Rabu, 21 September 2016

MENGOSONGKAN DIRI


Filipi 2:5-8
5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Seorang yang mengikut Tuhan Yesus harus berani menanggalkan harga diri yang berhubungan untuk nilai diri.
Hal ini bukan berarti seseorang menjadi ceroboh, sehingga orang tidak menghargai hidupnya sendiri.
Harga diri untuk nilai diri yang dimaksud sini artinya keinginan untuk diberi nilai tinggi oleh manusia lainnya akan kelebihan-kelebihan yang ada didalam dirinya.
Nilai harga diri seseorang bisa ditentukan oleh bermacam-macam ukuran sesuai dengan filosofi hidup seseorang.
Ada yang ingin orang lain menilai dirinya dengan materi atau kekayaan yang telah dicapainya, yang lainnya ingin dinilai dengan pencapaian pendidikannya, ada yang ingin dinilai dari pangkatnya dan ada yang meminta dinilai dari dengan “keakuan” (aku adalah aku), aku terhormat, aku lebih berpengalaman, aku harus dihargai.
Orang-orang seperti ini akan mudah terluka kalau direndahkan oleh siapa pun. Mereka biasanya sudah mematok harga dan menuntut untuk dihargai orang lain.
Sebagai anak Tuhan, kita harus bersikap dengan benar ketika kita dianggap berharga di mata manusia lainnya demi kepentingan pekerjaan Tuhan dan kemuliaan nama-Nya yaitu dengan terus memiliki sikap hati tidak menuntut penghargaan orang atas diri kita demi kepuasaan diri kita sendiri.
Bila Tuhan Yesus menjadi Tuhan atas kita maka demi kepentingan Tuhan, kita harus rela melepaskan segala rupa keinginan perasaan untuk dimanjakan dengan sanjungan dari manusia lain demi kepuasan diri, dengan demikian setiap langkah kita adalah usaha untuk mempermuliakan nama-Nya.

Harga diri bertalian dengan perasaan, sebab ketika nilai yang diberikan orang kepada dirinya tidak seperti yang diharapkan, maka ia tersinggung atau terluka karena merasa direndahkan.
Harga diri inilah yang membuat seseorang menuntut orang lain untuk memperlakukan dirinya sedemikian rupa sesuai dengan keinginannya.
Kita harus sadar bahwa tatkala kita bertobat maka Tuhan telah menebus kita dalam segala hal.
Oleh sebab itu kita tidak boleh menghargai diri kita secara berlebihan, sehingga kita lupa bahwa kita bukan milik kita sendiri.
Kita adalah milik Tuhan. Keberadaan kita semata-mata untuk kemuliaan dan keagungan nama Tuhan, bukan diri kita sendiri.
Jadi segala sesuatu yang kita lakukan untuk membuat diri kita berharga semata-mata demi kepentingan Tuhan, bukan diri sendiri.
Kita harus memiliki sikap hati yang sama seperti Tuhan Yesus yang dengan kerelaan dan kerendahan hati-Nya, mengosongkan diri yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Hal ini menunjuk kita tidak boleh mencari hormat bagi diri sendiri, biarlah setiap tindakan yang kita lakukan semuanya itu kita tujukan hanya untuk kemuliaan Tuhan kita Yesus Kristus.

Jika dalam keluarga, pergaulan dan pelayanan seseorang memasang tarif harga diri, pada prinsipnya itu adalah “kesombongan”.
Dalam kehidupan sering hal ini menjadi awal sebuah bencana.
Banyak orang yang memanjakan perasaannya sehingga ia mengorbankan kepentingan yang besar.
Hal ini terjadi sebab pribadi orang tersebut tidak matang, perasaannya masih bisa sakit, dan belum sehat.
Dalam hal ini kita harus mengerti bahwa penyaliban diri, bukan hanya menyangkut keinginan-keinginan yang bertentangan dengan Firman Tuhan, tetapi juga perasaan agar dihargai untuk nilai diri. Kita tidak boleh memanjakan perasaan demi kepuasan diri.
Bila Tuhan Yesus menjadi Tuhan juga atas kita, maka demi kepentingan Tuhan, kita rela tidak berambisi mengejar sesuatu untuk nilai diri yang tujuannya mendapat pujian dari manusia lainnya.

Dalam Filipi 2:1-3 Paulus memberi nasehatnya yang tertulis: (Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga)
Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa panggilan untuk meneladani Kristus bertalian dengan hidup bersama-sama dengan orang lain dan menganggap bahwa yang lain lebih utama dari dirinya sendiri.
Kita mengutamakan orang lain demi kepentingan Tuhan, bukan demi kepentingan siapa pun dan apa pun.
Hal ini dimaksudkan bahwa meneladani gaya hidup Kristus bertujuan agar kita menjadi berkat bagi orang lain, di mana pun kita berada mendatangkan keuntungan bagi orang lain dalam bingkai pelayanan pekerjaan Tuhan sehingga nama Tuhan Yesus selalu dipermuliakan.

Dalam surat lainnya Paulus menasehati kita agar tidak menjadi pribadi yang mudah cemburu melihat kemajuan orang lain atau memegahkan diri sendiri dan menjadi sombong, tetapi yang benar adalah ia malah harus bersuka cita karena kebenaran Tuhan :
1 Korintus 13:4-7
4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

Hendaknya rumah, mobil, perhiasan, pangkat, gelar, kehormatan manusia dan lain sebagainya bukan ajang kita berlomba-lomba untuk menaikan bandrol harga diri kita.
Sebagai umat Tuhan, sesuatu yang bernilai tinggi dan dapat memberi kebahagiaan tentu saja bukan perkara-perkara duniawi tetapi sesuatu yang bernilai tinggi dan dapat memberi kebahagiaan adalah melakukan kehendak atau keinginan Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
Inilah prinsip hidup yang dikenakan oleh Tuhan Yesus (Yohanes 4:34).
Itulah sebabnya dengan tegas Tuhan Yesus menolak memiliki dan menikmati keindahan dunia yang sama artinya dengan menerima bujukan menyembah Iblis (Matius 4:8-10).
Tuhan Yesus menyatakan bahwa kita harus menyembah Tuhan Allah dan hanya kepada Dia saja kita berbakti.
Kata menyembah dalam teks aslinya adalah proskuneo artinya memberi nilai tinggi.
Tuhan Yesus menyatakan bahwa yang bernilai tinggi adalah Allah. Selama seseorang masih memberi nilai tinggi kepada segala sesuatu selain daripada Tuhan maka hal ini sudah membuat dirinya sebagai penyembah-penyembah ilah lain di zaman ini.
Kebahagiaan yang dibangun dari sesuatu, baik uang, kehormatan dan lain sebagainya adalah hal yang harus menjadi perhatian kita agar kita tidak di belenggu, yang akhirnya tidak bisa dilepaskan.

Sebagai umat pemenang yang telah dimenangkan oleh Tuhan Yesus dari belenggu kuasa kegelapan, sesuatu yang bernilai tinggi dan dapat memberi sukacita, kebahagiaan dalam hidup kita hendaknya adalah melakukan kehendak atau keinginan Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.

Roma 11:36  Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!

Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar