Rabu, 13 Juli 2022

DIALOG TIADA HENTI

Gairah yang paling merusak hidup orang Kristen hari ini adalah matrealistis atau materialisme, sehingga mengondisi orang tidak menjadi satu roh. Jangan berpikir belum ada antikris, apalagi kalau konsep antikris nanti memaksa orang tidak beragama. Pasti bukan hanya orang Kristen yang melawan; orang beragama lain pun ramai-ramai melawan. Setan itu cerdas. Dia membuat orang Kristen tidak menyembah Allah lain, tidak menyembah dewa-dewa, tapi terikat dengan materi atau materialism itu. Hal ini sama juga dengan menyembah Iblis. Di Lukas 4:5-8, Iblis menunjukkan kepada Yesus keindahan dunia, lalu Iblis berkata: “kalau Kamu menyembah aku, kuberikan dunia ini kepada-Mu.” Jadi, Iblis mensubkan dirinya diwakili oleh keindahan dunia; siapa yang mengingini dunia—memiliki gairah menikmati dunia—berarti ia menyembah Iblis. 

Sejatinya, gairah hidup kita rata-rata demikian; kita telah teracuni. Sekarang, bagaimana kita didetoks oleh Firman dan melakukan pertobatan setiap hari. Pada intinya, jika kita merasa ‘nyaman’ dengan barang, kedudukan, jumlah uang yang kita miliki, hal ini bisa diartikan bahwa kita menyembah Iblis. Namun, Tuhan dalam kesabaran-Nya yang tinggi masih memberi kesempatan kita untuk ‘pulang,’ seperti kisah anak terhilang. Banyak kita temukan, demi materi, orang bisa membunuh dan menghalalkan segala cara. Ini disebabkan oleh anggapan bahwa materi adalah nilai tertinggi. Bukan tidak boleh jadi seorang yang memiliki uang banyak, berkedudukan tinggi, atau punya gelar. Tapi untuk apa dan untuk siapa semua itu? Mestinya prinsip kita adalah, “Baik kau makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah,” karena nilai tertinggi kita adalah Tuhan. Namun, hampir-hampir tidak kita temukan orang yang seperti itu. 

Semetara, Iblis menggelontori berkat materi untuk menyandera kita dalam pola hidup dan gaya hidup yang salah tersebut. Bukan tidak boleh menjadi kaya, tetapi jangan kita terikat oleh kekayaan tersebut. Siapa mengikatkan dirinya dengan Allah, menjadi satu roh. Sesuai dengan doa Tuhan Yesus di dalam Yohanes 17:20-21, “Engkau dalam Aku, Aku dalam Engkau, ya Bapa. Ya Bapa,” kata Tuhan Yesus, “dan mereka dalam Kita.” Kita membutuhkan materi, benar. Karenanya kita studi, kuliah, kerja, cari nafkah. Tapi jangan kemudian kita menjadikan materi sebagai tujuan. Paulus sudah mengingatkan kita dalam 1 Korintus 6:12, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.” Apa salahnya buat ini atau itu? Tidak salah, tapi: pertama, apakah itu berguna? Pertimbangkan, berguna untuk apa dan untuk siapa? Kedua, apakah kita diperhamba tidak oleh hal tersebut? 

Ironis, jarang orang sampai taraf berani menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan. Belum sampai, karena tidak berani all-out untuk Tuhan. Selain Tuhan tidak kelihatan, kita juga punya citarasa yang sudah terlanjur salah. Kalau kita mau menjadi warga Kerajaan Surga, “citarasa” kita harus diubah. Kita harus mengalami proses perubahan; didetoks oleh Firman. Mengikatkan diri dengan Allah, menjadi satu roh, kalau selera kita sama dengan Allah. Kalau firman Tuhan mengatakan dalam Filipi 2:5-7, “hendaknya dalam hidupmu kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus,” supaya kita memiliki selera yang sama. Biar kita tidak cantik di mata dunia, tapi kita harus punya citarasa rohani, sebab itu yang membuat Tuhan senang. Sebaliknya, walaupun kita cantik seperti Miss Universe, tapi kalau tidak punya selera seperti Tuhan, kita akan dibuang ke neraka. 

Rata-rata, kita belum memiliki selera Tuhan karena sudah terpapar oleh dunia, sehingga terlanjur menjadi rusak. Mari mulai hari ini kita bertobat, mengikatkan diri dengan Allah. Kita buang semua gairah yang bukan dari Allah. Kalau kita tidak mau bertobat dan menyia-nyiakan kesempatan ini, maka ketika kita nanti melihat keagungan Tuhan, kita akan sangat menyesal. Jangan heran, ada banyak orang memandang ini kebodohan, karena mereka memandang kewajaran hidup sebagai nilai tertinggi. Kita mau mengembalikan kekristenan ke jalur yang benar. Dulu, orang-orang Kristen teraniaya, tapi mereka rela kehilangan harta, keluarga, bahkan nyawa mereka. Kekristenan menjadi murni, mereka menjadi mempelai-mempelai kudus seperti perawan suci bagi Kristus. Iblis tidak ingin orang Kristen menjadi perawan suci bagi Kristus. Orang-orang Kristen dicemari dalam hidup percabulan. Bukan percabulan seks, melainkan percabulan dengan materi. 

Alkitab mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), maka pasti ada ruang Mahakudus di dalamnya. Kita harus melihat ini sebagai kesempatan yang luar biasa, yaitu ketika kita menjadi bait Allah dan ada ruang Mahakudus di batin kita yang terdalam. Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan. Ketika kita menyadari bahwa kita kurang mendengar suara-Nya, itu karena kita sering mendengar apa yang tidak perlu kita dengar. Bercakap-cakap dengan orang-orang yang tidak perlu kita bercakap-cakap, melihat apa yang tidak perlu kita lihat. Kelihatannya tidak masalah, namun sebenarnya ada ‘virus’ di situ. Filsafat dunia yang materialistis telah masuk dalam pikiran kita. Kalau kita teguk, maka kita menjadi terpapar. Jangan seperti istri Lot yang kelihatannya lari keluar dari Sodom, namun ternyata hatinya masih tertinggal di sana. Kelihatannya ke gereja jadi orang Kristen, jadi aktivis, atau bahkan jadi pendeta, tapi hati kita masih tertinggal. Kita bangun ruang Mahakudus Allah di dalam hati kita. Kita bertobat dari dosa materialisme yang membelenggu kita. 

Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan

MEMBANGUN PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

Sejatinya, kita harus mengakui bahwa kebanyakan dari kita belum mempunyai dinamika yang benar dengan Allah, karena pengaruh dunia sudah begitu kuat. Maka, kita harus berjuang terus. Apalagi dengan adanya teknologi yang canggih, misalnya gadget yang kita miliki, yang isinya bermacam-macam. Sebagai seorang hamba Tuhan yang baik dan benar dan mau diurapi Tuhan, kita tidak akan membuka tontonan apa pun kecuali khotbah yang di mana di situ Tuhan berbicara. Maka, mari kita berdinamika dalam interaksi dengan Allah secara benar, sehingga Tuhan bisa menikmati kita. Sejatinya, Allah tidak bisa disenangkan dengan apa pun, karena Allah bisa berbuat apa saja. Tetapi kalau ada makhluk ciptaan yang memiliki kehendak bebas—dimana dia bisa taat, tapi juga dia bisa tidak taat; dia bisa mengabdi, tapi dia juga bisa memberontak—namun ia memilih taat dan mengabdi dan mencintai Allah serta menghormati Dia, maka hal ini akan membahagiakan hati Tuhan; menjadi kesukaan hati Tuhan.

Dinamika hidup dalam bergaul dengan Allah, jika sampai terbangun, maka kita bisa merasa tidak membutuhkan apa pun. Kita bisa menjadi orang yang tahan menghadapi segala keadaan, sehingga kita menjadi kuat. Kita akan memiliki sukacita yang tidak bisa dimengerti orang. Namun, biasanya keluarga dekat dan sahabat yang tidak takut akan Allah bisa men-distract kita. Maka, kita harus duduk diam di kaki Tuhan untuk membenahi hidup kita. Khususnya bagi para hamba Tuhan, kita harus punya waktu untuk duduk diam di kaki-Nya, sehingga bisa menerima pesan-pesan dari Tuhan. Kita bisa belajar bagaimana seorang Henokh bergaul dengan Allah, sehingga Allah tidak mau berpisah dengan pribadi atau sosok ini. Pada zaman sekarang, di tengah-tengah dunia yang sudah rusak dan bejat, dimana semua diarahkan untuk berdinamika dengan dunia, kita memilih sebaliknya, yaitu berdinamika dengan Allah. Betapa berharganya dan bernilainya kita.

Di dalam Alkitab, kita menemukan orang-orang yang menarik hati Allah, seperti misalnya Daud. Walaupun Daud juga tidak luput dari kesalahan, tetapi hatinya mengasihi Allah. Nuh juga mendapat kasih karunia. Dia benar di mata Allah karena menjauhi kejahatan. Karena keadaan itulah dia bisa bergaul dengan Allah. Tentu Nuh orang yang takut akan Allah, sehingga perjanjian-Nya diberitahukan kepadanya. Jadi, apa pun kebutuhan dan masalah hidup kita, masalah utama kita adalah membangun persahabatan dengan Allah. Maka berapa pun harganya, harus kita penuhi. Jangan sampai kita berbuat salah. Jangan kita terikat dengan dunia dan kesenangan-kesenangannya. Hanya orang yang berjalan dengan Allah, yang benar-benar merindukan Allah, dirindukan oleh Allah juga.

Maka, jangan kita mempunyai prioritas lain. Satu-satunya dunia kita hanyalah Tuhan. Kalau seseorang sejak muda memiliki dinamika bergaul dengan Allah, pasti hidupnya akan luar biasa. Dia tidak akan berbicara soal jodoh, uang, rumah, karena itu bukan hal yang prioritas. Jangan mengotori pikiran kita. Jangan melihat apa yang tidak patut dilihat, dan jangan mendengar yang tidak perlu didengar, termasuk percakapan yang sia-sia. Kita harus tegas untuk menjaga hidup kita. Sebab kalau pikiran kita rusak, Setan akan mudah memengaruhi kita. Maka perhatikan dengan saksama cara kita menggunakan media sosial, tentu kita harus berhati-hati. Media sosial bisa dipakai Tuhan, tetapi sekarang ini justru lebih banyak dipakai Setan. Kalau kita ceroboh dalam menggunakannya, kita akan merusak dinamika hidup kita dalam bergaul dengan Allah. 

Isi jiwa kita dengan kebenaran yang murni, sebab kalau jiwa kita lengkap oleh kebenaran-kebenaran Firman, kita baru bisa berkata: “Hanya Tuhan yang kubutuhkan.” Tetapi kalau jiwa kita belum lengkap, belum utuh, belum dewasa karena belum banyak mengonsumsi kebenaran sehingga belum terbangun sirkuit pengertian yang benar dalam nalar pikiran kita, maka kita masih merasa membutuhkan yang lain. Seharusnya, berapa pun harganya, kita harus bertekad untuk memiliki dinamika hidup bergaul dengan Allah. Jangan melakukan apa yang tidak perlu kita lakukan. Bergaulah dengan orang yang bisa memberikan impartasi spirit yang baik.

Sebelum waktu hidup kita usai karena setiap kita mempunyai deadline; memiliki batas waktu, dan kita tidak tahu kapan berakhirnya, maka sebelum waktu hidup kita berakhir, kita harus sungguh-sungguh menemukan dinamika hidup bergaul dengan Allah secara benar. Khususnya bagi para pendeta, jurubicara Tuhan, jangan kita hanya menyampaikan apa yang dibaca di buku. Tentu, apa yang dibaca dan dipelajari, itu yang kita sampaikan. Tetapi bagian yang mana dan dengan cara bagaimana? Dengan pemilihan kata dan kalimat yang bagaimana? Hal itu haruslah Roh Kudus yang memimpin, supaya pendeta atau pembicara dapat menjadi jurubicara Tuhan yang benar. Setiap kita harus selalu mengandalkan Roh Kudus, agar hidup kita dapat diproses untuk mengalami dinamika yang benar dalam bergaul dengan Tuhan. 

Jadi, apa pun kebutuhan dan masalah hidup kita, masalah utama kita adalah membangun persahabatan dengan Allah.

Selasa, 05 Juli 2022

MELEPASKAN KASUT

Kita harus serius berurusan dengan Tuhan, dan keseriusan kita harus kita tunjukkan dengan tindakan, langkah-langkah konkret. Bukan hanya ke gereja, ikut doa puasa, tidak cukup hanya dengan itu. Doa dan puasa kita mestinya memberikan kita dorongan, spirit, gairah untuk meninggalkan semua yang harus kita tinggalkan. Jangan kita berdoa berpuasa, tetapi di lain pihak, kita masih mempertahankan kesenangan-kesenangan dunia. Tidak bisa, kita harus benar-benar ekstrem. Kalau kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita harus menunjukkan kasih kita, cinta kita, hormat kita kepada Tuhan dengan tindakan konkret. Kebiasaan-kebiasaan yang jahat, tanggalkan itu. Kita harus menghadap Tuhan, dan Tuhan akan melihat kasut-kasut apa yang masih kita kenakan, yang itu membuat kita tidak layak menghampiri Dia. 

Banyak di antara kita yang masih buta, sehingga tidak tahu kasut apa yang membuat kita tidak layak menghampiri Dia. Telinga kita juga menjadi tuli, sehingga kita tidak mendengar suara Tuhan. Dengan mulut yang sama, kita gunakan untuk kejahatan, kenajisan, tapi juga untuk kekudusan. Kita semua harus bertobat. Banyak kelakuan-kelakuan kita yang masih tidak benar. Masih berjudi, masih mabuk, suka membicarakan orang di belakang, menyebarkan gosip, dan sebagainya. Itu adalah perbuatan-perbuatan yang najis di hadapan Allah. Selagi Allah masih membuka hati untuk menerima kita, sekalipun dosa kita merah seperti kirmizi, dijadikan putih seperti salju. Walaupun hitam seperti kesumba, dijadikan putih seperti bulu domba. Namun jika kita tidak radikal keluar dari keadaan ini, kita tidak akan pernah mengerti apa artinya pertobatan. Itu berarti kita tidak akan pernah mengerti kasih Allah yang besar kepada kita, dan pengurbanan Yesus di kayu salib 

Kita merasa bertobat dengan ukuran pertobatan yang tidak tepat. Banyak kasut yang kita kenakan, tapi kita merasa sudah benar. Itu karena kita tidak pernah berurusan dengan Tuhan. Karena kita tidak pernah berurusan dengan Tuhan, kita tidak tahu ada kasut-kasut yang melukai dan menyakiti hati-Nya dan yang membuat kita tidak layak menginjak Kerajaan Surga, yang harus kita lepaskan. Kita semua punya persoalan, tapi persoalan tersebut jangan menenggelamkan hidup kita. Setan berusaha membuat kita gagal fokus. Apakah itu dengan kesukaran, apakah itu dengan masalah, atau kelimpahan uang, dan segala kesenangan. Hari ini, yang kita harus lakukan adalah datang kepada Tuhan, buka kasut kita. Sebab, tempat di mana kita berdiri itu kudus. 

Jangan sombong, sebab kita bukan siapa-siapa. Allah mau kita berubah. Sebesar apa pun kesalahan kita, sekotor apa pun diri kita, Dia bisa membasuh dengan darah-Nya, dan Dia akan memberi kekuatan, kesanggupan bagi kita melepaskan kasut-kasut dosa; kasut-kasut kebiasaan yang Tuhan tidak kehendaki. Melepaskan kasut itu tidak enak, kadang-kadang sakit sekali. Kasut kebiasaan, kasut kesenangan di dalam jiwa dan daging kita, itu sakit sekali. Tuhan tidak menuntut apa-apa. Dia sudah mati di kayu salib bagi kita. Dia hanya ingin kau melepaskan kasutmu, supaya engkau bisa menyenangkan hati Bapa di surga. 

Yesus telah membahagiakan hati Bapa sehingga Bapa berkata, “Ini Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.” Dan ketika kita menyenangkan nanti Bapa, Yesus dipuaskan karena kita ikut Yesus. Yesus bisa berkata, “Aku senang karena engkau telah ikut jejak-Ku. Aku bisa memuaskan hati Bapa di surga.” Yesus punya perasaan, dan kita mau menyenangkan perasaan-Nya dengan menanggalkan kasut-kasut yang Tuhan tidak berkenan. Jangan pernah merasa puas telah menanggalkan 1-2 kasut. Semua kasut-kasut yang kita kenakan, harus kita tanggalkan agar kita menyenangkan hati-Nya! Tapi mungkin ada di antara kita yang tidak pernah mengerti hal ini, “menyenangkan Tuhan apa?” Sebab yang dia ketahui selama ini Tuhan itu ajaib, Tuhan itu baik, Tuhan itu luar biasa, Tuhan itu mau memberkati, lalu ia hanya mau diberi tapi tidak pernah peduli perasaan Tuhan. 

Suatu hari ketika kita berhadapan dengan Bapa di surga, kita akan menyaksikan Tuhan Yesus duduk di atas takhta kemuliaan-Nya. Kita akan sangat menyesal kalau kita tidak menyenangkan dan membahagiakan Dia. Menyenangkan dan membahagiakan Tuhan Yesus adalah kehormatan. Jangan kita anggap itu sebagai kewajiban, tetapi harus sebagai kebutuhan. Seperti seorang ibu yang berjuang begitu rupa untuk anak-anaknya. Bagi sang ibu, itu kebutuhannya. Dia berdagang di pasar, dia menghadapi preman-preman pasar, itu kebutuhannya; kebutuhan anaknya, bukan kebutuhan dirinya. Demikian pula sebagai anak-anak yang mengerti kebaikan orangtua, ketika anak sudah mulai bisa mencari nafkah, bekerja, maka ia bekerja, dia menikah, dia juga mau melakukan itu untuk orangtuanya. Itu baru anak yang baik. Demikian pula kita. Kalau sekarang kita hidup, kita bekerja, kita melakukan segala sesuatu, kita lakukan itu untuk Tuhan. 

Semua kasut-kasut yang tidak berkenan, harus kita tanggalkan agar kita menyenangkan hati-Nya

MEMBERSIHKAN SEMUA UNSUR DOSA

Yesus, Anak Allah, adalah standar dalam dinamika hidup bergaul dengan Allah. Dan kita dimungkinkan juga untuk bisa memiliki dinamika hidup bergaul dengan Allah. Dan inilah yang sekarang semua kita harus gumuli. Maka, kita harus berani berkata, “berapa pun harganya.” Apa? Apa pun yang harus dikorbankan. Berapa pun harganya, apa pun yang harus dikorbankan, demi dinamika itu. Kita akan sangat menyesal ketika meninggal dunia, kita tidak pernah memiliki dinamika hidup dalam berinteraksi dengan Allah. Jadi, jangan berkata seperti kebanyakan orang berkata, “kita masih menginjak di bumi, belum menginjak surga. Berpikirlah realistis, jangan terlalu ekstrem.” Itu perkataan sesat dan jahat. Kita memang masih menginjak bumi, tapi ingat, yang kita injak ini akan menentukan kekekalan kita. Kita memang masih di bumi, tapi ingat, apa yang kita pikirkan, menentukan kekekalan kita di langit baru bumi baru. 

Jadi, kita harus berani memfokuskan diri kita kepada Tuhan, berapa pun harganya, apa pun yang harus dikorbankan atau apa pun yang harus dipertaruhkan, demi menemukan dinamika ini, yaitu sampai kepada Bapa. Karena, Allahlah Bapa kita. Itu inti kekristenan. Di dalam Yohanes 14, ketika murid-murid-Nya bertanya “siapa Bapa itu dan bagaimana kami bisa mencapai Bapa itu,” Yesus berkata, “Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku.” Banyak orang salah, dan ini bisa menjadi menyimpang atau meleset atau sesat ketika mereka menyamakan “sampai kepada Bapa” itu sama dengan “masuk surga.” Memang firman Tuhan mengatakan bahwa di kolong langit ini tidak ada nama yang diberikan kepada manusia yang di dalamnya manusia beroleh keselamatan. Itu berarti memang Yesus satu-satunya jalan keselamatan. Di luar Kristus, tidak ada keselamatan. Itu harga mati bagi orang Kristen. 

Tetapi jangan disamakan dengan pengertian “sampai kepada Bapa.” “Sampai kepada Bapa” adalah hubungan eksklusif; dinamika yang bisa dialami umat pilihan, yang tidak semua orang bisa. Jadi, orang-orang yang hidup di luar berita Injil, tidak mendengar Injil, salah mendengar Injil; zaman Perjanjian Lama, yang akan dihakimi menurut perbuatan, itu mereka bisa masuk dunia yang akan datang, asal mereka mengasihi sesama seperti diri sendiri atau tidak menjadi ancaman bagi sesama. Karena dosa mereka pun dipikul Yesus di kayu salib, maka mereka bisa dihakimi. Kalau dosa mereka tidak dipikul, sebaik apa pun manusia, termasuk orang Kristen, semua masuk neraka. Kristus memikul semua dosa manusia, maka ada pengadilan (Rm. 2:12-16). Jadi, “sampai kepada Bapa” itu tidak hanya sekadar masuk dunia akan datang, tetapi menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah yang sejak di bumi memiliki dinamika hubungan dengan Allah Bapa seperti Yesus. 

Itu yang kita harus cari dan gumuli, berapa pun harganya, apa pun yang harus dipertaruhkan. Dan memang hanya untuk itu kita hidup. “Sampai kepada Bapa,” adalah penggenapan di dalam Yohanes 17:20-21, “Engkau tinggal dalam Aku, Aku dalam Engkau.” Tetapi kemudian, “dan mereka tinggal di dalam Kita.” Sebab kekristenan itu jalan hidup; hidup-Nya Yesus. Dan sejak di bumi, dinamika hidup kita sudah kelihatan. Jadi, keselamatan itu bukan sekadar keyakinan melainkan pengalaman. Sehingga, orang tahu dia akan selamat, bukan dia yakin saja akan selamat. Makanya Tuhan berkata, “banyak orang dipanggil, sedikit yang dipilih,” karena memang tidak mudah. Ini sangat eksklusif; hanya untuk orang-orang tertentu saja yang dipilih. Seperti perumpamaan mengenai raja yang mengadakan pesta, dia memberikan undangan untuk hadir di pesta, tapi tidak disertai dengan pemberian baju pesta. Baju pestanya harus kita yang siapkan. 

Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tetapi karakter dosa itu urusan kita dengan Roh Kudus. Kalau kita tidak menggarapnya, kita tidak bisa kudus. Dosa-dosamu, apa pun yang kita lakukan dulu, sekarang, mungkin ke depan, bisa diselesaikan. Tapi kodrat dosa kita juga harus diselesaikan. Kalau kita benar-benar berjuang untuk menyelesaikan kodrat dosa, lama-lama akan berhenti. Semua perbuatan akan dihakimi. Dosa yang masih dilakukan karena kodrat dosa belum selesai, itulah yang kekal, yang tidak bisa diampuni; kodrat dosa yang masih membuahkan perbuatan dosa. Ingat, kesalahan karena memang dia menikmatinya, dan kesalahan karena kelemahan dagingnya yang masih berkodrat dosa, itu berbeda. Seseorang pasti akan sangat menyesal ketika berbuat salah. Tetapi yang melakukan dosa karena kodrat dosa, dia menikmatinya dan dia tidak akan merasa menyesal. Bahkan dia masih mencari-cari kesempatan untuk menikmati sebanyak mungkin. 

Ironis, betapa rusaknya kekristenan hari ini. Merasa sudah sampai kepada Bapa karena percaya Yesus dan percaya dosa-dosanya telah diampuni, padahal kodrat dosanya tidak diselesaikan. Makanya Paulus mengatakan, “aku melepaskan semuanya, supaya aku memperoleh Kristus.” Dan Roh Kudus harus menuntun kita. Kita harus mau menerima tuntunan Roh Kudus tersebut sampai kita mencapai kehidupan; kehidupan seperti yang Allah kehendaki. Kita harus terus mengalami perubahan, dan perubahan ini membutuhkan waktu. Jadi, kalau Tuhan mengizinkan kita harus masuk lembah kekelaman, kesulitan demi kesulitan, itu karena Allah mau membersihkan semua unsur dosa, unsur manusia lama kita. Sebab Allah memiliki standar, dan itu tidak bisa ditawar. Ini mutlak: “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.”

Kalau Tuhan mengizinkan kita harus masuk lembah kekelaman, karena Allah mau membersihkan semua unsur dosa kita.