Jumat, 25 Maret 2016

PENGERTIAN  "HAMBA TUHAN" YANG SESUNGGUHNYA

Lukas 1:38 Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

Pernahkah kita membayangkan resiko yang dihadapi oleh maria, ibu Yesus, ketika menerima kabar dari malakiat gabriel bahwa ia akan mengandung bayi yang berasal dari Roh Kudus yaitu di beri nama Yesus, Anak Allah? Seorang gadis muda yang sudah bertunangan mendadak hamil. Pada zaman itu, kehamilan di luar nikah berarti malapetaka. Kalau ayah dari si anak tidak bersedia bertanggung jawab dan menikahinya, si gadis mungkin tidak akan menikah seumur hidupnya karena tidak akan ada orang lain yang mau menikahinya. Tidak akan ada juga yang mau menerimanya bekerja; karenanya ia mungkin akan jatuh miskin, dan akibatnya harus mengemis atau terpaksa terjun ke dunia prostitusi. Karena sudah bertunangan, kalau ia dituduh selingkuh oleh tunangannya, nyawanya mungkin terancam oleh hukuman agama yang berlaku saat itu.

Sekalipun dibayang-bayangi bahaya, dengan spontan Maria tetap menjawab, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.
” Kata “hamba” dalam bahasa aslinya tertulis (dule). Kata ini merupakan bentuk feminin dari (dulos) yang artinya budak. Budak ialah seseorang yang selama hidupnya harus melayani orang lain; seseorang yang tidak memiliki hak apa pun atas dirinya, seseorang yang tidak punya keinginan selain untuk mengabdi kepada tuannya; seseorang yang telah menjadi milik tuannya.

Dengan percaya kepada Tuhan Yesus, berarti kita menyerahkan diri menjadi milik-Nya seperti yang tertulis di :
1 Korintus 6:19-20
Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, — dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?
Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!

Sebagai dūlos Tuhan, kita harus mau menerima apa pun juga yang dikehendaki Tuhan atas diri kita, yang menyenangkan bagi kita maupun yang tidak. Kita tidak akan menanyakan hak-hak kita, mempersoalkan upah kita, apalagi mengklaim yang kita ingini kepada Tuhan. Yang kita tahu ialah mengupayakan kepentingan-Nya semata-mata, apa pun resikonya bagi kita. Jika seseorang mengaku hamba Tuhan namun hatinya masih terikat pada kesenangan di dunia ini tentu orang seperti ini belum bisa membawa hidupnya ke dalam penundukan sepenuhnya kepada kehendak Tuhan maka ia belumlah layak disebut hamba Tuhan.

Mungkin kita berpikir, hal ini sulit; bagaimana kita dapat melakukannya? Maria menyadari dirinya hamba Tuhan dan bersedia taat kepada perintah Tuhan karena dua hal.
Pertama, ia percaya dirinya memperoleh kasih karunia Allah (Lukas 1:30).
Kedua, ia seseorang yang memahami Firman Tuhan. Buktinya, beberapa saat setelah peristiwa kunjungan Gabriel, Maria menyanyikan nyanyian pujian dalam (Luk. 1:46–55) yang kaya dengan kata-kata dari Mazmur, dan juga secara tidak langsung mengutip nyanyian Hana (1Sam. 2:1–10). Seperti Maria, dengan mempelajari Alkitab, kita akan melihat bahwa Tuhan ingin memakai kita sebagai alat-Nya untuk rencana-Nya yang indah. Rela dipakai Tuhan yang berdaulat penuh atas kita adalah kasih karunia dan kehormatan bagi kita, sehingga dengan sukacita kita dapat berkata, “Jadilah padaku menurut kehendak-Mu”.

Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar