Jangan dicampur aduk. “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, …” Jadi, Allah memilih kita. Ini luar biasa. Dari sekian miliar manusia yang hidup, sejak Adam sampai manusia terakhir nanti. Tidak kebetulan, you are the chosen people; kita adalah orang terpilih.

Ayo, kita kembali memandang kata ‘anak Allah’ dengan kacamata yang original
kacamata asli, kacamata yang benar. ‘Yesus, Anak Allah,’ itu jelas. ‘Kita, anak Allah,’ sudah jelas, belum? Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, yang menyebut diri sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Yang juga memperkenalkan diri sebagai Allah Israel, yang Alkitab sebut sebagai YAHWEH Elohim (artinya Allah, Allah YAHWEH), berkenan menjadi Bapa bagi kita. Luar biasa. Kita diadopsi secara legal oleh seorang bangsawan saja, sudah luar biasa. Kita diadopsi oleh Allah secara legal, secara de jure, secara hukum legal karena Yesus mati di kayu salib menebus dosa kita. Sungguh luar biasa.

Sebenarnya, Yesus mati menebus semua manusia. Artinya, bahwa dosa manusia dari Adam sampai manusia terakhir, dipikul oleh Tuhan Yesus. Itulah sebabnya, orang di luar Kristen pun dihakimi. Dalam Roma 2: 12-16, mereka dihakimi menurut perbuatan. Tentu mereka yang mengasihi sesama diri sendiri, yang kepada mereka Tuhan berkata, “ketika Aku lapar, kau berikan Aku makan; ketika Aku haus, kau berikan Aku minum; ketika Aku bertelanjang, kau memberikan Aku pakaian.” Di dunia ini, ada orang-orang seperti ini, dan mereka bisa masuk dunia akan datang, tapi bukan umat pilihan seperti kita. Kalau kita, umat piilihan; mengenal Allah yang benar, sehingga berlaku “
Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan kekuatan.”

Kita bukan hanya ditebus oleh darah Yesus. Kita bukan hanya tahu Yesus mati untuk kita, tapi 
kita juga tahu apa maksud penebusan itu. Orang di luar orang percaya, orang di luar umat pilihan, mereka tidak tahu dan tidak mengerti. Jadi, kita harus memahami bahwa Yesus tidak mati untuk sebagian orang. Itulah sebabnya Yohanes berkata, “Dialah Anak domba Allah, yang mengangkut dosa dunia.” Bukan “sebagian” dosa dunia. Semua dosa manusia dipikul. Yang oleh karenanya ada pengadilan. Pengadilan juga untuk orang yang bukan umat Kristen. Kalau Yesus mati untuk sebagian orang, tidak  perlu ada pengadilan, semua sudah masuk neraka. Karena Yesus mati untuk semua orang, maka ada pengadilan. 

Dan mereka yang mengasihi sesama seperti diri sendiri, nanti diperkenankan masuk Kerajaan Allah sebagai anggota masyarakat. Tetapi kita, anak-anak Allah, dimuliakan bersama Yesus, memerintah bersama-sama Yesus. Betapa luar biasanya menjadi umat pilihan. Tetapi, betapa besar juga tanggung jawabnya. “Keluarlah kamu dari antara mereka, janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu seperti anak-Ku laki-laki dan anak-Ku perempuan.” Kalau di dalam Efesus 1 dikatakan, “supaya kamu kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Apakah otomatis? Tidak. Kita yang harus merespons anugerah tersebut, berjuang untuk hidup kudus dan tak bercacat di hadapan Allah. 

Legalitas jadi anak Allah itu secara de jure disahkan oleh Yesus dengan mati di kayu salib. Kita ditebus oleh darah Yesus dan lunas dibayar. Tetapi setelah kita ditebus, apakah kita mau berubah? Secara de jure kita ditebus, tapi secara de facto, apakah kita mau berubah? Itu masalahnya. Kita ditebus supaya kita jadi manusia yang utuh, dan Yesuslah Modelnya. Bagaimana kita bisa menemukan kekristenan yang luar biasa? Yang pertama, kita sadar bahwa kita adalah umat pilihan. Itu sudah luar biasa. Ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa. Tidak semua orang terpilih. 

Jadi, kalau kita punya pekerja karyawan misalnya supir, hendaknya kita jadi saksi untuk dia. Tapi, jangan memaksa dia masuk Kristen. Kalau bukan umat pilihan, tidak perlu. Kita menjadi saksi atau ‘surat yang terbuka’ bagi tetangga kita. Mereka jadi Kristen atau tidak, jangan dipaksa. Ini nanti membuat kita berdosa dan bersalah. Kita tetap menjadi kesaksian hidup, sebab kita umat pilihan, umat yang terpilih. Yesus mati untuk semua orang, tapi mereka tidak tahu, sedangkan kita tahu. Karena kita tahu, kita harus menemukan maksud dari penebusan itu apa, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. 

Betapa luar biasanya menjadi umat pilihan. Tetapi, betapa besar juga tanggung jawabnya

Rabu, 13 Juli 2022

DIALOG TIADA HENTI

Gairah yang paling merusak hidup orang Kristen hari ini adalah matrealistis atau materialisme, sehingga mengondisi orang tidak menjadi satu roh. Jangan berpikir belum ada antikris, apalagi kalau konsep antikris nanti memaksa orang tidak beragama. Pasti bukan hanya orang Kristen yang melawan; orang beragama lain pun ramai-ramai melawan. Setan itu cerdas. Dia membuat orang Kristen tidak menyembah Allah lain, tidak menyembah dewa-dewa, tapi terikat dengan materi atau materialism itu. Hal ini sama juga dengan menyembah Iblis. Di Lukas 4:5-8, Iblis menunjukkan kepada Yesus keindahan dunia, lalu Iblis berkata: “kalau Kamu menyembah aku, kuberikan dunia ini kepada-Mu.” Jadi, Iblis mensubkan dirinya diwakili oleh keindahan dunia; siapa yang mengingini dunia—memiliki gairah menikmati dunia—berarti ia menyembah Iblis. 

Sejatinya, gairah hidup kita rata-rata demikian; kita telah teracuni. Sekarang, bagaimana kita didetoks oleh Firman dan melakukan pertobatan setiap hari. Pada intinya, jika kita merasa ‘nyaman’ dengan barang, kedudukan, jumlah uang yang kita miliki, hal ini bisa diartikan bahwa kita menyembah Iblis. Namun, Tuhan dalam kesabaran-Nya yang tinggi masih memberi kesempatan kita untuk ‘pulang,’ seperti kisah anak terhilang. Banyak kita temukan, demi materi, orang bisa membunuh dan menghalalkan segala cara. Ini disebabkan oleh anggapan bahwa materi adalah nilai tertinggi. Bukan tidak boleh jadi seorang yang memiliki uang banyak, berkedudukan tinggi, atau punya gelar. Tapi untuk apa dan untuk siapa semua itu? Mestinya prinsip kita adalah, “Baik kau makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah,” karena nilai tertinggi kita adalah Tuhan. Namun, hampir-hampir tidak kita temukan orang yang seperti itu. 

Semetara, Iblis menggelontori berkat materi untuk menyandera kita dalam pola hidup dan gaya hidup yang salah tersebut. Bukan tidak boleh menjadi kaya, tetapi jangan kita terikat oleh kekayaan tersebut. Siapa mengikatkan dirinya dengan Allah, menjadi satu roh. Sesuai dengan doa Tuhan Yesus di dalam Yohanes 17:20-21, “Engkau dalam Aku, Aku dalam Engkau, ya Bapa. Ya Bapa,” kata Tuhan Yesus, “dan mereka dalam Kita.” Kita membutuhkan materi, benar. Karenanya kita studi, kuliah, kerja, cari nafkah. Tapi jangan kemudian kita menjadikan materi sebagai tujuan. Paulus sudah mengingatkan kita dalam 1 Korintus 6:12, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.” Apa salahnya buat ini atau itu? Tidak salah, tapi: pertama, apakah itu berguna? Pertimbangkan, berguna untuk apa dan untuk siapa? Kedua, apakah kita diperhamba tidak oleh hal tersebut? 

Ironis, jarang orang sampai taraf berani menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan. Belum sampai, karena tidak berani all-out untuk Tuhan. Selain Tuhan tidak kelihatan, kita juga punya citarasa yang sudah terlanjur salah. Kalau kita mau menjadi warga Kerajaan Surga, “citarasa” kita harus diubah. Kita harus mengalami proses perubahan; didetoks oleh Firman. Mengikatkan diri dengan Allah, menjadi satu roh, kalau selera kita sama dengan Allah. Kalau firman Tuhan mengatakan dalam Filipi 2:5-7, “hendaknya dalam hidupmu kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus,” supaya kita memiliki selera yang sama. Biar kita tidak cantik di mata dunia, tapi kita harus punya citarasa rohani, sebab itu yang membuat Tuhan senang. Sebaliknya, walaupun kita cantik seperti Miss Universe, tapi kalau tidak punya selera seperti Tuhan, kita akan dibuang ke neraka. 

Rata-rata, kita belum memiliki selera Tuhan karena sudah terpapar oleh dunia, sehingga terlanjur menjadi rusak. Mari mulai hari ini kita bertobat, mengikatkan diri dengan Allah. Kita buang semua gairah yang bukan dari Allah. Kalau kita tidak mau bertobat dan menyia-nyiakan kesempatan ini, maka ketika kita nanti melihat keagungan Tuhan, kita akan sangat menyesal. Jangan heran, ada banyak orang memandang ini kebodohan, karena mereka memandang kewajaran hidup sebagai nilai tertinggi. Kita mau mengembalikan kekristenan ke jalur yang benar. Dulu, orang-orang Kristen teraniaya, tapi mereka rela kehilangan harta, keluarga, bahkan nyawa mereka. Kekristenan menjadi murni, mereka menjadi mempelai-mempelai kudus seperti perawan suci bagi Kristus. Iblis tidak ingin orang Kristen menjadi perawan suci bagi Kristus. Orang-orang Kristen dicemari dalam hidup percabulan. Bukan percabulan seks, melainkan percabulan dengan materi. 

Alkitab mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), maka pasti ada ruang Mahakudus di dalamnya. Kita harus melihat ini sebagai kesempatan yang luar biasa, yaitu ketika kita menjadi bait Allah dan ada ruang Mahakudus di batin kita yang terdalam. Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan. Ketika kita menyadari bahwa kita kurang mendengar suara-Nya, itu karena kita sering mendengar apa yang tidak perlu kita dengar. Bercakap-cakap dengan orang-orang yang tidak perlu kita bercakap-cakap, melihat apa yang tidak perlu kita lihat. Kelihatannya tidak masalah, namun sebenarnya ada ‘virus’ di situ. Filsafat dunia yang materialistis telah masuk dalam pikiran kita. Kalau kita teguk, maka kita menjadi terpapar. Jangan seperti istri Lot yang kelihatannya lari keluar dari Sodom, namun ternyata hatinya masih tertinggal di sana. Kelihatannya ke gereja jadi orang Kristen, jadi aktivis, atau bahkan jadi pendeta, tapi hati kita masih tertinggal. Kita bangun ruang Mahakudus Allah di dalam hati kita. Kita bertobat dari dosa materialisme yang membelenggu kita. 

Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan