Jumat, 05 Agustus 2022

AUTOREFLEKS

Dalam Matius 9:12-13 dikatakan, “Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Pasti semua kita pernah meminta sesuatu kepada Tuhan; baik itu menyangkut masalah kesehatan, keuangan, rumah tangga dan lain sebagainya. Tetapi pernahkah kita sungguh-sungguh memohon belas kasihan Tuhan untuk kesembuhan jiwa kita?  

Mengatakan hal ini, bukan berarti kita sakit jiwa seperti orang gila, yang sekarang dirawat di rumah sakit gila. Tetapi sejatinya, jiwa kita belum utuh, karakter kita belum sesuai dengan kehendak Allah, dan patut kita mempersoalkan hal ini dengan sungguh-sungguh. Bagaimana tahu bahwa kita masih sakit jiwa? Coba teliti, ada autorefleks yang kita miliki, yang memang tidak dipersiapkan tetapi sudah menjadi karakter yang mendarah daging. Auto berarti otomatis dari diri sendiri; refleks berarti tidak disengaja. 

Misalnya dalam percakapankita mau menunjukkan keberhasilan dalam bisnis, kekayaan, merek arloji, pengalaman pernah pergi ke mana-mana. Saat berkendaraan, mobil kita dipotong, maka secara autorefleks marah. Ketika mendengar sesuatu tentang kita atau orang mengucapkan kalimat yang melukai kita, autorefleks tersinggung, sakit hati. Masing-masing kita berbeda, karena kelemahan masing-masing orang juga berbeda. Tetapi kita harus menyadari keberadaan tersebut. Sehingga, autorefleks dari hal yang negatif berubah menjadi hal yang positif. 

Saat ditabrak orang, kita tidak marah lagi, melainkan bertanya, “Ada apa ya? Mungkin perlu ditolong?” autorefleksnya positif. Ketika dilukai orang, autorefleksnya adalah “Tuhan mendewasakan aku. Terimakasih Tuhan.” Kita harus menyadari, bahwa inilah yang harus dibereskan lebih dari masalah ekonomi, masalah kesehatan fisik bahkan lebih dari segala sesuatu.

Maka, sejak sekarang kita harus mulai menggumuli hal ini. Mengapa Tuhan izinkan kita mengalami berbagai persoalan-persoalan hidup? Supaya autorefleks bisa kita kenali; kalau tidak ada masalah, kita tidak tahu di mana kelemahan kita. Dan kalau jiwa kita masih belum utuh, kita tidak layak menjadi mempelai Tuhan. Kita memiliki cacat karakter yang kita miliki dari: yang pertama, gen. Kalau orangtuanya memang orang yang suka tersinggung, mudah sakit hati anaknya juga. Kalau dalam ilmu kedokteran dikenal dengan istilah ‘kromosom,’ yang memberi watak karakter kita. 

Yang kedua, lingkungan. Jika waktu kecil sering diperlakukan tidak adil, maka ketika seseorang membuang muka, kita merasa direndahkan. Padahal belum tentu dia merendahkan, mungkin saja dia tidak melihat keberadaan kita. 

Iblis melihat di mana cacat karakter kita, maka Iblis akan menyediakan umpan sesuai dengan kelemahan kita supaya sakit jiwa kita bertambah, cacat karakter kita semakin akut, semakin parah sampai tidak bisa diperbaiki, dan tidak pernah merindukan Kerajaan Surga. Contoh sederhana, kalau kita disakiti orang, autorefleks kita marah. Tetapi kita berkata, “Tidak apa-apa,” walau masih terpaksa, masih belum tulus. Namun lambat-laun temperamen gampang marah, gampang tersinggung akan makin pudar sampai akhirnya mati. Allah mengizinkan. Bagi Iblis umpan itu membuat sesorang tambah rusak, tetapi Tuhan pakai untuk menyembuhkan. Jadi, kesempatan berbuat dosa sebenarnya juga kesempatan untuk menyenangkan Tuhan, kalau kita tidak melakukan dosa itu. Kita bahkan bisa dibawa kepada satu situasi yang sulit sekali, tidak ada jalan keluar, tetapi itu sebenarnya menyembuhkan sakit jiwa kita.

Menjadi Kristen itu sekolah, dalam persoalan hidup itulah proses belajar dan sekaligus proses perubahan.  Kita harus mengerti dan menjadi cerdas. Semakin besar masalah yang kita hadapi, sebenarnya sebuah proses pemulihan yang diharapkan lebih cepat, supaya kita juga cepat dipulihkan. Ketika kita punya masalah ekonomi, pasti Tuhan tolong, pasti ada jalan keluarnya, pasti nanti akan dipulihkan. Jangan mencari dan memaksa buru-buru memperoleh jalan keluar dari masalah ekonomi. Tetapi cari tahu apa yang Tuhan mau kerjakan dalam hidup kita melalui masalah ekonomi itu.

Tuhan itu kaya, Tuhan punya segala kuasa, Tuhan sanggup menyembuhkan segala penyakit dengan sangat mudah, memberi jalan keluar dengan sangat mudah. Tetapi yang tidak bisa dikerjakan oleh Tuhan tanpa kerelaan kita adalah cacat karakter kita yang harus diubah. Tuhan tidak bisa mengotak-atik, karena ini di luar tatanan Tuhan. Masing-masing orang diberi kebebasan, mau jadi baik atau jadi jahat. Kalau Tuhan bisa mengotak-atik orang masuk surga karena Tuhan, orang masuk neraka pun karena Tuhan, maka ini berarti Tuhan tidak adil. 

Dalam keadilan-Nya, Tuhan memberi kebebasan kepada kita; mau jadi orang baik atau orang jahat, jiwa kita mau sembuh atau tetap sakit, karakter kita mau diperbaiki utuh atau tetap rusak. Masalahnya, banyak orang sibuk dengan banyak kesibukan sampai dia lupa menggarap dirinya, yang hanya memiliki 70 tahun kesempatan. Jangan sampai kita kehabisan kesempatan! Jadi kalau kita datang berurusan dengan Tuhan, kita harus menyadari bahwa kita adalah orang sakit. 

Kita harus menyadari keberadaan kita yang belum utuh, sehingga, autorefleks kita yang negatif berubah menjadi positif.

Selasa, 02 Agustus 2022

TERSERET UMPAN IBLIS

Dunia dan pengaruhnya yang begitu jahat telah menarik banyak orang masuk dalam persekutuan dengan kuasa gelap. Namun sayangnya, banyak orang tidak menyadari keadaan tersebut. Hal yang dijadikan umpan oleh kuasa gelap untuk menyeret manusia adalah materi, kehormatan, sanjungan, kepuasan daging, sehingga mereka terjebak dan terlena dalam keindahan, kenikmatan dunia, serta keinginan daging yang menuntut untuk selalu dipuaskan. Sebagai hasilnya, mereka menjadi terhilang. Hal ini terjadi pada sebagian besar manusia, atau dapat dikatakan bahwa hampir semua manusia berkeadaan demikian. 

Umpan yang digunakan oleh kuasa gelap memang memiliki daya tarik yang begitu kuat sampai-sampai bisa menyeret kita juga, umat pilihan, yang sebenarnya mau sungguh-sungguh mencari Tuhan. Kalau kita tidak militan, tidak ekstrem dan fanatik positif kepada Tuhan, kita akan terbawa dan menjadi bagian dari manusia yang terhilang. Kita tidak bisa dalam keadaan netral. Kita harus menentukan posisi (positioning) kepada satu hal saja: memilih Tuhan. Kita harus berkomitmen untuk tidak mengharapkan kebahagiaan dari apa pun dan siapa pun, selain Tuhan. Sukacita kita hanya Tuhan. Dengan demikian, gairah hidup kita adalah gairah untuk menyenangkan hati Allah. Jika kita memilih dan berkomitmen seperti ini, Allah akan menjadi hidup dan nyata. 

Sebaliknya, orang yang tidak punya komitmen sungguh-sungguh untuk hidup menyukakan hati Allah, maka baginya Allah seakan-akan mati dan tidak nyata, sehingga mereka tidak sanggup menghayati kehadiran Allah dalam kehidupan ini. Benar-benar celaka keadaan orang-orang seperti itu. Kita tidak mau celaka seperti mereka. Kalau kita tidak militan, tidak ekstrem dan fanatik positif kepada Tuhan, kita akan terseret umpan Iblis. Kalau menggunakan istilah yang agak kasar, kita harus “gila-gilaan” untuk Tuhan; hidup sepenuhnya untuk Tuhan. Kita harus addict; kecanduan berat terhadap Tuhan, sehingga kita tidak memiliki kebahagiaan apa pun kecuali Tuhan. Tuhan menjadi kesukaan, kebahagiaan, dan tujuan hidup kita.  

Hendaknya, kita jangan tertarik lagi pada dunia dan segala keindahannya. Kita bisa memiliki pakaian, kendaraan, rumah, fasilitas, dan lainnya, namun semua itu hanya sarana bagi kita dalam menjalani hidup, bukan sebagai kesukaan, kebahagiaan, apalagi sebagai tujuan hidup. Kita mau bertumbuh dewasa, sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Tidak ada pilihan lain dalam hidup ini jika kita mau diterima dalam kekekalan bersama dengan Tuhan. Pilihan kita hanya: Tuhan, Tuhan dan Tuhan! 

Memang, akan lebih sulit bagi orang-orang muda untuk memiliki prinsip ini, karena dunia telah meracuni pikiran dan jiwa mereka. Sulit, tetapi bukan berarti tidak bisa. Anak muda harus berani menentukan dan memilih Tuhan saja, artinya meninggalkan dunia; lari sejauh-jauhnya dari dunia. Pilihlah teman yang baik, yang membawa kita mendekat dengan Tuhan dalam bergaul. Hindari berbagi perasaan, mengakrabkan diri dengan orang yang tidak seiman agar kita tidak tergarami dengan penggaraman yang menuju kebinasaan. Terbataslah dalam berteman, arahkan pikiran hanya kepada Tuhan, dan carilah kehendak serta rencana-Nya. Hendaknya dalam keseharian, jangan tenggelam dengan bermain game, sehingga waktu terbuang dengan sia-sia. Manfaatkanlah waktu lebih baik dengan mencari Tuhan. Jangan lupa membaca Alkitab, mendengarkan khotbah, menyediakan waktu untuk duduk diam di kaki Tuhan, memuji dan menyembah Tuhan. 

Kita harus menentukan positioning kita sejak sekarang. Positioning artinya kita memilih lokasi untuk menempatkan diri. Positioning yang benar adalah kita menempatkan diri di dalam Tuhan. Mari, kita berjuang untuk memiliki kehidupan yang benar-benar tak bercacat, tak bercela, serta berjuang untuk dapat hidup kudus. Selanjutnya, kita benar-benar mau memperkarakan apa kehendak Tuhan dalam hidup kita yang menjadi tugas dan pekerjaan kita. Apa rencana Tuhan yang Ia bebankan, yang dipercayakan kepada kita untuk kita penuhi sehingga hidup kita benar-benar hanya menjadi milik Tuhan. Itulah maksud Doa Bapa kami yang berkata, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.” Sangat sedikit orang-orang yang mengambil keputusan seperti ini. Tetapi kalau kita berani mengambil keputusan ini, kita pasti menjadi orang yang terberkati, terlindungi, terjaga, dan mulia. 

Bagi yang sudah mulai memasuki usia senja, hendaknya tidak lagi memikirkan hal-hal lain selain kekekalan, dan jangan mengingini apa pun lagi selain berkenan di hadapan-Nya. Mari, kita mengingini Tuhan dan Kerajaan-Nya saja. Semakin hari, hati kita akan makin diarahkan kepada Tuhan dan semakin tidak berselera terhadap apa pun, sebab selera kita hanya ditujukan kepada Tuhan dan Kerajaan-Nya. Kita hanya punya satu kali kesempatan hidup, dan ini satu-satunya kesempatan dari kekekalan yang Tuhan berikan kepada kita. Kita juga tidak tahu kapan kesempatan ini berakhir. Yang pasti, ada akhir atau ujungnya. Tetapi sebelum kita sampai pada ujung atau akhir perjalanan hidup kita, hendaknya kita sudah memilih Tuhan, dan hidup di dalam persekutuan dengan Dia.

 

Kalau kita tidak ekstrem dan fanatik positif kepada Tuhan, kita akan terseret umpan Iblis.

MANUSIA UNTUK ALLAH

Filipi 2:5-7 mengatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba.” Ia melepaskan hak. Sekecil apa pun, Dia tidak minta. Makanya, Yang Mulia Tuhan kita, Yesus Kristus, bisa mengatakan: “makanan-Ku melakukan kehendak Bapa.” Mari kita menghayati siapa diri kita. 

Di mata manusia pada umumnya, kita seperti orang konyol. Sangat konservatif atau sangat fundamentalis. Tapi memang inilah yang benar, bahwa Allah menciptakan manusia itu untuk diri-Nya, bukan untuk diri manusia itu. Tetapi ketika manusia hidup untuk Allah, bukan untuk dirinya sendiri, maka semua yang Allah sediakan bagi manusia, bisa dimiliki dan dinikmati. Sekarang kita ada di dunia yang sudah jatuh. Kuasa gelap merajalela, daging kita juga sudah mewarisi kodrat dosa, ini berbahaya. Hanya bisa kita lawan dengan satu langkah: melepaskan hak. Yang bisa membuat kita menang hanya melepaskan hak. 

Kita kembali kepada kebenaran yang mungkin dianggap sangat fundamental, konservatif, dan itu ditinggalkan. Mari kita kembali kepada basic: Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, untuk Allah. Segala sesuatu dari Dia, oleh Dia, dan bagi Dia. Ini kalimat mudah diucapkan, tetapi kalau dilakukan, itu merenggut hidup kita tanpa batas; habis. Tapi di situlah keindahan hidup itu. Di situ keelokannya. Jadi, jangan berbantah-bantah, jangan banyak bicara, jangan banyak berteori, jangan berfantasi. Ayo, kita menerima kebenaran ini dengan rendah hati. Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, bukan untuk manusia itu sendiri. Tetapi ketika manusia mempersembahkan hidupnya untuk Tuhan, maka ia akan menikmati segala sesuatu yang Allah sediakan, sebab Allah tidak butuh apa-apa. 

Ketika manusia menempatkan diri di tempat yang benar di mata Allah, maka manusia memiliki dan menikmati segala sesuatu yang Allah ciptakan untuk manusia itu. Mudah sekali mengucapkan kalimat ini, dan betapa sulit melakukannya karena hidup kita akan direnggut. Alkitab sebenarnya sudah jelas mengatakan itu di 2 Korintus 5:14 dan 15, “sebab kasih Kristus yang menguasai kami,” jadi mengerti kasih Kristus yang begitu besar, yang menembus diri kita, “karena kami telah mengerti bahwa jika satu orang;” Yesus maksudnya, “sudah mati untuk semua orangmaka mereka semua sudah mati.” 

Dan Kristus telah mati untuk semua orangsupaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” Praktis, tidak perlu ditafsirkan atau dijabarkan macam-macam. Sudah jelas. Kalau kita mencintai Tuhan secara benar, kita akan mengikut jejak-Nya. Prinsip hidup kita sama dengan prinsip hidup Tuhan Yesus: “makanan-Ku melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” Maka, kita bersedia menjadi peraga Tuhan. “Hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku. Jadikan tanganku sebagai tangan-Mu, jadikan mataku sebagai mata-Mu.” 

Tetapi kalau orang masih merasa memiliki hak, tidak bisa. Pasti ada korupsinya, pasti ada yang dicuri. Kita harus benar-benar jujur memperkarakan ini di hadapan Tuhan. Kalau masih ada sesuatu yang kita anggap besar, apakah itu masalah, kesenangan atau apa pun, selain melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, ada yang salah dalam hidup kita. Lihat prinsip hidup Rasul Paulus yang berkata di dalam suratnya, “Ikutilah teladanku. Ikut aku seperti aku ikut Kristus. Bagiku hidup adalah Kristus.” Kalimat itu biasa diucapkan, dan kita juga sudah sering mendengar. Tapi bagaimana menerapkan, mengamalkan kalimat itu dalam hidup kita? “Bagiku hidup adalah Kristus,” bukan “sebagian hidupku.” Kalau “bagiku hidup adalah Kristus,” berarti memang tidak ada bagian untuk yang lain. 

Dan kalau Paulus berkata, “bagiku hidup adalah Kristus,” patut ia berkata, “hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Kalau seorang pelayan Tuhan tidak sampai pada taraf ini, pasti tidak akan membawa orang ke langit baru bumi baru untuk menjadikan jemaat yang dilayani sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah. Kita ini sebenarnya sudah nyaris terlambat, tapi belum terlambat sama sekali. Memang harus lewat proses. 

Kita pasti punya banyak masalah, tapi masalah itu bisa menjadi batu ujian untuk kita, apakah kita benar-benar memandang bahwa yang menjadi masalah satu-satunya dalam hidup kita itu melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya atau memenuhi rencana-Nya di dalam hidup kita. Sehingga, kita bisa memiliki perasaan krisis. Kita merasa terancam gara-gara ini. Bukan terancam karena sudah punya cukup umur belum menikah, belum punya rumah, dan lain sebagainya. Ini ancaman mengerikan; kekekalan. Lalu kita juga merasa terancam kalau suatu hari kita menghadap Tuhan, ternyata belum memenuhi apa yang Allah kehendaki untuk kita penuhi. Ada rencana Allah yang bukan saja kita harus tahu, tapi penuhi. Maka, tidak ada masalah besar, bahkan tidak ada masalah lain dalam hidup ini kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. 

 

Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, bukan untuk manusia itu sendiri.

LEGALITAS WARGA KERAJAAN SURGA

Kalau suatu saat Tuhan datang kembali, dunia kiamat, atau kita meninggal dunia, baru kita menyadari pentingnya berwarganegara Kerajaan Surga. Sederhana saja, kalau kita pergi ke luar negeri lalu paspor terselip entah di mana, kita pasti merasa panik, karena tanpa identitas, kita akan mengalami kesulitan dan masalah. Terlebih lagi, betapa mengerikan keadaan seseorang yang tidak memiliki legalitas warga Kerajaan Surga. Hari ini, orang tidak peduli dan cenderung meremehkan, serta tidak sungguh-sungguh mempersoalkan apakah dirinya warga Kerajaan Surga atau tidak. Karena hal ini dianggap tidak penting. Ini adalah penyesatan yang berhasil dilakukan oleh kuasa gelap kepada banyak orang yang prinsipnya: “Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati.”

Rasul Paulus mengatakan, “Kalau berdasar pertimbangan manusia, aku sudah melakukan banyak hal, yang seperti dilakukan orang lain.” Orang yang tidak menyadari bahwa manusia itu adalah makhluk kekal yang membutuhkan domisili kekal atau domisili abadi, pasti akan terbawa dengan suasana atau kebiasaan orang-orang di sekitarnya. Tuhan sangat peduli akan hal ini. Itulah sebabnya, Yesus berkata di dalam Yohanes 14:1-3, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Ayat ini berlaku bagi kita yang gelisah. Yang tidak gelisah, maaf, tidak berhak punya ayat ini dan tidak perlu memperhatikannya. Ini hanya untuk orang yang gelisah; orang yang memperkarakan nasib kekalnya. 

Sayangnya, banyak orang tidak gelisah untuk hal ini. Yang digelisahkan adalah hal-hal lain yang tidak pokok; gelisah belum menikah, belum punya anak, belum punya rumah pribadi, penghasilannya kurang banyak, dalam ancaman, dan karena berbagai penyebab lainnya. Mereka gelisah karena penghidupan, tetapi tidak peduli dengan realitas kekekalan. Dan jika Tuhan berkenan memberikan kita kasih karunia-Nya, kiranya Tuhan memberikan kita kegelisahan ini. Ini kegelisahan yang kudus, kegelisahan yang positif. 

“Apa yang akan terjadi dalam hidupku ketika aku menutup mata?” Kalau dunia mengatakan, “Berpikirlah realistis. Kamu masih menginjak bumi. Jadi jangan pikirkan soal nanti. Kamu belum di surga, kamu masih di bumi. Jangan berpikir tentang surga, sebab itu kehidupan yang akan datang nanti,” justru itu tidak realistis. Yang realistis adalah orang yang memikirkan nasib kekalnya. Sebab, kita bukan monyet, kucing, babi, kodok, sapi, anjing, kucing; kita bukan hewan. Kita adalah manusia yang memiliki keberadaan kekal, dan ini harus disuarakan. Jangan sampai kita menjadi orang yang tidak peduli lagi. Terutama mereka yang hidup nyaman, ekonomi baik, memiliki berbagai fasilitas, relasi dengan pejabat, sehingga ia menjadi sombong sampai tidak memikirkan lagi kekekalan dan menganggap bahwa kekekalan itu hanya dipikirkan oleh orang-orang konyol yang tidak memiliki kesibukan hidup, serta dianggap tidak wajar. 

Maka, kita harus mempersoalkan apakah kita benar-benar sudah memiliki legalitas sebagai warga Kerajaan Surga. Kita bisa berkata, “Aku percaya aku anak Allah, dan jika mati masuk surga,” boleh, silakan. Tetapi nanti bisa berbeda keadaannya atau kenyataannya. Sebab di Alkitab, ada orang-orang yang yakin dikenal Allah dan mengenal Allah, namun Tuhan berkata kepada orang-orang ini, “Aku tidak kenal kamu,” ini mengerikan. Itulah sebabnya kita semua harus bisa diungsikan, migrasi ke rumah kita. Bukan rumah kedua, melainkan rumah kita satu-satunya. Di bumi ini, kita hanya musafir.

Kalau kita membaca ayat-ayat berikutnya, ini adalah kegelisahan yang dirasakan murid-murid yang hendak ditinggalkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menyatakan diri akan mati, tetapi bangkit dan naik ke surga. Murid-murid-Nya pun gelisah dan bertanya-tanya: “Lalu, bagaimana nasib kita nanti?” Yesus menenangkan dengan berkata, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.” Selanjutnya, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal.” Artinya luas, dan memang jagat raya inilah sebenarnya wilayah Allah kita. Jadi kalau kita berkata, “… Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga,” Shamayim (surga) itu tempat yang luas, yang tak terbatas, dan Roh Allah mendiami jagat raya ini. Tidak ada wilayah sejengkal pun yang lolos dari kehadiran Allah. 

Tentu Tuhan Yesus bicara kepada murid-murid dengan konteks berpikir murid-murid yang waktu itu yang “masih sempit,” naif, picik, dan agak primitif. Tuhan Yesus meyakinkan bahwa ada tempat di sana. “Jika tidak demikian, …” Kata Tuhan Yesus, “…tentu Aku mengatakannya kepadamu,” artinya, “kamu harus memercayainya. Kalau kamu tidak memercayainya, kamu menghina Aku, seakan-akan Aku bohong.” Dan jujur saja, hari ini banyak orang Kristen yang tidak menghormati Tuhan. Buktinya apa? Mereka tidak menaruh pengharapan kepada Tuhan yang berjanji bahwa ada Rumah Bapa. Kalimat “Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu” ini seharusnya menarik perhatian kita dan mestinya kita berani menaruh pengharapan kita di sana. 

 

Kita harus mempersoalkan apakah kita benar-benar sudah memiliki legalitas sebagai warga Kerajaan Surga

VISI PELAYANAN

Banyak orang—termasuk mereka yang aktif dalam pelayanan atau kegiatan gereja—yang tidak bisa membedakan dan juga tidak menyadari bahwa apa yang dikerjakan itu tidak memuat visi Tuhan. Jika tidak memuat visi Tuhan, maka kegiatan pelayanan atau kegiatan gereja tersebut pasti menguntungkan individu manusia atau institusi; lembaga gereja. Yang dirugikan, tentu diri mereka sendiri yang melayani atau yang melakukan kegiatan pelayanan itu, sebab pada akhirnya mereka pasti ditolak oleh Tuhan. Kepada mereka Tuhan akan berkata, “Aku tidak kenal kamu.” Dan yang dirugikan lainnya adalah jemaat, orang Kristen atau orang percaya yang menaruh kepercayaan kepada lembaga gereja secara institusi dan individu-individu pelayanan. 

Kita jangan terjebak melakukan aktivitas pelayanan atau kegiatan gereja ini hanya secara teknis, tetapi tidak memiliki visi, spirit atau gairah Tuhan. pasti semua itu dikerjakan tidak di dalam pimpinan Roh Kudus. Yang kita harus mengerti, Roh Kudus itu lembut. Ia pasti berbicara dan menegur. Tetapi kalau pelayan Tuhan atau aktivis tidak peka, maka akan dibiarkan. Saatnya nanti Tuhan akan berkata, “Aku tidak kenal kamu.” Jadi kalau kita tidak sungguh-sungguh peka dengan suara Roh Kudus, tidak membuka diri untuk dikoreksi Tuhan, tidak sungguh-sungguh berinteraksi dan berdialog dengan Allah, kita tidak akan pernah mengenali dengan benar apakah aktivitas pelayanan kita benar-benar memuat visi Tuhan atau tidak. 

Hati manusia itu licik. Kita sering tanpa sadar meliciki diri sendiri. Dalam kegiatan pelayanan kita meliciki diri sendiri, dan tanpa sadar, kita meliciki Tuhan. Menggunakan kegiatan pelayanan sebenarnya untuk kepentingan pribadi. Kalau bukan karena uang, mereka membuka pelayanan, persekutuan doa, misi penginjilan atau apa pun, tapi tidak digerakkan oleh api Roh Kudus. Perlu kita ketahui bahwa Tuhan tidak mencari pahlawan, Tuhan mencari orang yang rendah hati, yang mau mengalir dengan Tuhan setiap hari, dengar-dengaran kepada Tuhan, dan menyenangkan hati Bapa dalam segala hal, barulah kemudian melakukan kegiatan pelayanan. 

Makanya, walaupun kita memberi persembahan uang sebanyak apa pun, tapi kalau hati kita bengkok, itu tidak menyenangkan hati Tuhan. Dan jangan terburu-buru membuat pelayanan A, pelayanan B, membuka jemaat, dll. Bukan tidak boleh. Bagus, jika memang bisa demikian. Tetapi yang pertama yang kita harus lakukan adalah bagaimana kita berjalan dengan Tuhan setiap hari, menyenangkan hati Tuhan, melakukan kehendak-Nya dari hal kecil sampai hal besar, benar-benar tune dengan Tuhan, hidup dalam persekutuan dengan-Nya. Kita bisa mendengar suara Tuhan dan mengerti kehendak-Nya, supaya kegiatan gereja atau aktivitas pelayanan jangan jadi ‘permainan’ kita. Dalam menyelenggarakan pelayanan, kita sharus membawa visi Tuhan. Dan visi Tuhan itu terfokus pada manusia, yaitu bagaimana manusia itu diubah. 

Jadi, kita bisa mengerti kalau Paulus mengatakan bahwa “baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tapi dengan keyakinan kekuatan Roh. Supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tapi pada kekuatan Allah” (1Kor. 2:4-5). Aktivitas pelayanan dan kegiatan gereja harus punya visi mengubah manusia, supaya iman manusia bergantung pada kekuatan Allah. Dalam kegiatan gereja atau aktivitas pelayanan, harus memuat misi Tuhan, rencana Tuhan, dan sekali lagi, visi Tuhan adalah mengubah manusia. Kalau hanya secara teknis, manusia tidak akan berubah sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Maka, pemberitaan Firman Tuhan harus disampaikan dengan keyakinan akan kekuatan Roh. Dan untuk kekuatan Roh ini, seorang hamba Tuhan harus hidup di dalam pengurapan Tuhan setiap hari. Ia tidak boleh hanya penuh Roh Kudus pada waktu mau berkhotbah. Dia harus penuh Roh Kudus setiap hari, dan hidup di dalam pengurapan.  “Oleh kekuatan Roh,” dan ini tidak boleh dilakukan setengah-setengah. Jadi, sementara dunia sedang menarik orang sebanyak-banyaknya menjadi rusak dan serupa dengan dunia, gereja pun harus aktif menarik orang untuk dibawa ke Kerajaan Allah. Jika tidak, maka banyak yang akan terhilang

Dalam menyelenggarakan pelayanan, harus membawa visi Tuhan.

UMAT PILIHAN YANG LUAR BIASA

Kalau kita membaca Efesus 1:4, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, …” Jadi kita itu ditentukan: terlahir jadi orang Kristen, entah menikah dengan orang Kristen, entah karena satu dan lain hal menjadi Kristen. Itu ditentukan Tuhan. Tapi jangan berpikir ‘ditentukan’ ini berarti pasti masuk surga. “… Supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Yang ditentukan itu bukan manusianya, yang ditetapkan itu standarnya. Jangan dicampur aduk. “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, …” Jadi, Allah memilih kita. Ini luar biasa. Dari sekian miliar manusia yang hidup, sejak Adam sampai manusia terakhir nanti. Tidak kebetulan, you are the chosen people; kita adalah orang terpilih.

Ayo, kita kembali memandang kata ‘anak Allah’ dengan kacamata yang original
kacamata asli, kacamata yang benar. ‘Yesus, Anak Allah,’ itu jelas. ‘Kita, anak Allah,’ sudah jelas, belum? Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, yang menyebut diri sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Yang juga memperkenalkan diri sebagai Allah Israel, yang Alkitab sebut sebagai YAHWEH Elohim (artinya Allah, Allah YAHWEH), berkenan menjadi Bapa bagi kita. Luar biasa. Kita diadopsi secara legal oleh seorang bangsawan saja, sudah luar biasa. Kita diadopsi oleh Allah secara legal, secara de jure, secara hukum legal karena Yesus mati di kayu salib menebus dosa kita. Sungguh luar biasa.

Sebenarnya, Yesus mati menebus semua manusia. Artinya, bahwa dosa manusia dari Adam sampai manusia terakhir, dipikul oleh Tuhan Yesus. Itulah sebabnya, orang di luar Kristen pun dihakimi. Dalam Roma 2: 12-16, mereka dihakimi menurut perbuatan. Tentu mereka yang mengasihi sesama diri sendiri, yang kepada mereka Tuhan berkata, “ketika Aku lapar, kau berikan Aku makan; ketika Aku haus, kau berikan Aku minum; ketika Aku bertelanjang, kau memberikan Aku pakaian.” Di dunia ini, ada orang-orang seperti ini, dan mereka bisa masuk dunia akan datang, tapi bukan umat pilihan seperti kita. Kalau kita, umat piilihan; mengenal Allah yang benar, sehingga berlaku “
Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan kekuatan.”

Kita bukan hanya ditebus oleh darah Yesus. Kita bukan hanya tahu Yesus mati untuk kita, tapi 
kita juga tahu apa maksud penebusan itu. Orang di luar orang percaya, orang di luar umat pilihan, mereka tidak tahu dan tidak mengerti. Jadi, kita harus memahami bahwa Yesus tidak mati untuk sebagian orang. Itulah sebabnya Yohanes berkata, “Dialah Anak domba Allah, yang mengangkut dosa dunia.” Bukan “sebagian” dosa dunia. Semua dosa manusia dipikul. Yang oleh karenanya ada pengadilan. Pengadilan juga untuk orang yang bukan umat Kristen. Kalau Yesus mati untuk sebagian orang, tidak  perlu ada pengadilan, semua sudah masuk neraka. Karena Yesus mati untuk semua orang, maka ada pengadilan. 

Dan mereka yang mengasihi sesama seperti diri sendiri, nanti diperkenankan masuk Kerajaan Allah sebagai anggota masyarakat. Tetapi kita, anak-anak Allah, dimuliakan bersama Yesus, memerintah bersama-sama Yesus. Betapa luar biasanya menjadi umat pilihan. Tetapi, betapa besar juga tanggung jawabnya. “Keluarlah kamu dari antara mereka, janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu seperti anak-Ku laki-laki dan anak-Ku perempuan.” Kalau di dalam Efesus 1 dikatakan, “supaya kamu kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Apakah otomatis? Tidak. Kita yang harus merespons anugerah tersebut, berjuang untuk hidup kudus dan tak bercacat di hadapan Allah. 

Legalitas jadi anak Allah itu secara de jure disahkan oleh Yesus dengan mati di kayu salib. Kita ditebus oleh darah Yesus dan lunas dibayar. Tetapi setelah kita ditebus, apakah kita mau berubah? Secara de jure kita ditebus, tapi secara de facto, apakah kita mau berubah? Itu masalahnya. Kita ditebus supaya kita jadi manusia yang utuh, dan Yesuslah Modelnya. Bagaimana kita bisa menemukan kekristenan yang luar biasa? Yang pertama, kita sadar bahwa kita adalah umat pilihan. Itu sudah luar biasa. Ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa. Tidak semua orang terpilih. 

Jadi, kalau kita punya pekerja karyawan misalnya supir, hendaknya kita jadi saksi untuk dia. Tapi, jangan memaksa dia masuk Kristen. Kalau bukan umat pilihan, tidak perlu. Kita menjadi saksi atau ‘surat yang terbuka’ bagi tetangga kita. Mereka jadi Kristen atau tidak, jangan dipaksa. Ini nanti membuat kita berdosa dan bersalah. Kita tetap menjadi kesaksian hidup, sebab kita umat pilihan, umat yang terpilih. Yesus mati untuk semua orang, tapi mereka tidak tahu, sedangkan kita tahu. Karena kita tahu, kita harus menemukan maksud dari penebusan itu apa, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. 

Betapa luar biasanya menjadi umat pilihan. Tetapi, betapa besar juga tanggung jawabnya

Rabu, 13 Juli 2022

DIALOG TIADA HENTI

Gairah yang paling merusak hidup orang Kristen hari ini adalah matrealistis atau materialisme, sehingga mengondisi orang tidak menjadi satu roh. Jangan berpikir belum ada antikris, apalagi kalau konsep antikris nanti memaksa orang tidak beragama. Pasti bukan hanya orang Kristen yang melawan; orang beragama lain pun ramai-ramai melawan. Setan itu cerdas. Dia membuat orang Kristen tidak menyembah Allah lain, tidak menyembah dewa-dewa, tapi terikat dengan materi atau materialism itu. Hal ini sama juga dengan menyembah Iblis. Di Lukas 4:5-8, Iblis menunjukkan kepada Yesus keindahan dunia, lalu Iblis berkata: “kalau Kamu menyembah aku, kuberikan dunia ini kepada-Mu.” Jadi, Iblis mensubkan dirinya diwakili oleh keindahan dunia; siapa yang mengingini dunia—memiliki gairah menikmati dunia—berarti ia menyembah Iblis. 

Sejatinya, gairah hidup kita rata-rata demikian; kita telah teracuni. Sekarang, bagaimana kita didetoks oleh Firman dan melakukan pertobatan setiap hari. Pada intinya, jika kita merasa ‘nyaman’ dengan barang, kedudukan, jumlah uang yang kita miliki, hal ini bisa diartikan bahwa kita menyembah Iblis. Namun, Tuhan dalam kesabaran-Nya yang tinggi masih memberi kesempatan kita untuk ‘pulang,’ seperti kisah anak terhilang. Banyak kita temukan, demi materi, orang bisa membunuh dan menghalalkan segala cara. Ini disebabkan oleh anggapan bahwa materi adalah nilai tertinggi. Bukan tidak boleh jadi seorang yang memiliki uang banyak, berkedudukan tinggi, atau punya gelar. Tapi untuk apa dan untuk siapa semua itu? Mestinya prinsip kita adalah, “Baik kau makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah,” karena nilai tertinggi kita adalah Tuhan. Namun, hampir-hampir tidak kita temukan orang yang seperti itu. 

Semetara, Iblis menggelontori berkat materi untuk menyandera kita dalam pola hidup dan gaya hidup yang salah tersebut. Bukan tidak boleh menjadi kaya, tetapi jangan kita terikat oleh kekayaan tersebut. Siapa mengikatkan dirinya dengan Allah, menjadi satu roh. Sesuai dengan doa Tuhan Yesus di dalam Yohanes 17:20-21, “Engkau dalam Aku, Aku dalam Engkau, ya Bapa. Ya Bapa,” kata Tuhan Yesus, “dan mereka dalam Kita.” Kita membutuhkan materi, benar. Karenanya kita studi, kuliah, kerja, cari nafkah. Tapi jangan kemudian kita menjadikan materi sebagai tujuan. Paulus sudah mengingatkan kita dalam 1 Korintus 6:12, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.” Apa salahnya buat ini atau itu? Tidak salah, tapi: pertama, apakah itu berguna? Pertimbangkan, berguna untuk apa dan untuk siapa? Kedua, apakah kita diperhamba tidak oleh hal tersebut? 

Ironis, jarang orang sampai taraf berani menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kebahagiaan. Belum sampai, karena tidak berani all-out untuk Tuhan. Selain Tuhan tidak kelihatan, kita juga punya citarasa yang sudah terlanjur salah. Kalau kita mau menjadi warga Kerajaan Surga, “citarasa” kita harus diubah. Kita harus mengalami proses perubahan; didetoks oleh Firman. Mengikatkan diri dengan Allah, menjadi satu roh, kalau selera kita sama dengan Allah. Kalau firman Tuhan mengatakan dalam Filipi 2:5-7, “hendaknya dalam hidupmu kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus,” supaya kita memiliki selera yang sama. Biar kita tidak cantik di mata dunia, tapi kita harus punya citarasa rohani, sebab itu yang membuat Tuhan senang. Sebaliknya, walaupun kita cantik seperti Miss Universe, tapi kalau tidak punya selera seperti Tuhan, kita akan dibuang ke neraka. 

Rata-rata, kita belum memiliki selera Tuhan karena sudah terpapar oleh dunia, sehingga terlanjur menjadi rusak. Mari mulai hari ini kita bertobat, mengikatkan diri dengan Allah. Kita buang semua gairah yang bukan dari Allah. Kalau kita tidak mau bertobat dan menyia-nyiakan kesempatan ini, maka ketika kita nanti melihat keagungan Tuhan, kita akan sangat menyesal. Jangan heran, ada banyak orang memandang ini kebodohan, karena mereka memandang kewajaran hidup sebagai nilai tertinggi. Kita mau mengembalikan kekristenan ke jalur yang benar. Dulu, orang-orang Kristen teraniaya, tapi mereka rela kehilangan harta, keluarga, bahkan nyawa mereka. Kekristenan menjadi murni, mereka menjadi mempelai-mempelai kudus seperti perawan suci bagi Kristus. Iblis tidak ingin orang Kristen menjadi perawan suci bagi Kristus. Orang-orang Kristen dicemari dalam hidup percabulan. Bukan percabulan seks, melainkan percabulan dengan materi. 

Alkitab mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), maka pasti ada ruang Mahakudus di dalamnya. Kita harus melihat ini sebagai kesempatan yang luar biasa, yaitu ketika kita menjadi bait Allah dan ada ruang Mahakudus di batin kita yang terdalam. Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan. Ketika kita menyadari bahwa kita kurang mendengar suara-Nya, itu karena kita sering mendengar apa yang tidak perlu kita dengar. Bercakap-cakap dengan orang-orang yang tidak perlu kita bercakap-cakap, melihat apa yang tidak perlu kita lihat. Kelihatannya tidak masalah, namun sebenarnya ada ‘virus’ di situ. Filsafat dunia yang materialistis telah masuk dalam pikiran kita. Kalau kita teguk, maka kita menjadi terpapar. Jangan seperti istri Lot yang kelihatannya lari keluar dari Sodom, namun ternyata hatinya masih tertinggal di sana. Kelihatannya ke gereja jadi orang Kristen, jadi aktivis, atau bahkan jadi pendeta, tapi hati kita masih tertinggal. Kita bangun ruang Mahakudus Allah di dalam hati kita. Kita bertobat dari dosa materialisme yang membelenggu kita. 

Jika kita menyediakan diri kita di mana di dalamnya ada ruang Mahakudus, maka ada dialog tiada henti antara kita dengan Tuhan

MEMBANGUN PERSAHABATAN DENGAN ALLAH

Sejatinya, kita harus mengakui bahwa kebanyakan dari kita belum mempunyai dinamika yang benar dengan Allah, karena pengaruh dunia sudah begitu kuat. Maka, kita harus berjuang terus. Apalagi dengan adanya teknologi yang canggih, misalnya gadget yang kita miliki, yang isinya bermacam-macam. Sebagai seorang hamba Tuhan yang baik dan benar dan mau diurapi Tuhan, kita tidak akan membuka tontonan apa pun kecuali khotbah yang di mana di situ Tuhan berbicara. Maka, mari kita berdinamika dalam interaksi dengan Allah secara benar, sehingga Tuhan bisa menikmati kita. Sejatinya, Allah tidak bisa disenangkan dengan apa pun, karena Allah bisa berbuat apa saja. Tetapi kalau ada makhluk ciptaan yang memiliki kehendak bebas—dimana dia bisa taat, tapi juga dia bisa tidak taat; dia bisa mengabdi, tapi dia juga bisa memberontak—namun ia memilih taat dan mengabdi dan mencintai Allah serta menghormati Dia, maka hal ini akan membahagiakan hati Tuhan; menjadi kesukaan hati Tuhan.

Dinamika hidup dalam bergaul dengan Allah, jika sampai terbangun, maka kita bisa merasa tidak membutuhkan apa pun. Kita bisa menjadi orang yang tahan menghadapi segala keadaan, sehingga kita menjadi kuat. Kita akan memiliki sukacita yang tidak bisa dimengerti orang. Namun, biasanya keluarga dekat dan sahabat yang tidak takut akan Allah bisa men-distract kita. Maka, kita harus duduk diam di kaki Tuhan untuk membenahi hidup kita. Khususnya bagi para hamba Tuhan, kita harus punya waktu untuk duduk diam di kaki-Nya, sehingga bisa menerima pesan-pesan dari Tuhan. Kita bisa belajar bagaimana seorang Henokh bergaul dengan Allah, sehingga Allah tidak mau berpisah dengan pribadi atau sosok ini. Pada zaman sekarang, di tengah-tengah dunia yang sudah rusak dan bejat, dimana semua diarahkan untuk berdinamika dengan dunia, kita memilih sebaliknya, yaitu berdinamika dengan Allah. Betapa berharganya dan bernilainya kita.

Di dalam Alkitab, kita menemukan orang-orang yang menarik hati Allah, seperti misalnya Daud. Walaupun Daud juga tidak luput dari kesalahan, tetapi hatinya mengasihi Allah. Nuh juga mendapat kasih karunia. Dia benar di mata Allah karena menjauhi kejahatan. Karena keadaan itulah dia bisa bergaul dengan Allah. Tentu Nuh orang yang takut akan Allah, sehingga perjanjian-Nya diberitahukan kepadanya. Jadi, apa pun kebutuhan dan masalah hidup kita, masalah utama kita adalah membangun persahabatan dengan Allah. Maka berapa pun harganya, harus kita penuhi. Jangan sampai kita berbuat salah. Jangan kita terikat dengan dunia dan kesenangan-kesenangannya. Hanya orang yang berjalan dengan Allah, yang benar-benar merindukan Allah, dirindukan oleh Allah juga.

Maka, jangan kita mempunyai prioritas lain. Satu-satunya dunia kita hanyalah Tuhan. Kalau seseorang sejak muda memiliki dinamika bergaul dengan Allah, pasti hidupnya akan luar biasa. Dia tidak akan berbicara soal jodoh, uang, rumah, karena itu bukan hal yang prioritas. Jangan mengotori pikiran kita. Jangan melihat apa yang tidak patut dilihat, dan jangan mendengar yang tidak perlu didengar, termasuk percakapan yang sia-sia. Kita harus tegas untuk menjaga hidup kita. Sebab kalau pikiran kita rusak, Setan akan mudah memengaruhi kita. Maka perhatikan dengan saksama cara kita menggunakan media sosial, tentu kita harus berhati-hati. Media sosial bisa dipakai Tuhan, tetapi sekarang ini justru lebih banyak dipakai Setan. Kalau kita ceroboh dalam menggunakannya, kita akan merusak dinamika hidup kita dalam bergaul dengan Allah. 

Isi jiwa kita dengan kebenaran yang murni, sebab kalau jiwa kita lengkap oleh kebenaran-kebenaran Firman, kita baru bisa berkata: “Hanya Tuhan yang kubutuhkan.” Tetapi kalau jiwa kita belum lengkap, belum utuh, belum dewasa karena belum banyak mengonsumsi kebenaran sehingga belum terbangun sirkuit pengertian yang benar dalam nalar pikiran kita, maka kita masih merasa membutuhkan yang lain. Seharusnya, berapa pun harganya, kita harus bertekad untuk memiliki dinamika hidup bergaul dengan Allah. Jangan melakukan apa yang tidak perlu kita lakukan. Bergaulah dengan orang yang bisa memberikan impartasi spirit yang baik.

Sebelum waktu hidup kita usai karena setiap kita mempunyai deadline; memiliki batas waktu, dan kita tidak tahu kapan berakhirnya, maka sebelum waktu hidup kita berakhir, kita harus sungguh-sungguh menemukan dinamika hidup bergaul dengan Allah secara benar. Khususnya bagi para pendeta, jurubicara Tuhan, jangan kita hanya menyampaikan apa yang dibaca di buku. Tentu, apa yang dibaca dan dipelajari, itu yang kita sampaikan. Tetapi bagian yang mana dan dengan cara bagaimana? Dengan pemilihan kata dan kalimat yang bagaimana? Hal itu haruslah Roh Kudus yang memimpin, supaya pendeta atau pembicara dapat menjadi jurubicara Tuhan yang benar. Setiap kita harus selalu mengandalkan Roh Kudus, agar hidup kita dapat diproses untuk mengalami dinamika yang benar dalam bergaul dengan Tuhan. 

Jadi, apa pun kebutuhan dan masalah hidup kita, masalah utama kita adalah membangun persahabatan dengan Allah.

Selasa, 05 Juli 2022

MELEPASKAN KASUT

Kita harus serius berurusan dengan Tuhan, dan keseriusan kita harus kita tunjukkan dengan tindakan, langkah-langkah konkret. Bukan hanya ke gereja, ikut doa puasa, tidak cukup hanya dengan itu. Doa dan puasa kita mestinya memberikan kita dorongan, spirit, gairah untuk meninggalkan semua yang harus kita tinggalkan. Jangan kita berdoa berpuasa, tetapi di lain pihak, kita masih mempertahankan kesenangan-kesenangan dunia. Tidak bisa, kita harus benar-benar ekstrem. Kalau kita sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, kita harus menunjukkan kasih kita, cinta kita, hormat kita kepada Tuhan dengan tindakan konkret. Kebiasaan-kebiasaan yang jahat, tanggalkan itu. Kita harus menghadap Tuhan, dan Tuhan akan melihat kasut-kasut apa yang masih kita kenakan, yang itu membuat kita tidak layak menghampiri Dia. 

Banyak di antara kita yang masih buta, sehingga tidak tahu kasut apa yang membuat kita tidak layak menghampiri Dia. Telinga kita juga menjadi tuli, sehingga kita tidak mendengar suara Tuhan. Dengan mulut yang sama, kita gunakan untuk kejahatan, kenajisan, tapi juga untuk kekudusan. Kita semua harus bertobat. Banyak kelakuan-kelakuan kita yang masih tidak benar. Masih berjudi, masih mabuk, suka membicarakan orang di belakang, menyebarkan gosip, dan sebagainya. Itu adalah perbuatan-perbuatan yang najis di hadapan Allah. Selagi Allah masih membuka hati untuk menerima kita, sekalipun dosa kita merah seperti kirmizi, dijadikan putih seperti salju. Walaupun hitam seperti kesumba, dijadikan putih seperti bulu domba. Namun jika kita tidak radikal keluar dari keadaan ini, kita tidak akan pernah mengerti apa artinya pertobatan. Itu berarti kita tidak akan pernah mengerti kasih Allah yang besar kepada kita, dan pengurbanan Yesus di kayu salib 

Kita merasa bertobat dengan ukuran pertobatan yang tidak tepat. Banyak kasut yang kita kenakan, tapi kita merasa sudah benar. Itu karena kita tidak pernah berurusan dengan Tuhan. Karena kita tidak pernah berurusan dengan Tuhan, kita tidak tahu ada kasut-kasut yang melukai dan menyakiti hati-Nya dan yang membuat kita tidak layak menginjak Kerajaan Surga, yang harus kita lepaskan. Kita semua punya persoalan, tapi persoalan tersebut jangan menenggelamkan hidup kita. Setan berusaha membuat kita gagal fokus. Apakah itu dengan kesukaran, apakah itu dengan masalah, atau kelimpahan uang, dan segala kesenangan. Hari ini, yang kita harus lakukan adalah datang kepada Tuhan, buka kasut kita. Sebab, tempat di mana kita berdiri itu kudus. 

Jangan sombong, sebab kita bukan siapa-siapa. Allah mau kita berubah. Sebesar apa pun kesalahan kita, sekotor apa pun diri kita, Dia bisa membasuh dengan darah-Nya, dan Dia akan memberi kekuatan, kesanggupan bagi kita melepaskan kasut-kasut dosa; kasut-kasut kebiasaan yang Tuhan tidak kehendaki. Melepaskan kasut itu tidak enak, kadang-kadang sakit sekali. Kasut kebiasaan, kasut kesenangan di dalam jiwa dan daging kita, itu sakit sekali. Tuhan tidak menuntut apa-apa. Dia sudah mati di kayu salib bagi kita. Dia hanya ingin kau melepaskan kasutmu, supaya engkau bisa menyenangkan hati Bapa di surga. 

Yesus telah membahagiakan hati Bapa sehingga Bapa berkata, “Ini Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.” Dan ketika kita menyenangkan nanti Bapa, Yesus dipuaskan karena kita ikut Yesus. Yesus bisa berkata, “Aku senang karena engkau telah ikut jejak-Ku. Aku bisa memuaskan hati Bapa di surga.” Yesus punya perasaan, dan kita mau menyenangkan perasaan-Nya dengan menanggalkan kasut-kasut yang Tuhan tidak berkenan. Jangan pernah merasa puas telah menanggalkan 1-2 kasut. Semua kasut-kasut yang kita kenakan, harus kita tanggalkan agar kita menyenangkan hati-Nya! Tapi mungkin ada di antara kita yang tidak pernah mengerti hal ini, “menyenangkan Tuhan apa?” Sebab yang dia ketahui selama ini Tuhan itu ajaib, Tuhan itu baik, Tuhan itu luar biasa, Tuhan itu mau memberkati, lalu ia hanya mau diberi tapi tidak pernah peduli perasaan Tuhan. 

Suatu hari ketika kita berhadapan dengan Bapa di surga, kita akan menyaksikan Tuhan Yesus duduk di atas takhta kemuliaan-Nya. Kita akan sangat menyesal kalau kita tidak menyenangkan dan membahagiakan Dia. Menyenangkan dan membahagiakan Tuhan Yesus adalah kehormatan. Jangan kita anggap itu sebagai kewajiban, tetapi harus sebagai kebutuhan. Seperti seorang ibu yang berjuang begitu rupa untuk anak-anaknya. Bagi sang ibu, itu kebutuhannya. Dia berdagang di pasar, dia menghadapi preman-preman pasar, itu kebutuhannya; kebutuhan anaknya, bukan kebutuhan dirinya. Demikian pula sebagai anak-anak yang mengerti kebaikan orangtua, ketika anak sudah mulai bisa mencari nafkah, bekerja, maka ia bekerja, dia menikah, dia juga mau melakukan itu untuk orangtuanya. Itu baru anak yang baik. Demikian pula kita. Kalau sekarang kita hidup, kita bekerja, kita melakukan segala sesuatu, kita lakukan itu untuk Tuhan. 

Semua kasut-kasut yang tidak berkenan, harus kita tanggalkan agar kita menyenangkan hati-Nya

MEMBERSIHKAN SEMUA UNSUR DOSA

Yesus, Anak Allah, adalah standar dalam dinamika hidup bergaul dengan Allah. Dan kita dimungkinkan juga untuk bisa memiliki dinamika hidup bergaul dengan Allah. Dan inilah yang sekarang semua kita harus gumuli. Maka, kita harus berani berkata, “berapa pun harganya.” Apa? Apa pun yang harus dikorbankan. Berapa pun harganya, apa pun yang harus dikorbankan, demi dinamika itu. Kita akan sangat menyesal ketika meninggal dunia, kita tidak pernah memiliki dinamika hidup dalam berinteraksi dengan Allah. Jadi, jangan berkata seperti kebanyakan orang berkata, “kita masih menginjak di bumi, belum menginjak surga. Berpikirlah realistis, jangan terlalu ekstrem.” Itu perkataan sesat dan jahat. Kita memang masih menginjak bumi, tapi ingat, yang kita injak ini akan menentukan kekekalan kita. Kita memang masih di bumi, tapi ingat, apa yang kita pikirkan, menentukan kekekalan kita di langit baru bumi baru. 

Jadi, kita harus berani memfokuskan diri kita kepada Tuhan, berapa pun harganya, apa pun yang harus dikorbankan atau apa pun yang harus dipertaruhkan, demi menemukan dinamika ini, yaitu sampai kepada Bapa. Karena, Allahlah Bapa kita. Itu inti kekristenan. Di dalam Yohanes 14, ketika murid-murid-Nya bertanya “siapa Bapa itu dan bagaimana kami bisa mencapai Bapa itu,” Yesus berkata, “Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku.” Banyak orang salah, dan ini bisa menjadi menyimpang atau meleset atau sesat ketika mereka menyamakan “sampai kepada Bapa” itu sama dengan “masuk surga.” Memang firman Tuhan mengatakan bahwa di kolong langit ini tidak ada nama yang diberikan kepada manusia yang di dalamnya manusia beroleh keselamatan. Itu berarti memang Yesus satu-satunya jalan keselamatan. Di luar Kristus, tidak ada keselamatan. Itu harga mati bagi orang Kristen. 

Tetapi jangan disamakan dengan pengertian “sampai kepada Bapa.” “Sampai kepada Bapa” adalah hubungan eksklusif; dinamika yang bisa dialami umat pilihan, yang tidak semua orang bisa. Jadi, orang-orang yang hidup di luar berita Injil, tidak mendengar Injil, salah mendengar Injil; zaman Perjanjian Lama, yang akan dihakimi menurut perbuatan, itu mereka bisa masuk dunia yang akan datang, asal mereka mengasihi sesama seperti diri sendiri atau tidak menjadi ancaman bagi sesama. Karena dosa mereka pun dipikul Yesus di kayu salib, maka mereka bisa dihakimi. Kalau dosa mereka tidak dipikul, sebaik apa pun manusia, termasuk orang Kristen, semua masuk neraka. Kristus memikul semua dosa manusia, maka ada pengadilan (Rm. 2:12-16). Jadi, “sampai kepada Bapa” itu tidak hanya sekadar masuk dunia akan datang, tetapi menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah yang sejak di bumi memiliki dinamika hubungan dengan Allah Bapa seperti Yesus. 

Itu yang kita harus cari dan gumuli, berapa pun harganya, apa pun yang harus dipertaruhkan. Dan memang hanya untuk itu kita hidup. “Sampai kepada Bapa,” adalah penggenapan di dalam Yohanes 17:20-21, “Engkau tinggal dalam Aku, Aku dalam Engkau.” Tetapi kemudian, “dan mereka tinggal di dalam Kita.” Sebab kekristenan itu jalan hidup; hidup-Nya Yesus. Dan sejak di bumi, dinamika hidup kita sudah kelihatan. Jadi, keselamatan itu bukan sekadar keyakinan melainkan pengalaman. Sehingga, orang tahu dia akan selamat, bukan dia yakin saja akan selamat. Makanya Tuhan berkata, “banyak orang dipanggil, sedikit yang dipilih,” karena memang tidak mudah. Ini sangat eksklusif; hanya untuk orang-orang tertentu saja yang dipilih. Seperti perumpamaan mengenai raja yang mengadakan pesta, dia memberikan undangan untuk hadir di pesta, tapi tidak disertai dengan pemberian baju pesta. Baju pestanya harus kita yang siapkan. 

Tuhan mengampuni dosa-dosa kita, tetapi karakter dosa itu urusan kita dengan Roh Kudus. Kalau kita tidak menggarapnya, kita tidak bisa kudus. Dosa-dosamu, apa pun yang kita lakukan dulu, sekarang, mungkin ke depan, bisa diselesaikan. Tapi kodrat dosa kita juga harus diselesaikan. Kalau kita benar-benar berjuang untuk menyelesaikan kodrat dosa, lama-lama akan berhenti. Semua perbuatan akan dihakimi. Dosa yang masih dilakukan karena kodrat dosa belum selesai, itulah yang kekal, yang tidak bisa diampuni; kodrat dosa yang masih membuahkan perbuatan dosa. Ingat, kesalahan karena memang dia menikmatinya, dan kesalahan karena kelemahan dagingnya yang masih berkodrat dosa, itu berbeda. Seseorang pasti akan sangat menyesal ketika berbuat salah. Tetapi yang melakukan dosa karena kodrat dosa, dia menikmatinya dan dia tidak akan merasa menyesal. Bahkan dia masih mencari-cari kesempatan untuk menikmati sebanyak mungkin. 

Ironis, betapa rusaknya kekristenan hari ini. Merasa sudah sampai kepada Bapa karena percaya Yesus dan percaya dosa-dosanya telah diampuni, padahal kodrat dosanya tidak diselesaikan. Makanya Paulus mengatakan, “aku melepaskan semuanya, supaya aku memperoleh Kristus.” Dan Roh Kudus harus menuntun kita. Kita harus mau menerima tuntunan Roh Kudus tersebut sampai kita mencapai kehidupan; kehidupan seperti yang Allah kehendaki. Kita harus terus mengalami perubahan, dan perubahan ini membutuhkan waktu. Jadi, kalau Tuhan mengizinkan kita harus masuk lembah kekelaman, kesulitan demi kesulitan, itu karena Allah mau membersihkan semua unsur dosa, unsur manusia lama kita. Sebab Allah memiliki standar, dan itu tidak bisa ditawar. Ini mutlak: “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.”

Kalau Tuhan mengizinkan kita harus masuk lembah kekelaman, karena Allah mau membersihkan semua unsur dosa kita.