1 Korintus 10:26 Karena: "bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan."
Jika kita menghayati bahwa kita hidup hanya menumpang di bumi, maka kita bersedia membangun pola hidup mengasihi dan berbagi kepada sesama.
Hidup Kekristenan harus dilandaskan dengan kasih Tuhan, sebab tanpa kasih yang tulus, pemberian kita tidak berarti apa-apa dihadapan Tuhan.
Alkitab menunjukkan bahwa sekalipun kita bisa memberikan seluruh harta kita, bila tanpa kasih adalah sia-sia (1Korintus 13:3).
Kekristenan memiliki filosofi atau kebenaran yang luar biasa.
Tidak bisa dipadankan atau disejajarkan dengan filosofi dunia atau agama-agama di dunia.
Harus sungguh-sungguh dipersoalkan apa landasan kita melakukan suatu perbuatan, sudahkah dilandaskan kepada kasih Tuhan.
Landasan kita melakukan segala sesuatu adalah kasih yang murni.
Kasih di sini maksudnya adalah bahwa semua yang kita lakukan sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan, sebab Allah kasih adanya (1 Yohanes 4:8).
Semua tindakan di luar komando Tuhan bukanlah kasih. Sebab diluar komando atau pimpinan Tuhan tentu kita akan melakukannya berlandaskan kehendak daging kita.
Berbicara tentang kasih bukan sekadar bagaimana berbagi dengan orang lain, tetapi apakah yang kita lakukan sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak.
Pemberian sesuai dengan pimpinan Tuhan tentu akan berbuah kebaikan bagi yang menerimanya, sebaliknya tanpa komando Tuhan bisa jadi pemberian itu merusak orang tersebut semisal contoh kita memberi kepada orang yang ternyata masih memiliki mental malas dan suka berjudi tentu pemberian tersebut tambah merusak orang tersebut.
Olehnya segala sesuatu kita harus landaskan sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan kita Yesus Kristus.
Kasih kepada Tuhan ditandai dengan hal ini yaitu melakukan segala sesuatu sesuai dengan keinginan atau selera-Nya.
Kasih kepada Tuhan haruslah kasih yang melebihi kasih kepada siapa pun dan apa pun (Lukas 14:26; Matius 22:37-40). Dengan mengasihi Tuhan cara demikian, maka akan membuat kita mengasihi sesama kita juga akan berlandaskan kasih yang benar dan murni. Kasih kepada Tuhan akan membawa dampak bukan saja bagi perasaan Tuhan yang dibahagiakan, tetapi membawa dampak bagi diri sendiri dan orang di sekitarnya, yaitu berbagi dengan kasih sebagai gaya hidupnya.
Dalam hal ini rela membagi hidup bagi pekerjaan Tuhan tanpa batas.
Kalau kita percaya bahwa ada Allah yang menciptakan segala sesuatu, termasuk menciptakan kehidupan, itu berarti bahwa hidup yang kita miliki ini adalah milik-Nya, bukan milik kita sendiri.
Sejarah lusifer yang jatuh menjadi pelajaran mahal bagi kita.
Sosok ini hendak mengambil takhta yang seharusnya dimiliki oleh Sang Pencipta. Modus seperti ini juga dilakukan oleh banyak orang hari ini.
Banyak orang mengambil takhta yang seharusnya dimiliki oleh Tuhan dan membangun takhtanya sendiri.
Takhta itu namanya “aku mau atau aku hendak”.
Seharusnya jika kita mengaku kita adalah milik Tuhan Yesus maka yang benar adalah berprinsip “jika Tuhan menghendaki”, dan bukan lagi “aku mau”, tetapi apa yang “Bapa mau”.
Orang yang menghayati bahwa ia seorang yang menumpang di bumi, maka ia akan rela mengakui dan menerima bahwa semua yang ada padanya di bumi adalah milik Tuhan. Kesadaran kita bahwa semua harta kita adalah milik Tuhan akan menciptakan kepribadian yang kuat.
Pribadi yang tidak mudah khawatir dan cemas menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan ini.
Kesadaran bahwa harta kita adalah milik Tuhan akan mendorong kita bersungguh-sungguh mempersembahkan hidup bagi kepentingan Tuhan dan Kerajaan-Nya (Filipi 1:21).
Hal ini akan memantapkan penghayatan kita bahwa kita adalah “kasir atau bendahara” Tuhan dan Tuhan adalah pemiliknya dan kita bertindak sesuai dengan perintah dan instruksi Tuhan.
Kebenaran ini akan membawa orang percaya berhati-hati dalam penggunaan harta milik-Nya.
Harta yang kita miliki adalah barang pinjaman yang harus dipertanggung jawabkan kepada Sang Pemilik.
Sebagai seorang pengelola yang dipercayai mengelola milik Tuhan, hendaknya kita mengelolanya dengan sepenuh pengabdian dan sukacita, sebab upah yang menanti kita bukanlah hasil jerih payah kita dalam kerja di dunia itu semata-mata, tetapi mahkota abadi yang disediakan bagi setiap orang yang telah mengabdi kepada-Nya.
Orang percaya dengan konsep ini pasti akan berbagi dengan orang lain sesuai dengan pikiran perasaan Tuhan.
Inilah dunia baru yang dimiliki orang percaya yang normal di mata Allah.
Ini adalah gaya hidup sebagai anak tebusan.
Seseorang yang telah ditebus oleh darah Tuhan Yesus harus berani menyatakan bahwa dirinya bukan miliknya sendiri, tetapi sepenuhnya dimiliki oleh Tuhan Yesus yang menebusnya (1Korintus 6:19-20).
Dan kalau hidup ini menjadi milik-Nya berarti segenap hidup harus dipersembahkan bagi Dia yang diwujudkan dengan berbagi kepada sesama dengan motif kasih yang murni.
Inilah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus sebagai gaya hidup-Nya.
Dia berkata: ”sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28).
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar